Indonesia MAKRO : pesimis atawa OPTIMIS (4)


Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bima Yudhistira mengatakan siapapun Presiden yang terpilih nantinya bakal menghadapi tekanan dari global yang masih penuh ketidakpastian untuk mencapai target ekonomi yang diinginkan. "Presiden terpilih pasti akan sibuk dalam 1-2 tahun pertama menghadapi gejolak ekonomi global. Baru pada tahun ketiga dan keempat bisa reformasi struktural ekonominya," katanya dalam acara Forum Tebet di bilangan Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019). Dia bilang, ekonomi global akan menjadi tantangan besar dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi yang diinginkan. Sejumlah isu di negara maju menjadi efek yang harus diantisipasi oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari proyeksi pertumbuhan global tahun ini yang disebut International Monetary Fund (IMF) dan World Bank akan melambat atau bahkan makin suram. Kebijakan-kebijakan proteksionisme yang diambil sejumlah negara pun menjadi kekhawatiran selanjutnya. "Saya dapat kabar beberapa negara juga sedang lakukan proteksionisme, seperti Filipina. Kita khawatir akan banyak negara yang memilih proteksi-proteksi dagang, sehingga bikin kita khawatir ke kinerja ekspor," kata Bhima.

Penentuan menteri bidang ekonomi yang dipilih oleh Presiden dan Wakil Presiden terpilih menjadi hal yang menentukan arah ekonomi pasca pilpres 2019. Hal ini diyakini menjadi penentu reaksi pasar terpilihnya presiden baru.

"Pasar sebenarnya akan berspekulasi di bulan November pada saat penentuan menteri-menteri di kabinet," katanya.

Setidaknya ada tiga posisi menteri yang akan menentukan nasib Indonesia lima tahun ke depan. Di antaranya adalah menteri keuangan, menteri koordinator perekonomian, hingga menteri perencanaan dan pembangunan nasional (PPN)/Kepala Bappenas.

"Siapa Menteri Keuangannya, Menko Perekonomiannya, Bappenasnya dan lain-lain. Jadi Pilpres belum selesai sampai April tapi di November," katanya.

Pergerakan rupiah juga akan ditentukan pada dua waktu kritis tahun ini. Bulan Maret dan November akan menjadi waktu penentuan seperti apa pergerakan rupiah ke depan.

"Ada dua waktu yang keramat di mana rupiah bisa balik arah. Pertama, bulan Maret karena jelang pilpres dan pengumuman laporan keuangan emiten kuartal pertama. Kalau indeks bagus, mungkin indeks kita bisa loncat ke 6.600. Lalu di November, karena penentuan menteri di kabinet ekonomi," kata Bhima.

Rupiah sendiri saat ini masih menunjukkan pergerakan yang cukup stabil di kisaran Rp 14.000-14.200-an/US$. Hal ini diyakini imbas dari lesunya ekonomi global sehingga bermuara pada mengalirnya dana asing ke pasar keuangan Indonesia.

"Ekonomi global yang sebenarnya lesu ada peluang bagus karena dana-dana asing mencari pasar yang berkembang dengan imbal hasil yang menarik. Kinerja emiten yang masih underperform, jadi mereka akan masuk ke pasar Indonesia. Karena kita juga menawarkan bunga utang salah satu yang tertinggi di Asia. Beli surat utang Indonesia jadi menarik," ungkapnya.

"Artinya ekonomi global dalam jangka pendek ini dari sisi pasar keuangan ternyata menguntungkan buat rupiah karena derasnya inflow," tambah Bhima.



🍚

seorang analis muda bule dari amrik pernah menyajikan presentasi outlook ekonomi makro Indonesia pada sekira taon 2002, bersama satu Manajer Investasi n satu Bank Asing, di Jakarta. outlook itu berisi perspektif n prediksi kondisi ekonomi Indonesia sejak 2000 s/d 2050. 50 taon bo! Ekonomi Indonesia dijelaskan bakal tumbuh trus. Setidaknya sjak 2002, kondisi ekonomi Indonesia terbukti TETAP tumbuh tuh. Walo kondisi ekonomi global pernah ambles taon 2008, ekonomi makro kita kukuh positif. Kondisi ini memungkinkan pertumbuhan investasi ekonomi dan keuangan bisa terjadi trus. Moga-moga, tumbuh trus ya. 
🍑
Liputan6.com, Jakarta - Credit Suisse, perusahaan sekuritas global dalam laporan terbarunya memangkas atau jual (underweight) pasar saham Indonesia 10 persen dari sebelumnya overweight atau menambah bobot 20 persen saham.
Bila Credit Suisse merekomendasikan memangkas pasar saham Indonesia, JP Morgan masih optimistis dengan pasar saham negara berkembang. JP Morgan merilis global market outlook 2019 pada 20 Desember 2018 dan kembali diperbaharui pada 22 Januari 2019.
JP Morgan menyebutkan investor akan kembali ke pasar keuangan usai alami kerugian pada Desember.  Kestabilan yang tentatif tak menghalangi investor kembali ke pasar berisiko pada awal tahun baru. Hal ini terjadi setelah pasar saham yang volatile sepanjang 2018.
Sejumlah faktor mendukung pasar keuangan global mulai dari momentum pertumbuhan global yang melambat.
Akan tetapi, fase perlambatan tersebut harus berakhir sebelum pertengahan tahun dengan tindakan kebijakan yang mendukung dan fleksibel terutama kebijakan pelonggaran China dan the federal reserve atau bank sentral Amerika Serikat (AS) berhenti menaikkan suku bungan. JP Morgan melihat, risiko resesi ada tetapi kecil kemungkinan terjadi pada 2019.
Lalu bagaimana JP Morgan melihat pasar negara berkembang?
JP Morgan melihat pasar negera berkembang akan bervariasi. Setelah semester II 2018 yang menantang bagi  ekonomi negara berkembang, efek akumulasi kemungkinan akan hasilkan awal lemah pada 2019.
Akan tetapi, JP Morgan mengasumsikan siklus kenaikan mulai terjadi pada kuartal II 2019 yang diikuti siklus yang dorong tekanan pada akhir tahun berakhir. Hal itu disampaikan Head of Currencies, Commodities and EM Research, JP Morgan, Luis Oganes, seperti dikutip dari keterangan JP Morgan, ditulis, Rabu (13/2/2019).
"Usai tantangan yang dihadapi banyak ekonomi negara berkembang pada semester II 2018, kami harap awal tahun cenderung melemah, tetapi prediksi siklus menguat pada kuartal II 2019," tutur Oganes.
Oganes menambahkan, Amerika Latin, salah satu wilayah yang sedikit lebih cepat pulih pada 2019. Ini karena China berkontribusi besar terhadap perlambatan negara berkembang secara keseluruhan. Brazil siap untuk terus pulih, setelah pemilihan presiden.
Di pasar saham, pertumbuhan pasar saham negara berkembang diharapkan tumbuh dua digit dengan Brazil, Chili, Indonesia dan Rusia menjadi pilihan untuk menambah bobot saham (overweight) yang paling utama.
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun bervariasi pada sesi pertama perdagangan saham Rabu pekan ini. IHSG menguat 11,98 poin atau 0,19 persen ke posisi 6.438. Sebanyak 221 saham menguat sehingga mengangkat IHSG. 145 saham melemah dan 117 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham 203.865 kali dengan volume perdagangan saham 6,5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 3,7 triliun. Investor asing jual saham Rp 375,35 miliar di pasar regular.


🍉


Kalau pergerakan ekonomi bisa dianalogikan dengan perubahan cuaca, hari-hari ini agaknya cuaca Indonesia mulai agak cerah.
Lihat saja pergerakan nilai tukar rupiah. Selama bulan Januari, nilai tukar rupiah telah menguat 2,8%. Dari Rp14.380 per dolar AS di awal Januari menjadi Rp13.972 per dolar AS pada 31 Januari.
Bahkan, rupiah sempat mencapai Rp13.887 per dolar AS pada 6 Februari. Hari-hari pekan kedua Februari ini, rupiah bergerak di kisaran Rp13.900 hingga Rp14.000-an per dolar AS.
Jika dibandingkan dengan posisi terendah sepanjang 2018, penguatan nilai tukar rupiah ini cukup signifikan. Dengan posisi Rp13.972 per dolar AS pada akhir Januari, berarti rupiah telah menguat 8,5% dibandingkan dengan level terendah rupiah Rp15.270 per dolar AS pada 11 Oktober 2018.
Tentu, ini adalah kabar baik. Pasalnya, tidak hanya rupiah, indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia pun terus menguat.
Pada penutupan perdagangan 31 Januari 2019, IHSG naik 68,78 poin atau 1,06% ke level 6.532,97. Sepanjang Januari tahun ini, IHSG naik 5,6% dibandingkan penutupan perdagangan saham pada 2 Januari. Saat itu, IHSG berada di posisi 6.185,06.
Kenaikan IHSG sepanjang Januari ini memberikan optimisme tersendiri. Arus modal mulai kembali mengalir ke emerging markets. Para pemilik uang yang tadinya berharap ekonomi Amerika lebih menjanjikan, sepertinya mulai berpikir ulang.
Apa tanda-tandanya? Para pembuat kebijakan di bank sentral Amerika, The Fed, mulai ragu untuk terus menaikkan suku bunga. Tren kenaikan suku bunga yang tadinya diduga berlangsung agak lama, mulai menunjukkan sinyal kendor. Tak lagi gaspol.
Beberapa indikator menunjukkan, mulai terjadi aliran dana masuk lumayan deras ke pasar Indonesia selama sebulan terakhir. Bahkan, investor ditengarai membeli instrumen investasi jangka panjang.
Biasanya, perilaku investor mengindikasikan banyak hal lain. Kalau banyak dana mengalir masuk ke instrumen investasi jangka panjang, ada pertanda bahwa perekonomian negara tujuan aliran dana itu memberikan harapan lebih menjanjikan dalam jangka panjang. Kalau mau diringkas, hal itu mengindikasikan kepercayaan terhadap Indonesia menanjak kembali.
Moga-moga saja, itu bukan prediksi yang ngoyoworo, apalagi wishfull thinking.

***

Coba deh buka ulang memori sejak awal tahun lalu, saat nilai tukar rupiah menunjukkan tren melemah Rp14.000 per dolar AS, lalu menembus Rp15.000 per dolar AS menjelang akhir tahun.
Isu mengenai defisit transaksi berjalan rame disoroti sebagai biang keladi pelemahan nilai tukar rupiah. Isu lainnya adalah kebijakan The Fed yang cenderung menaikkan suku bunga, serta perang dagang yang dilemparkan Presiden Donald Trump melawan China.
Para politisi rame berteriak bahwa ekonomi memburuk. Sebagian ekonom pun tak kurang menyuarakan hal yang sama. Banyak saran disampaikan, termasuk menghentikan proyek infrastruktur yang ditengarai sebagai biang kerok impor bahan baku dan barang modal.
IHSG yang jadi tolok ukur aliran modal portofolio, yang mudah digerakkan oleh sentimen sesaat pelaku pasar, juga turut terkapar. Banyak kabar buruk beredar. Itu tahun lalu.
Namun, cerita tentang rupiah hari ini begitu lain. Padahal, tidak banyak sebenarnya perubahan fundamental di dalam negeri, yang dapat menjelaskan mengapa rupiah menguat. Bahkan, kondisi transaksi berjalan juga masih defisit. Kisarannya masih berada di angka US$8 miliar. Sebuah angka yang besar.
Apalagi kalau melihat defisit neraca perdagangan yang mengenaskan. Defisit perdagangan tahun 2018 lalu mencapai US$8,6 miliar. Angka itu membuat banyak pihak gusar.
Namun saya percaya, ekonomi pada dasarnya adalah asumsi. Itu berarti, tidak seluruh asumsi yang dipakai untuk menjelaskan pelemahan rupiah tahun lalu cukup valid. Kalau boleh meminjam istilah hukum, hal itu dapat dijelaskan dengan dalil “pembuktian terbalik”.
Belakangan ini, di saat tidak terjadi perbaikan atau perubahan fundamental ekonomi yang cukup berarti, rupiah ternyata menguat relatif cepat dan signifikan.
Penjelasannya, lalu diasumsikan, akibat perubahan kebijakan moneter di Amerika Serikat. Dolar Amerika Serikat melemah atas banyak mata uang dunia, terutama emerging markets, setelah The Fed bertahan tidak menaikkan suku bunga.
The Fed, pada Rabu malam (30/1) waktu Jakarta, mempertahankan tingkat bunga di kisaran 2,25% hingga 2,5%. Komite Kebijakan The Fed yang dikenal dengan sebutan FOMC atau Federal Open Market Committee, mesti bersabar mengantisipasi pelambatan ekonomi global.
Akibatnya, dolar AS terus melemah, dan mata uang dunia yang lain, sebaliknya, terus menguat. Menutup bulan Januari, bahkan rupiah menjadi mata uang yang menguat paling besar di Asia. Di belakang rupiah, penguatan terbesar dialami Yen yang naik 0,39% dan Won yang terapresiasi 0,33%.
Tahun lalu, saat rupiah menuju Rp15.000 per dolar AS, banyak sekali meme bully-an yang beredar cepat di grup-grup aplikasi pesan. Isinya hujatan. Namun, hari ini, saat rupiah berbalik menguat signifikan, tak ada pesta bersulang. Sepi apresiasi, apalagi kampai.

***

Terus terang, saya ingin mengapresiasi tim ekonomi pemerintah atas perbaikan berbagai indikator ekonomi akhir-akhir ini.
Memang tidak ada hubungan langsung antara apresiasi rupiah dan tim ekonomi. Namun, pergerakan harga di pasar finansial adalah indikator kepercayaan. Kalau terjadi kecenderungan harga turun, itu indikator kepercayaan yang menipis. Sebaliknya, kalau kecenderungan harga naik, itu berarti kepercayaan menebal. Simpel saja. Nggak usah terlalu njlimet.
Jika rupiah menguat lebih besar dibandingkan dengan mata uang negara lain di Asia, artinya juga simpel: indikasi bahwa pemilik modal dari Amerika menaruh kepercayaan lebih tebal terhadap Indonesia.
Begitu pula sebaliknya. Bisa soal stabilitas, prospek ekonomi, proyeksi risiko dan prospek return atas modal yang ditanamkan.
Untuk ini, ada penjelasannya. Soal moneter, jelas, bahwa Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo kian solid menjaga kebijakan berbasis stabilitas.
Bahkan, Bank Indonesia cenderung akan membiarkan rupiah menguat lebih lanjut, karena level saat ini masih undervalued. Karena itu, Bank Indonesia berupaya sekuat tenaga menjaga kepercayaan investor terhadap rupiah, agar terus menguat.
Lalu soal fiskal, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga membukukan kinerja mengesankan. Tak gamang oleh berbagai serangan, Menkeu Sri Mulyani konsisten dengan keyakinan atas pilihan kebijakan fiskal yang ditempuhnya.
Faktanya, Menkeu berhasil meletakkan landasan fiskal yang semakin kokoh. Salah satu indikatornya, dalam 3 tahun terakhir, Menkeu berhasil membalik tren defisit keseimbangan primer menuju ke arah positif.
Bayangkan saja, sejak tahun 2012, defisit keseimbangan primer dalam APBN pemerintah terus membengkak secara konsisten hingga tahun 2014. Puncak defisit keseimbangan primer terjadi pada tahun 2015. Tren tersebut berhasil dihentikan, sehingga berbalik mulai berkurang pada tahun 2016 dan 2017.
Bahkan pada tahun 2018, sudah hampir tidak ada lagi defisit keseimbangan primer dalam APBN Indonesia. Diproyeksikan keseimbangan primer dalam APBN tahun ini akan berbalik surplus. Ini capaian yang sangat tidak mudah, di tengah berbagai disrupsi dalam kegiatan ekonomi, dan dinamika global yang sangat kompleks yang memengaruhi kinerja APBN.
Lantas apa makna surplus keseimbangan primer? Kira-kira begini: di luar keperluan untuk membayar beban pokok dan bunga pinjaman yang telah terakumulasi dari tahun ke tahun, APBN tahun ini sudah tidak lagi membutuhkan pembiayaan defisit. Di atas kertas, tidak perlu utang lagi untuk membiayai operasional APBN. Artinya, secara teoritis profil APBN sehat sekali.
Saya kira, itu adalah berkat tangan dingin Sri Mulyani Indrawati.
Sebenarnya akan lebih sempurna, apabila penerimaan perpajakan juga dapat terus ditingkatkan. Jika hal itu dapat dilakukan, surplus keseimbangan primer akan terus membesar, sehingga secara perlahan akan mengurangi ketergantungan terhadap utang. Di sinilah titik yang perlu diperbaiki: Menkeu perlu menginjak gas lebih dalam untuk memacu reformasi perpajakan.
Di luar indikator moneter dan fiskal, terlalu gegabah bila dibilang catatan ekonomi Indonesia buruk. Tahun lalu, ekonomi Indonesia mampu tumbuh 5,17%. Ini disertai stabilitas harga-harga, yang ditandai dengan laju inflasi rendah, di kisaran 3,5%.
Itu tentu bukan sekadar angka statistik. Stabilitas ekonomi itu telah berdampak positif kepada pembangunan manusia secara keseluruhan. Banyak indikator pembangunan ekonomi yang, pinjam istilah Sri Mulyani, “truly matters to the people.”
Sebut saja angka kemiskinan terus menurun menjadi 9,66% dan gini rasio yang kian membaik.  Akan lebih panjang kalau dibuat daftar, seperti pemerataan infrastruktur sampai ke desa-desa dengan dana desa, perbaikan logistik nasional, kemudahan berbisnis dan lainnya.
Puncaknya, pada pekan pertama Februari ini, BPS mengumumkan pertumbuhan ekonomi 2018 mencapai 5,18%, terbaik sejak 2014. Setelah itu, PDB per kapita Indonesia dinyatakan memasuki kawasan kelas menengah atas, bukan lagi kelas menengah bawah.
Sekali lagi, tentu masih banyak pula catatan perbaikan yang diperlukan di banyak area pembangunan ekonomi.
Saya sih, cukup happy dengan berbagai indikator itu. Ada tanda-tanda gairah kemajuan, yang memberikan harapan perbaikan kehidupan masyarakat kita ke depan.
Namun, jangan-jangan, berbagai kecenderungan perbaikan indikator ekonomi ini malah bikin banyak pihak gigit jari. Bukan senang, justru malah tidak hepi, karena kehilangan peluru untuk mengolok-olok negeri sendiri.
Nah, bagaimana menurut Anda? (*)
  • Sumber: disunting dari rubrik Beranda Bisnis Indonesia edisi 1 Februari 2019. Judul asli: "Penguatan Rupiah yang Bikin Gigit Jari" 
🍏

ID: Dia menambahkan, keberhasilan kebijakan pangan saat ini dibuktikan juga dengan kondisi stok beras cadangan yang ada di Perum Bulog sebesar 2,20 juta ton. Standar cadangan beras nasional adalah 1 juta ton, artinya cadangan beras sekarang lebih dari dua kali lipat.
Kemudian, berdasarkan data survei BPS, stok beras yang berada di rumah tangga, pedagang, penggilingan, horeka, dan Bulog mencapai 8-9 juta ton. Pada saat itu, stok beras di Bulog antara 900 ribu sampai 1,50 juta ton.
“Jika dianggap data yang lain tetap, ditambah stok beras di Bulog 2,20 juta ton, stok beras nasional saat ini mencapai sekitar 10 juta ton. Jika konsumsi beras nasional 2,50 juta ton per bulan, artinya stok beras yang kita punya bisa mencukupi kebutuhan selama empat bulan,” kata Amran.
Belum lagi, lanjut Amran, masih ada potensi produksi dari tanaman padi yang tertanam hari ini di lahan seluas 3,88 juta ha. Apabila produktivitas 5,29 ton per ha maka menghasilkan sekitar 20 juta ton GKG atau menghasilkan beras sekitar 10 juta ton. Total beras yang dihasilkan mampu mencukupi kebutuhan selama empat bulan. Dengan demikian, stok beras saat ini bisa mencukupi kebutuhan hingga delapan bulan ke depan,” kata Amran.
Pada saat bersamaan, lanjut dia, Kementan terus mendorong transformasi pertanian dari pertanian tradisional ke pertanian modern. Dengan modernisasi target peningkatan produksi hasil pertanian menjadi lebih pasti untuk diwujudkan.
Sedangkan Winarno menambahkan, salah satu kunci peningkatan produksi pangan adalah transformasi pertanian dari tradisional ke pertanian modern. Pertanian modern yang dijalankan oleh petani turut mendongrak produksi komoditas pangan strategis.
Modernisasi pertanian tidak hanya sebatas inovasi alat dan mesin pertanian, tapi juga perubahan dalam manajemen tanam. Petani yang semula hanya menanam sekali setahun, sekarang sudah bisa menanam dua hingga tiga kali setahun. Dengan manajemen tanam yang baru, setiap hari terjadi olah tanah, tanam, dan panen. Dengan produktivitas petani yang meningkat, hasil produksi pun turut terdongkrak. (tl)
🌿

Bisnis.com, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sebesar 5,17% pada 2018 dapat membawa berkah maupun musibah bagi Presiden Joko Widodo. Pasalnya, meski capaian itu lebih tinggi dari realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 5,07%, tapi masih di bawah angka yang dijanjikannya pada Pemilu 2014, yaitu 7%.
Sejak Jokowi menjabat presiden, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia ada di angka 5%. Pada 2015, pertumbuhan ekonomi tercatat sebesar 4,88%, kemudian angka itu naik menjadi 5,03% pada 2016.
Pada 2017, pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 5,07%, dan naik lagi ke angka 5,17% pada tahun lalu. Laju pertumbuhan ekonomi Indonesia selalu naik sejak Jokowi menjabat presiden, tapi tak beranjak dari angka 5%.
Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin Irma Suryani Chaniago menganggap pertumbuhan ekonomi Indonesia tergolong baik jika dibandingkan dengan kondisi negara-negara tetangga. Dia mendasarkan argumennya pada angka pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal II/2018.
“Saat itu, ekonomi Indonesia tumbuh 5,27% year-on-year (yoy). Sementara itu, Malaysia tumbuh 4,5%, Singapura 3,8%, Thailand 4,6%. Indonesia hanya kalah dari Filipina yang tumbuh 6%. Bayangkan di tengah carut marut ekonomi global, kita masih bisa survive di angka 5,27%,” ujar Irma kepada Bisnis, Kamis (7/2/2019).
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi yang rata-rata di angka 5% selama 2015-2018 tidak berarti buruk. Jika kondisi perekonomian global sedang bagus, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia diyakini bisa lebih tinggi lagi.
Karyawan menata uang di Cash Center PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI), Jakarta, Kamis (20/12/2018)./JIBI-Abdullah Azzam
Anggota Komisi IX DPR RI itu juga menyinggung membaiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebagai prestasi pemerintahan Jokowi. Irma mengatakan jika ekonomi memburuk, tidak mungkin saat ini nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp14.000.
“Bahkan, hebatnya, penerimaan negara malah surplus pada 2018,” tambahnya.
Pembangunan infrastruktur dan deregulasi kebijakan terkait ekonomi dinilai dapat membuat target pertumbuhan ekonomi di angka 7% menjadi tidak mustahil.
Belum Cukup
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (6/2), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 ditopang tingginya Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga (PK-RT) sebesar 2,74%. Setelah itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) sebesar 2,17% dan komponen lainnya 0,26%.
Tingginya kontribusi PK-RT terhadap pertumbuhan ekonomi dianggap positif oleh Irma, meski sejak awal Jokowi kerap menyebut hendak mengubah paradigma masyarakat dari yang gemar konsumsi menjadi produktif.
“Tentu [hal positif], tetapi memang butuh keleluasaan APBN dan waktu yang cukup karena mengubah paradigma masyarakat tidak seperti membalikkan telapak tangan,” tuturnya.
Pandangan serupa disampaikan anggota Dewan Pakar Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno Drajad Wibowo. Dia menganggap proporsi konsumsi rumah tangga dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih wajar.
Meski begitu, Drajad menilai pertumbuhan konsumsi di Indonesia stagnan. Hal ini kemudian disebut berdampak pada lambannya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
“Justru pertumbuhan konsumsi yang stagnan ini yang berperan besar terhadap stagnannya pertumbuhan ekonomi Indonesia,” paparnya.
Pengunjung mengamati mobil baru yang dipamerkan di pusat perbelanjaan di Bandung, Jawa Barat, Rabu (26/12/2018)./JIBI-Rachman
Berdasarkan rilis BPS, sepanjang 2018 PK-RT tumbuh sebesar 5,05%. Pada 2017, laju pertumbuhan PK-RT ada di angka 4,94%, menurun dibanding periode 2016 sebesar 5,01%.
Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik, hal tersebut dianggap tidak cukup oleh lawan politik Jokowi pada Pemilu 2019. Drajad berpendapat pertumbuhan ekonomi harusnya bisa lebih dari 5,17%.
Wakil Ketua Dewan Kehormatan PAN itu menyebut gencarnya belanja infrastruktur selama pemerintahan Jokowi gagal mengangkat perekonomian nasional. Dia juga mengkritisi kesalahan proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dimiliki pemerintah dan tertuang dalam APBN 2018.
“Pemerintah melalui APBN memproyeksikan [pertumbuhan] 5,4%. Kedua, rata-rata pertumbuhan 2015-2018 hanya sekitar 5%. Padahal, Presiden Jokowi menjanjikan pertumbuhan 7% per tahun. Jadi wajar jika janji tersebut ditagih, baik oleh pesaing politik maupun pelaku usaha,” terang Drajad.
Dia berpandangan harusnya belanja infrastruktur yang masif di era kepemimpinan Jokowi dapat menyumbangkan pertumbuhan ekonomi besar. Tata kelola belanja infrastruktur pemerintah pun diduga ada yang salah.
“Bandingkan dengan Amerika Serikat saat the Great Depression. AS keluar dari depresi ekonomi itu melalui pembangunan infrastruktur besar-besaran. Belanja infrastruktur menjadi sebuah stimulus Keynesian. Di Indonesia, selama periode Pak Jokowi, belanja infrastruktur malah gagal menjadi stimulus Keynesian,” ujar Drajad.
Tak Berhasil Penuhi Janji
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda menganggap perekonomian Indonesia tidak stagnan karena adanya pertumbuhan dibanding tahun sebelumnya. Tetapi, Jokowi tetap disebut gagal memenuhi janjinya yakni meningkatkan pertumbuhan ekonomi menjadi 7% per tahun.
Meski demikian, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% dinilai cukup baik jika melihat kondisi perekonomian saat ini.
“Inflasi bisa kita jaga di angka 3,13%. Maka dari itu, tingkat konsumsi rumah tangga kita naik. Konsumsi rumah tangga ini penting mengingat lebih dari separuh PDB berasal darinya. Investasi fisik yang digambarkan oleh PMTB juga menunjukkan kinerja positif,” jelasnya.
Seorang pekerja berdiri di antara tumpukan karung gula./Bloomberg
Perhatian khusus diberikan kepada tingginya angka impor 2018, yang diduga bersumber pada masifnya pembangunan infrastruktur. Komponen infrastruktur disebut masih banyak menggunakan barang-barang dari luar negeri.
Selain itu, impor komoditas pangan juga masih tinggi, misalnya gula.
Dari catatan BPS, net ekspor berada dalam posisi minus 0,99% sedangkan impor tumbuh 12,04%.
Pemerintah pun disarankan untuk terus mendorong peningkatan kontribusi PMTB terhadap pembentukan PDB dan diharapkan tetap menjaga tingkat konsumsi rumah tangga agar pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek tidak minus.
“Jika kita biarkan konsumsi rumah tangga turun, pertumbuhan ekonomi bisa-bisa minus karena kontribusinya sekarang yang besar,” tutur Huda.

🍓



JAKARTA okezone - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia sebesar USD3.927 atau sekitar Rp56 juta per kapita per tahun. Angka tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Pada 2017, angka PDB per kapita Indonesia sebesar Rp51,9 juta. Sedangkan pada 2016, angka PDB per Kapita Indonesia sebesar Rp47,9 juta.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka tersebut didapatkan dari total PDB berdasarkan harga pelaku yang dirangkum selama 2018. Kemudian angka tersebut dibagi dengan jumlah penduduk Indonesia di 2018.
"PDB per kapita pada 2018 Rp56 juta. Jadi total PDB dasar harga pelaku dibagi jumlah penduduk. Kalau secara dolarnya adalah USD3.927," ujarnya dalam acara konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Kenaikan PDB menjadi salah satu faktor untuk mengetahui angka pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sebab PDB ini merangkum pendapatan negara dari berbagai sektor.
Secara lebih rincinya, PDB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu negara tertentu. Atau juga bisa diartikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi
Dengan PDB per kapita Rp56 juta, maka pada 2018 pertumbuhan ekonomi Indonesia berada ditangan 5,17%. Angka ini merupakan yang tertinggi sejak tahun 2014 lalu.
Pada 2014 pertumbuhan ekonomi hanya tumbuh 4,88%, kemudian 2015 sebesar 5,03%. Sementara itu di 2016 tumbuh 5,03% dan 2017 sebesar 5,07%.
"Pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2018 5,17%. Ini capaian yang cukup menggembirakan," ucapnya.
Adapun sumber pertumbuhan ekonomi tertinggi Indonesia di 2018 yakni konsumsi rumah tangga sebesar 2,74%. Konsumsi rumah tangga sendiri meningkat sebesar 5,08% lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2018 yang tumbuh 5,00%.
"Pertumbuhan ekonomi yang menjadi penunjang tertinggi memang konsumsi rumah tangga," ucapnya.
Adapun pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga antara lain dipengaruhi penjualan eceran yang tumbuh 4,74% dan penjualan wholeshale sepeda motor dan mobil yang tumbuh masing-masing 7,44% dan 5,42%.
Selain itu, ada peningkatan nilai transaksi uang elektronik, kartu debit yang tumbuh 13,77%. Ini lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2017 yang hanya tumbuh 9,06%.
"Penjualan mobil sampai ketingkat dieler mencapai 294.657 unit di triwulan IV. Penjualan sepeda motor bagus naik sebesar 7,44% atau sebesar 1.660.866 unit," jelasnya.

🍛




Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -
Pemilik Mahaka Group Erick Thohir menilai bila pembangunan infrastruktur sama dengan membangun peradaban, sehingga kebijaksanaan pemerintah dalam membangun infrastruktur menjadi sebuah peluang. 
Ia mengatakan jika infrastruktur dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di dunia usaha. Hal tersebut bisa terlihat, ditengah ketidak pastian global, ekonomi Indonesia masih tumbuh stabil di kisaran 5%, dan menjadi tertinggi keempat diantara negara -negara G20.
"Bahkan lebih tinggi dari AS yang hanya tumbuh 2,9%. Indonesia hanya kalah dari Turki sebesar 5,5% dan India 8%," katanya, di Jakarta Kamis, (31/1/2019).
Menurutnya, tantangan kedepan yang bakal dihadapi yakni bagaimana mendorong  pertumbuhan ekonomi tidak hanya berpusat di kota, tetapi  juga di daerah. "Tantangan lain, tingkat pendidikan di Indonesia masih rendah. Bagaimana kita mau bersaing kalau kondisinya seperti ini," jelasnya. 
Lebih lanjut Ia menuturkan bahwa di era revolusi industri 4.0 ini Indonesia memiliki peluang yang besar karena didukung oleh sisi manusia yang mempunyai rasa atau sifat empati dan kreatifitas lebih, dibandingkan sebuah mesin atau robot.

"Pembangunan dan inovasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah, saya optimis Indonesia dapat menjadi negara yang maju, memiliki struktur ekonomi maju dan berkelanjutan, serta mampu bersaing di era revolusi industri 4.0," pungkasnya. 
🌽


Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dinilai terlalu bergantung dengan komoditas, hal inilah yang membuat pertumbuhan ekonomi negara sulit terbebas dari angka 5%.

Ekonom Bank Mandiri Dendi Ramdani menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa di atas 6% pada 2011-2012 silam disebabkan dengan harga komoditas yang kala itu tengah booming. Saat itu harga minyak US$ 100 per barel dulu, CPO ada di US$ 1000 per ton, harga batubara di atas US$ 100 dolar per ton, dan komoditas karet harganya di US$ 6-7 per kilo. 

"Walaupun kita net importir, tapi ekspor kita waktu itu juga besar. Nah, waktu harga komoditas turun ya, otomatis drop (ekonomi kita)," terang Dendi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Senin (28/1/2019).


Untuk itu, lanjutnya, Indonesia harus mengubah tulang punggung ekonominya, dari ketergantungan akan komoditas menjadi industrialisasi.

Masalahnya, siapkah RI?

Dendi menilai, untuk mencapai peningkatan industrialisasi juga dibutuhkan peningkatan daya saing. Ada tiga hal krusial yang perlu diperhatikan agar daya saing Indonesia meningkat.

Yang pertama, tutur Dendi, yakni masalah yang berkaitan dengan biaya logistik. Interaksi antar spot-spot ekonomi perlu didekatkan, terintegrasi, dan biaya rendah.

Kedua, yaitu masalah yang ada di lingkungan institusional, ada birokrasi, perizinan, dan prosedur yang berkaitan dengan iklim investasi. Yang ketiga, berkaitan dengan sumber daya manusia (SDM).

"Yang ini memang lebih susah lagi karena berkaitan dengan manusia, untuk SDM kita relatif cukup bagus, tapi masih bisa diperbaiki lagi. Ini tiga masalah fundamental," kata Dendi.

Ia juga mengatakan, saat ini sudah ada beberapa industri yang menunjukkan pertumbuhan yang relatif baik, terutama industri-industri yang berorietasi domestik, seperti makanan dan minuman, dan tekstil yang beberapa waktu terakhir membaik karena terbukanya peluang pasar yang lebih luas, misalnya di Amerika Serikat.

"AS tadinya tergabung dalam Trans Pacific-Partnership (TPP), tapi kemudian menarik diri. Membuat Indonesia mempunyai level playing field yang sama dengan Vietnam karena tarifnya sama," jelasnya. 

"Lalu, kalau kita lihat spot-spot kawasan industri atau special economic zone, nah itu arahnya ke hilirisasi, artinya kita mengolah sumber daya alam yang kita punya, dan itu memang lg berjalan, misalnya di Sei Mangkei sudah ada pengolahan CPO, Palembang di Bagansiapi-api itu juga ada untuk pengolahan karet, dan sebagainya," tambah Dendi.

Ia mengakui, memang belum semuanya beroperasi dengan maksimal, sehingga membuat pertumbuhan industri cenderung belum berdampak signifikan. Sebab, untuk membangun investasi baru memang membutuhkan waktu yang cukup lama sampai investasi baru tersebut bisa berfungsi optimal.

"Yang underutilize ini yang perlu didorong, ada dua yang besar itu, tekstil yang jelas kita punya kapasitas, yg kedua otomotif. Kapasitas otomotif kita itu 1,9 juta unit, baru terpakai 1,3 juta," imbuh Dendi.

"Ada 1,1 juta unit untuk konsumsi domestik, sekitar 200-30

0 unit untuk ekspor. Jadi ada sekitar hampir 500 ribu unit dan ini yang terus diupayakan untuk bisa fully utilized," tandas Dendi.


🍅

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2019, indeks sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi tercatat bergerak paling kuat di antara sektor saham lainnya, yakni sebanyak 7,53%. Penguatan tersebut, juga tercermin dari saham-saham sektor pelayaran yang cenderung menguat.
Beberapa saham pelayaran tunjukkan penguatan signifikan seperti MBSS yang menguat 25%, saham LEAD menguat 30%, SOCI naik 25,19%, SMDR naik 9,68% dan BULL menguat 7,69%. Meskipun begitu, beberapa saham juga masih catatkan koreksi seperti SHIP yang koreksi 7,18% dan TMAS sebanyak 11,88% sepanjang 2019.

Analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji mengatakan, penopang indeks sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi, cenderung berasal dari emiten berbasis kapitalisasi pasar besar, seperti JSMR dan PGAS. Sedangkan sektor pelayaran, dinilai belum menunjukkan penguatan dan cenderung sideways.
Selain ditopang kinerja emiten berbasis kapiltalisasi besar, menguatnya indeks sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi juga terdorong sentimen January effect. Di mana, pasar cenderung melakukan akumulasi beli untuk meningkatkan performa mereka.
"Saham saham basis pelayaran, kinerjanya masih belum tunjukkan tanda tanda positif kalau dilihat dari fundamentalnya, kecuali BULL," kata Nafan kepada Kontan.co.id, Senin (28/1).
Menurut dia, meskipun sebagian besar valuasi saham emiten pelayaran masih terbilang murah, namun hal tersebut belum bisa menjadi acuan bagi investor untuk melakukan akumulasi beli. Investor diminta untuk tetap memperhatikan fundamental perusahaan.
Adapun emiten yang dinilai memiliki fundamental positif yakni saham BULL. Selain valuasinya murah, pergerakan sahamnya dianggap masih cukup menarik. Untuk jangka menengah, investor direkomendasikan untuk akumulasi beli dengan target harga Rp 163.
Selain itu, saham SMDR juga dianggap menarik untuk akumulasi beli oleh investor, dengan target harga di Rp 378 jangka menengah. Berdasarkan RTI, saham BULL hari ini (28/1) menguat 0,80% di harga Rp 126, sedangkan saham SMDR ditutup naik 0,59% ke level Rp 340.
Untuk saham pelayaran seperti MBSS, SOCI dan LEAD, meskipun memiliki valuasi yang cenderung murah, Nafan merekomendasikan untuk hold. Hal ini mengacu pada kondisi fundamental saham saham tersebut. MBSS dan LEAD masih mencatatkan net loss, sedangkan kinerja fundamental SOCI cenderung masih turun.
"Secara keseluruhan, peluang sektor infrastruktur, utilitas dan transportasi untuk jadi indeks pemimpin di 2019 masih sangat terbuka, begitu juga prospek saham pelayaran. Namun, investor tetap harus memperhatikan fundamental emiten sebelum memilih," tandasnya.

🍐
Merdeka.com - PT Pertamina Internasional EP berhasil menaikkan produksi minyak dan gas (migas), hingga 153 ribu barel setara minyak (Barel Oil Equivalent Per Day (BOEPD) pada 2018.
Stakeholder Relation Communication Manager, Khairul Saleh mengatakan, produksi migas Pertamina Internasional EP (PIEP) terdiri dari minyak 102 ribu barel per hari dan gas 299 MMSCFD. Dari capaian produksi migas tersebut, perusahaan meraih pendapatan senilai USD 1,2 miliar dengan EBITDA mencapai USD 703 juta.
"Untuk lifting minyak yang dibawa pulang ke Indonesia sebesar 6,5 juta barel," kata Khairul, di Jakarta, Senin (21/1).
Dia mengungkapkan, kenaikan angka produksi tersebut diperoleh dari program kerja organik operasi PIEP, serta akuisisi anorganik Korporat Pertamina.
Di samping itu, kapasitas PIEP sebagai operator di lapangan Menzel Lejmet North (MLN), Aljazair juga ditunjukkan melalui suksesnya kegiatan pengeboran pertama di kawasan Gurun Sahara pada Juni 2018.
Selain mengembangkan aset-aset yang telah ada, PIEP juga telah menambah satu aset baru sehingga kini PIEP memiliki total dua belas aset yang tersebar di dua belas negara yaitu Aljazair, Malaysia, Irak, Gabon, Tanzania, Nigeria, Kanada, Kolombia, Prancis, Italia, Namibia, dan Venezuela.
Khairul melanjutkan, untuk kegiatan operasi proyek pengembangan Phase-4 di Aljazair mampu mencatatkan efisiensi biaya hingga USD 16 juta, serta waktu pengeboran yang lebih cepat 15-19 hari dari rencana awal.
PIEP berinovasi dengan mengembangkan teknologi geospasial,untuk membantu penentuan titik sumur pengeboran guna menghindari potensi geohazard seperti banjir atau lereng tidak stabil.
Selain itu, implementasikan konsep After Action Review di PIEP yang telah dimanfaatkan oleh perusahaan untuk mempercepat pengambilan keputusan, sehingga proses pengeboran berjalan lebih cepat dan hemat biaya.
"Tak hanya itu, PIEP juga telah mencapai ISRS 8 Level 5, Zero Fatality & No Lost Time Injury sejak perusahaan beroperasi pada 2013," ujar dia.
(mdk/idr)
🍐



Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang dikukur dalam rasio gini pada September 2018 mencapai 0,384 atau turun dibanding Maret sebesar 0,389.
“Ketimpangan menurun baik level pedesaan maupun di perkotaan,” kata Kepala BPS, Suhariyanto, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (15/1/2019).
Dalam skala rasio gini, poin 0 menunjukkan tak ada kesenjangan sama sekali. Sedangkan angka 1 menunjukkan ketimpangan mutlak.
Dia menjelaskan rasio Gini di kota pada September lalu tercatat mencapai 0,391 atau turun dibanding Maret 2018 yang mencapai 0,401. Kondisi serupa terjadi pada rasio gini di daerah perdesaan dimana mencapai 0,319 pada September turun dibandingkan Maret 2018 yang sebesar 0,324.
“Untuk menurunkan rasio gini kita perlu upaya luar biasa. Kita perlu memperbaiki distribusi pendapatan dari bawah hingga ke atas, perlu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas sehingga bisa dinikmati seluruh lapisan masyarakat,” tambahnya. 
Suhariyanto juga menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan tingkat ketimpangan pengeluaran. Di antaranya, kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018- September 2018 untuk kelompok 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut sebesar 3,55%; 3,40%; dan 1,28%.
Berdasarkan data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), menurut Suhariyanto, terjadi peningkatan rata-rata pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40% terbawah dan 40% menengah meningkat lebih cepat dibanding penduduk kelompok 20% teratas.
Selain itu di perkotaan, BPS juga mencatat kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018- September 2018 untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut adalah sebesar 4,49%;3,94%;dan 0,56%.
Hal yang sama juga terjadi diperdesaan. kenaikan rata-rata pengeluaran perkapita Maret 2018- September 2018 untuk kelompok penduduk 40% terbawah, 40% menengah, dan 20% teratas berturut-turut adalah sebesar 2,97%;2,04%;dan 0,33%.

🍆


Jakarta, CNBC Indonesia - Badan Pusat Statistik (BPS) pada hari ini juga merilis profil kemiskinan periode September 2018. 

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada September 2018 mencapai 25,67 juta orang, yang merupakan 9,66% dari total penduduk Indonesia. Dimana 60% diantaranya berada di pedesaan (15,54 juta jiwa), dan 40%berada di perkotaan (10,13 juta jiwa).

Ini berarti sejak September 2017, jumlah penduduk dengan kategori miskin sudah berkurang sebanyak 908,4 ribu jiwa.


Sejak 2003 hingga September 2018, tingkat kemiskinan memang mengalami pola penurunan. Anomali terjadi pada tahun 2006, September 2013, dan Maret 2015 dimana jumlah penduduk miskin tercatat meningkat. Menurut BPS, kenaikan tersebut disebabkan oleh kenaikan harga kebutuhan pokok akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak



Tercatat sepanjang September 2017-September 2018, penduduk miskin di pedesaan berkurang 770 ribu orang, sedangkan di perkotaan hanya berkurang 140 ribu orang.

Berkurangnya jumlah kemiskinan di Indonesia juga diikuti pergerakan garis kemiskinan. 

Pada September 2018, Garis Kemiskinan (GK) tercatat berada di posisi Rp 410.670/kapita/bulan. Ini berarti meningkat 6,07% atau Rp 9.450 dari periode September 2017 yang berada di posisi Rp 401.220/kapita/bulan.

Garis kemiskinan utamanya disumbang oleh komoditas makanan, yaitu sebesar 76,47% di pedesaan dan 71,38% di perkotaan. Sedangkan komoditas bukan makanan hanya menyumbang 23,35% di pedesaan dan 28,62% di perkotaan. 

Artinya, bila harga bahan makanan meningkat, akan berpotensi besar meningkatkan angka kemiskinan.

Menariknya, dalam kelompok komoditas makanan peringkat kedua yang memiliki kontribusi paling tinggi adalah Rokok Kretek Filter (10,39% di perkotan dan 10,06% di pedesaan).

Ini berarti, Rokok Kretek Filter seharusnya masuk ke dalam prioritas barang yang harus dijaga harganya oleh pemerintah, setelah Beras, demi menjaga tingkat kemiskinan nasional. 
Sumber: Badan Pusat Statistik



Menurut BPS, beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan selama periode Maret 2018-September 2018.

Pertama, nominal rata-rata upah buruh tani per hari pada September 2018 naik sebesar 2,07% dibanding Maret 2018. Terlebih lagi, secara riil upah butuh tani naik 1,6%. Selain itu Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan salah satu indikator kesejarteraan petani juga naik 1,21% dari Maret 2018.

Kedua, selama periode Maret 2018-September 2018 inflasi umum terbilang cukup rendah, yaitu berada sebesar 0,94%.

Ketiga, secara nasional harga eceran beberapa komoditas pokok tercatat mengalami penurunan, dimana beras turun 3,28%, daging sapi turun 0,74%, minyak goring turun 0,92%, dan gula pasir turun 1,48%.

Keempat, pertumbuhan pengeluaran per kapita per bulan untuk penduduk yang berada di 40% lapisan bawah lebih besar daripada peningkatan garis kemiskinan. 

Selain itu, BPS juga merilis data rasio gini Indonesia selama pada periode September 2018.

Rasio gini merupakan gambaran atas ketimpangan pengeluaran penduduk, dimana bila nilainya 0 sempurna maka berarti setiap penduduk memiliki tingkat pengeluaran yang sama. 

Sedangkan Bila nilainya 1, maka artinya pengeluaran penduduk sangat timpang satu sama lain.

Dalam Laporannya BPS mencatat rasio gini sebesar 0,384. 

Jumlah tersebut menurun dari capaian Maret 2018 yang sebesar 0,007 dan lebih kecil dari September 2017 yang sebesar 0,391.



Berdasarkan daerah tempat tinggal, rasio gini di daerah perkotaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,391, turun dibanding  Maret 2018 yang sebesar 0,401 dan September 2017 yang sebesar 0,404.

Sedangkan di daerah perdesaan pada September 2018 tercatat sebesar 0,319, turun dibanding Maret 2018 yang sebesar 0,324 dan September 2017 yang sebesar 0,320.
Foto: Sumber: Badan Pusat Statistik


Turunnya nilai rasio gini sejatinya adalah hal yang bagus. Sebab, bisa menjadi indikator jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang semakin mengecil.

Berdasarkan catatan yang ditulis BPS, menurunnya tingkat ketimpangan penduduk disebabkan karena adanya kenaikan ratarata pengeluaran perkapita per bulan penduduk kelompok 40 persen terbawah dan 40 persen menengah meningkat lebih cepat dibanding penduduk kelompok 20 persen teratas. 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(taa/dru)

🍑


Bisnis.com, JAKARTA – Tujuh negara emerging markets saat ini diperkirakan berada di antara deretan 10 negara dengan ekonomi terbesar di dunia pada pada tahun 2030 mendatang.

Dilansir Bloomberg, prediksi perombakan peringkat ekonomi dunia ini, yang didasarkan pada produk domestik bruto (PDB) masing-masing negara, merupakan perkiraan jangka panjang baru yang dihimpun oleh Standard Chartered Plc.
Ketujuh negara tersebut antara lain China, India, Indonesia, Rusia, Turki, Brazil, dan Mesir. Proyeksi ini mencakup China yang menjadi negara dengan ekonomi terbesar pada tahun 2020, berdasarkan nilai tukar paritas daya beli dan PDB nominal.
Sementara itu, ekonomi India diperkirakan akan lebih besar daripada Amerika Serikat (AS) dalam periode waktu yang sama, sedangkan Indonesia akan masuk ke dalam peringkat 5 besar ekonomi dunia.
“Proyeksi pertumbuhan jangka panjang ini berdasarkan satu prinsip utama, yaitu porsi negara-negara tersebut dari PDB dunia pada akhirnya harus menyatu dengan porsi mereka dari populasi dunia, didorong oleh konvergensi PDB per kapita antara ekonomi maju dan berkembang," ungkap Ekonom Standard Chartered yang dipimpin oleh David Mann, seperti dikutip Bloomberg.
Mereka memproyeksikan pertumbuhan tren untuk India meningkat menjadi 7,8% pada tahun 2020-an, sedangkan pertumbuhan China diperkirakan lebih moderat hingga 5% pada 2030 yang mencerminkan perlambatan alami mengingat ukuran ekonomi yang sudah besar.
Porsi Asia terhadap PDB global, yang naik menjadi 28% tahun lalu dari 20% pada 2010, kemungkinan akan mencapai 35% pada tahun 2030, setara dengan porsi PDB gabungan dari zona euro dan AS.
Ekonom Standard Chartered juga menyimpulkan bahwa memudarnya momentum reformasi di negara emerging markets juga membebani pertumbuhan produktivitas.
Selain itu, akhir dari era pelonggaran kuantitatif dapat berarti adanya peningkatan tekanan pada ekonomi untuk mereformasi dan menghidupkan kembali tren produktivitas
Standard Chartered juga memperkirakan bahwa penduduk kelas menengah berada pada titik kritis, dengan mayoritas populasi dunia memasuki kelompok pendapatan tersebut pada tahun 2020
Pertumbuhan kelas menengah yang didorong oleh urbanisasi dan pendidikan akan membantu mengatasi dampak tren penuaan populasi yang cepat di banyak negara termasuk China, ungkap mereka.
Adapun menurut laporan Standard Chartered 10 negara yang menjadi rising starberdasarkan PBB dipimpin oleh China di urutan pertama. Kemudian India, USA, Indonesia di urutan ke empat, dan Turki.
Selanjutnya, Brasil, Mesir,  Rusia, Jepang dan terakhir adalah Jerman.

🍇

Bisnis.com, JAKARTA – Sektor manufaktur Indonesia terus berekspansi pada akhir tahun 2018, melawan tren perlambatan manufaktur di Asia pada bulan Desember.
Data Indeks Manajer Pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) yang dirilis IHS Markit, Rabu (2/1/2019) menunjukkan peningkatan ekspansi pada output, dan lonjakan pada permintaan baru.
PMI sektor manufaktur tercatat ke posisi 51,2 pada bulan Desember 2018 dari 50,4 pada bulan sebelumnya. Angka ini menunjukkan adanya perbaikan pada kondisi kesehatan manufaktur.
Meski pertumbuhan meningkat pada bulan Desember, data rata-rata PMI selama kuartal IV/2018 menjadi yang paling rendah pada tahun 2018.
Pertumbuhan ini antara lain didorong oleh tingkat permintaan yang menunjukkan pemulihan. Sementara itu, total bisnis baru juga naik pada akhir tahun, didorong oleh penguatan permintaan domestik.
Data  PMI memberikan gambaran tentang kinerja manufaktur di suatu negara yang berasal dari survei seputar output, permintaan baru, ketenagakerjaan, inventori, dan waktu pengiriman.
Kepala Ekonom di IHS Markit, Bernard Aw mengatakan pertumbuhan aktivitas manufaktur di Indonesia menandakan akhir yang baik pada tahun ini. Meskipun rata-ata kuartal IV menjadi yang terendah di tahun 2018, indikator PMI lainnya mengarah pada prospek cerah pada tahun 2019.
“Pertama, survei Nikkei terbaru menunjukkan tanda-tanda penguatan kondisi permintaan. Permintaan baru naik untuk pertama kalinya dalam empat triwulan selama bulan Desember, terutama didorong oleh pasar domestik. Sementara itu, ekspor terus menurun meski pada kisaran yang lebih kompetitif,” ungkap Bernard dalam rilis IHSG Markit yang dikutip Bisnis.com, Rabu (2/1/2018).
Selain itu, Bernard mengatakan peningkatan kapasitas operasional perusahaan yang peningkatan lapangan kerja di Desember yang paling kuat dalam empat bulan terakhir juga turut menjadi indikator positif pertumbuhan.
“Ketiga, kepercayaan bisnis bertahan tinggi, dengan lebih dari 45% perusahaan memperkirakan kenaikan output pada tahun mendatang,” lanjutnya.
“Stabilisasi rupiah terhadap dolar AS yang terjadi belakangan ini membantu menahan tekanan inflasi. Survei PMI menunjukkan biaya produksi naik pada akhir tahun, namun pada kisaran yang lebih rendah dibandingkan dengan beberapa bulan terakhir.”  
Ekspansi manufaktur di Indonesia ini berbanding terbalik dengan sejumlah negara lainnya di Asia. Berdasarkan data IHSG Markit, PMI sektor manufaktur China  turun menjadi 49,7 dari 50,2, level terendah terendah sejak Mei 2017.
Sementara itu, PMI Malaysia turun menjadi 46,8 dari 48,2, dengan angka pesanan baru berada pada posisi terlemah sejak Mei, sedangkan PMI Korea Selatan tetap berada di wilayah kontraksi untuk bulan kedua berturut-turut, dengan ekspor jatuh pada bulan Desember.

🍝


Bisnis.com, JAKARTA – Moody’s Investors Service memperkirakan kondisi utang (credit conditions) untuk perusahaan non-keuangan di Indonesia akan tetap stabil selama 12 bulan ke depan.
"Untuk 2019, kami memperkirakan pertumbuhan laba moderat sekitar 4% untuk perusahaan Indonesia yang kami nilai, meskipun ada tekanan dari kenaikan suku bunga, depresiasi rupiah terhadap dolar AS, serta risiko politik, sosial dan ekonomi menjelang pemilu 2019," ungkap Jacintha Poh, Wakil Presiden dan Senior Credit Officer Moody’s dalam rilisnya yang diterima Bisnis.com, Kamis (22/11/2018).
Moody’s juga mengatakan bahwa untuk peningkatan kualitas kredit perusahaan akan dibatasi oleh pengeluaran modal mereka yang dibiayai utang yang tinggi dan fakta bahwa perusahaan-perusahaan ini beroperasi dalam lingkungan peraturan yang berkembang.
Sementara itu, Briand Grieser, Wakil Presiden dan Senior Credit Officer Moody’s  mengatakan leverage dan cakupan bunga akan melemah secara umum meskipun masih dalam batas-batas sederhana, karena meningkatnya tingkat utang dan biaya pendanaan.
"Risiko refinancing tetap dapat dikelola pada 2019, tetapi akan meningkat pada 2021-2022, dipimpin oleh emiten dengan kinerja tinggi di sektor pertambangan dan properti,” ungkapnya.
Rilis Moody's yang berjudul, "Perusahaan non-keuangan - Indonesia: 2019 Outlook," ini mengatakan bahwa belanja modal sektor minyak dan gas yang besar akan menghasilkan leverage yang lebih tinggi.
Kinerja di sektor hulu didukung oleh harga minyak mentah yang sehat dan pertumbuhan volume produksi, tetapi kerugian di sektor hilir dari beban subsidi bahan bakar akan terus membebani arus kas operasional secara keseluruhan.
Pada sektor tambang dan jasa penambangan, Moody's memperkirakan laba akan terkontraksi pada 2019, menyusul asumsi harga batu bara termal dari Moody’s sebesar US$75 per ton. Di sisi lain, laba akan tetap kuat tangguh karena adanya peningkatan volume produksi dan stabilnya permintaan.
Di sektor properti, Moody's mengatakan bahwa metrik kredit perusahaan pengembang properti akan melemah pada 2018 dan 2019, karena meningkatnya belanja modal yang didanai utang, peningkatan biaya pendanaan, serta depresiasi rupiah.
Untuk sektor minyak sawit, perusahaan dengan kontribusi lebih besar dari penjualan hulu paling rentan terhadap penurunan harga minyak sawit mentah.
Sementara itu, perusahaan di sektor tekstil diperkirakan mencatat pertumbuhan pendapatan selama 12-18 bulan ke depan, didorong oleh ekspansi permintaan dan kapasitas yang kuat.
Adapun pada sektor telekomunikasi, Moody’s memperkirakan perusahaan di sektor ini akan mencatat tingkat pertumbuhan yang lebih lambat yang mencapai hanya 4% -6% untuk 2018 dan 2019, karena pertumbuhan pendapatan dari data tidak akan mengimbangi penurunan pendapatan dari layanan suara dan SMS.
🌸


Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat kenaikan net kewajiban di kuartal lalu.
Pada akhir kuartal III- 2018, PII Indonesia mencatat net kewajiban US$ 297,03 miliar (28,5% terhadap Produk Domestik Bruto/PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan posisi net kewajiban pada akhir kuartal II-2018 yang tercatat sebesar US$ 296,93 miliar. 
 Sebagai catatan, PII menggambarkan seberapa besar investasi Indonesia di luar negeri dan berapa investasi asing di dalam negeri.  Seperti sudah diketahui, jumlah investor asing yang berinvestasi di dalam negeri jauh lebih besar dibandingkan jumlah investor asal RI yang menanamkan modal di luar. Alhasil, wajar jika net kewajiban investasi asing pun sebegitu besarnya.  

Naiknya net kewajiban investasi di kuartal III-2018 sejalan dengan peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN) yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN).
"Posisi KFLN Indonesia meningkat sejalan dengan masuknya aliran modal asing," tulis BI di dalam laporannya. 

Pada akhir kuartal III-2018, posisi KFLN naik US$ 1,62 miliar dibandingkan kuartal sebelumnya, menjadi US$ 633,63 miliar. Sedangkan, posisi AFLN "hanya" naik US$ 1,52 miliar ke angka US$ 336,61 miliar.  
 Adapun kenaikan KFLN di kuartal lalu banyak disumbang oleh meningkatnya kewajiban untuk investasi lainnya, yang naik hingga US$ 3,08 miliar ke US$ 157,2 miliar.  Sedangkan, untuk pos kewajiban investasi langsung dan investasi portofolio masih mencatatkan penurunan, masing-masing sebesar US$ 161 juta dan US$ 1,3 miliar. Penurunan kewajiban investasi portofolio yang lumayan besar masih mengindikasikan penurunan nilai instrumen finansial domestik.
Sepanjang kuartal III-2018, investor mencatatkan jual bersih senilai Rp 51,17 triliun di pasar saham. Sedangkan, nilai tukar rupiah juga melemah 4,01% di periode yang sama.  
Indikator lainnya yang menunjukkan adanya tekanan capital outflow di pasar keuangan dalam negeri adalah menipisnya surplus transaksi modal dan finansial di Neraca Pembayaran Indonesia kuartal III-2018 menjadi US$ 4,17 miliar, dari kuartal sebelumnya sebesar US$ 4,53 miliar. Dengan kondisi demikian, wajar bahwa kewajiban investasi portofolio mengalami penurunan yang cukup signifikan di kuartal lalu. Artinya, masih ada indikasi bahwa investor asing belum cukup optimis pada kinerja ekonomi domestik. Sementara itu, dari sisi aset, AFLN RI meningkat terutama didorong oleh transaksi perolehan AFLN dalam bentuk investasi lainnya, yang naik hingga US$ 2,84 miliar ke US$ 118,9 miliar.  Sedangkan, untuk instrumen investasi langsung dan portofolio, masing-masing kenaikannya sebesar US$ 2,01 miliar dan US$ 1,62 miliar.   "Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan III 2018 masih tetap sehat. Hal ini tercermin dari rasio neto kewajiban PII Indonesia terhadap PDB yang relatif stabil di kisaran rerata negara peers sekitar 29%," tulis BI di situs resminya."Di samping itu, struktur neto kewajiban PII Indonesia juga didominasi instrumen berjangka panjang. Meski demikian, BI akan tetap mewaspadai risiko neto kewajiban PII terhadap perekonomian," tambah BI. Ke depan, BI meyakini kinerja PII Indonesia akan semakin baik sejalan dengan terjaganya stabilitas perekonomian dan berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia, didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural. TIM RISET CNBC INDONESIA


Jakarta - Bank Indonesia (BI) merilis data posisi investasi internasional (PII) Indonesia kuartal III 2018. Dari data BI tercatat neto kewajiban sebesar US$ 297 miliar atau 28,5% terhadap produk domestik bruto (PDB). Angka ini relatif sama dengan posisi neto kewajiban pada akhir kuartal sebelumnya.

PII Indonesia adalah neraca yang menunjukkan nilai dari aset atau tagihan dan kewajiban finansial Indonesia terhadap asing pada suatu waktu tertentu. Perkembangan tersebut sejalan dengan peningkatan posisi kewajiban finansial luar negeri (KFLN) yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan posisi aset finansial luar negeri (AFLN).

Yang termasuk KFLN adalah utang luar negeri, surat berharga, foreign direct investment (FDI). Kewajiban asing ini meningkat sejalan dengan mengalirnya modal asing ke dalam negeri. Pada akhir kuartal III 2018, posisi KFLN naik US$ 1,6 miliar atau 0,3% (qtq) menjadi US$ 633,6 miliar.

"Peningkatan posisi ini didorong oleh masuknya modal asing dalam bentuk investasi langsung dan investasi lain. Perkembangan ini merupakan cerminan optimisme terhadap kinerja ekonomi domestik," tulis keterangan BI, Kamis (27/12/2018). 

Peningkatan posisi KFLN lebih lanjut tertahan oleh faktor penguatan dolar AS terhadap rupiah yang berdampak pada penurunan nilai instrumen investasi berdenominasi rupiah.

Posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN) Indonesia meningkat terutama didorong oleh transaksi perolehan AFLN dalam bentuk investasi lainnya. Posisi AFLN pada akhir triwulan III 2018 naik 0,5% (qtq) atau US$ 1,5 miliar menjadi US$ 336,6 miliar. Selain investasi lainnya, peningkatan posisi AFLN juga ditopang oleh transaksi perolehan aset investasi langsung dan investasi portofolio.

Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan III 2018 masih tetap sehat. Hal ini tercermin dari rasio neto kewajiban PII Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang relatif stabil di kisaran rerata negara peers sekitar 29%. Di samping itu, struktur neto kewajiban PII Indonesia juga didominasi instrumen berjangka panjang.

Meski demikian, BI akan tetap mewaspadai risiko neto kewajiban PII terhadap perekonomian. Ke depan, BI meyakini kinerja PII Indonesia akan semakin baik sejalan dengan terjaganya stabilitas perekonomian dan berlanjutnya pemulihan ekonomi Indonesia didukung oleh konsistensi dan sinergi bauran kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan reformasi struktural. (kil/zlf)

🌽



JAKARTA ID- Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia Frederico Gil Sander mengatakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih tinggi dari lima persen melalui dukungan sejumlah pembenahan struktural.

"Ekonomi Indonesia dapat tumbuh lebih potensial dengan menghilangkan sejumlah hambatan," kata Gil Sander dalam pemaparan di Jakarta, Kamis.

Gil Sander mengatakan pembenahan struktural yang dilakukan harus diupayakan untuk mendorong produktivitas dan pertumbuhan terutama di sektor perdagangan dan investasi.

Pembenahan itu antara lain dengan mendorong perbaikan iklim investasi dan ekspor serta melindungi kegiatan bisnis dari praktik persaingan tidak sehat.

Selain itu memberikan kepastian regulasi dan hukum yang jelas dan menyediakan kebijakan energi yang tidak membebani neraca transaksi berjalan.

"Upaya ini juga harus didukung oleh investasi dalam human capital serta infrastruktur untuk membuat ekonomi maju dan tumbuh lebih baik," ujarnya.
Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia terbaru menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2018 dan 2019 masing-masing diperkirakan mencapai 5,2%.

Pertumbuhan tersebut didukung oleh permintaan domestik yang kuat serta didukung oleh kegiatan investasi maupun ekspor.

Terdapat risiko dari proyeksi perumbuhan ekonomi Indonesia karena masih ada ketegangan perdagangan global serta siklus pengetatan kebijakan moneter dari Bank Sentral di negara maju.

Namun, Indonesia dapat lolos dari dampak negatif gejolak global apabila mempunyai fundamental ekonomi makro yang sehat, yang didukung koordinasi kebijakan fiskal, moneter dan nilai tukar yang kuat. (ant/gor)

🌹


Liputan6.com, Jakarta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyelesaikan konstruksi Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur (NTT)) dan melakukan pengisian awal (impounding) bendungan pada Kamis (13/12/2018). Bendungan Rotiklot merupakan salah satu dari 49 bendungan baru yang akan dibangun tahun 2015-2019.
Groundbreaking Bendungan ini dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada 28 Desember 2015. “Kunci kemajuan di NTT adalah air. Ketersediaan air dibutuhkan untuk air minum, pertanian, peternakan dan lainnya,” kata Menteri Basuki, seperti dikutip Jumat (14/12/2018).
Dirjen SDA Hari Suprayogi mengatakan proses pengisian Bendungan Rotiklot dilakukan setelah memperoleh sertifikat dari Komisi Keamanan Bendungan. Dengan kapasitas tampung 3,3 juta m3 diharapkan sudah terisi sesuai elevasi rencana pada akhir musim hujan 2018-2019
Bendungan ini memiliki manfaat untuk memenuhi kebutuhan air baku masyarakat dan kegiatan Pelabuhan Atapupu sebesar 40 liter/detik, suplai irigasi seluas 149 hektar, pengendalian banjir dan pariwisata,” kata Hari Suprayogi usai acara pengisian awal Bendungan Rotiklot yang juga dihadiri oleh Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi, dan Wakil Bupati Belu JT. Ose Luan.
Pembangunan bendungan Rotiklot yang berbatasan langsung dengan Timor Leste dikerjakan oleh PT. Nindya Karya (Persero) - PT. Universal Suryaprima (KSO) menggunakan dana dari APBN senilai Rp 496 miliar.
Untuk meningkatkan ketahanan air dan pangan di NTT, Kementerian PUPR melalui Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, Ditjen SDA secara bertahap meningkatkan jumlah tampungan air di Provinsi NTT. Keberadan tampungan air seperti Bendungan dan embung sangat penting karena musim hujan di NTT sangat pendek yakni 3-4 bulan.

Sebanyak tujuh bendungan dibangun di NTT dimana dua di antaranya sudah selesai yakni Bendungam Raknamo di Kabupaten Kupang dan Rotiklot di Kabupaten Belu.
Dua bendungan lain yakni Napun Gete di kabupaten Sika dan Temef di Kabupaten Timur Tengah Selatan dalam tahap pembanguan. Satu bendungan dalam tahap persiapan yakni Bendungan Manikin di Kabupaten Kupang yang akan dimulai pada 2019.
Kementerian PUPR juga merencanakan pembangunan dua bendungan baru lainnya yakni Bendungan Mbay/Lombo di Kabupaten Nagekeo dan Bendungan Kolhua di Kota Kupang.
Turut hadir Setdijen SDA Muhammad Arsyadi, Kepala Pusat Bendungan Ni Made Sumiarsih, Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II NTT Agus Sosiawan, serta Kepala Balai Jalan Nasional X NTT Kupang Muktar Napitupulu.

🍀

Jakarta - Women in Maritime Indonesia (WIMA) menilai, peran perempuan dalam industri kemaritiman nasional masih harus didorong.
Ketua Umum WIMA, Chandra Motik, mengungkapkan, perempuan perlu terlibat aktif dalam pengembangan dunia maritim Indonesia. Kendati kiprah perempuan dalam dunia maritim Indonesia sudah menuju arah positif, namun masih harus terus didorong keterlibatannya di masa mendatang.
"Kami berharap nantinya dorongan pemberdayaan perempuan akan semakin besar dan berdampak positif terhadap kemajuan dunia maritim Indonesia dan menyongsong Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia," kata Chandra Motik di Jakarta, Selasa (11/12).
Sementara itu, Pendiri Wahid Institute, Yenny Wahid menilai, peran perempuan dalam industri maritim nasional belum optimal dan masih bisa ditingkatkan lagi.
"Kita tahu memang sudah banyak perempuan berperan aktif dalam industri maritim tapi perlu ditingkatkan lagi. Dan ini industri yang bisa memberikan kontribusi luar biasa kepada negara. Jadi, sedapat mungkin merangkul anak bangsa yang punya potensi sehingga punya efek luar biasa juga terhadap negara," jelasnya.
Yenny menambahkan, dengan zaman ke depan yang sarat teknologi sehingga nantinya bukan lagi ditentukan kekuatan otot tapi kekuatan mental, maka perempuan punya peluang lebih besar dalam industri maritim.
"Kalau sudah kekuatan mental, individunya bisa laki-laki bisa perempuan punya potensi yang sama ke depan. Saya katakan dunia akan dikuasai oleh teknologi artificial intelligence dan kalau sudah seperti itu gender bukan jadi penghalang lagi," pungkasnya.


Sumber: BeritaSatu.com
🌹

Bisnis.com, JAKARTA - Asian Development Bank (ADB) menilai kuatnya permintaan domestik Indonesia telah mendukung pertumbuhan PDB Tanah Air menjadi 5,2% di sepanjang Januari—September tahun ini, atau sesuai dengan perkiraan ADB. 
Pada tahun ini, ADB juga tetap memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di level 5,2%, atau sama seperti perkiraan sebelumnya.
“Konsumsi rumah tangga meningkat, investasi tetap melaju dengan rampungnya tahapan konstruksi beberapa proyek,” tulis ADB, Rabu (12/12/2018).
Pada saat bersamaan, menguatnya permintaan domestik juga mendorong impor di tengah perlambatan permintaan ekspor di sisi global.
Sementara  itu, karena ekspor bersih berpotensi tertekan akibat melambatnya permintaan global sementara impor kian melaju untuk mendukung proyek infrastruktur pada paruh pertama 2019, ADB pun memangkas perkiraan pertumbuhan Indonesia sebesar 0,1% menjadi 5,2% pada tahun depan dari perkiraan sebelumnya.
Selain itu, ADB menjelaskan, investor swasta juga diperkirakan masih akan menunggu perkembangan selanjutnya di Indonesia untuk beraktivitas dan pertumbuhan kredit sektor swasta kemungkinan melemah karena kebijakan moneter lebih fokus untuk stabilitas ketimbang pertumbuhan pada tahun depan.
Sementara dari sisi inflasi, ADB merevisi turun perkiraan kenaikan harga untuk negara berkembang Asia menjadi 2,6% dari perkiraan ADO September sebesar 2,8% pada 2018 dan 2,7% pada tahun depan dari perkiraan sebelumnya sebesar 2,8%.
“Harga komoditas telah berada dalam tren penurunan (downtrend) sejak rilis laporan ini. Bank Sentral juga terus mengimplementasikan kebijakan yang dapat mengendalikan volatilitas harga dan nilai tukar akibat menguatnya dolar AS,” tulis ADB.
Selain itu, ADB mencatat alasan lain untuk pelemahan inflasi juga berasal dari dampak cuaca buruk dan bencana alam, perlambatan permintaan global, dan meningkatnya tensi dagang antara AS dan China.
🌷

NERACA
Jakarta – Biaya logistik kerap menjadi masalah utama mahalnya suatu barang di Indonesia. Bahkan, biaya logistik di Indonesia merupakan salah satu yang termahal di kawasan ASEAN. Namun begitu, Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia II (IPC) R.J Lino menyatakan dengan memanfaatkan jalur laut maka bisa menghemat biaya logistik.
Sejauh ini, kata dia, total aktivitas distribusi barang di Indonesia masih menggunakan jalur darat yaitu sebesar 90%, sementara jalur laut hanya dimanfaatkan sebesar 9% dan 1% menggunakan kereta api. Lino menyatakan dengan memanfaatkan jalur laut untuk distribusi barang maka hal itu bisa menghemat mencapai Rp300 triliun.
“Jika menghemat 50% saja pendistribusian barang melalui laut maka kita akan bisa menghemat Rp300 triliun dari total biaya logistik nasional yang mencapai 24,6% dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Artinya sama dengan menghemat biaya logistik sebesar 3,69 persen dari PDB,” tuturnya di Jakarta, Senin (29/12).
Melihat hal itu, Lino mengimbau pemerintah agar melakukan reformasi logistik kemaritiman guna meningkatkan kinerja pelabuhan Indonesia. “Nah kalau ingin itu ya pelabuhannya diperbaiki,” pungkasnya. Sebelumnya, Lino pernah mencontohkan praktik pemanfaatan transportasi laut.
“Misalnya Tokyo-Miyagi di Jepang, jaraknya hampir sama dengan Jakarta-Surabaya. Tapi di sana (Jepang) angkutan laut berkontribusi di logisitik 51%, sisanya pakai darat dan kereta. Di Indonesia angkutan laut 9%, sisanya 91% pakai darat,” jelasnya.
Meski lebih murah daripada moda angkutan lain, Lino menyebut memang perlu adanya perbaikan layanan, manajemen, hingga sumber daya manusia yang mumpuni di pelabuhan. “Konsep tol laut, pelabuhan baru itu harus. Tapi yang penting perbaiki SDM, perbaiki cara kerja nggak produktif, manajemen diperbaiki,” jelasnya.
Kapal Barang
Sementara itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) meminta PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni) untuk memperbanyak pelayaran pengangkutan barang, selain penumpang. Hal itu guna mempercepat distribusi barang agar membantu mengurangi biaya logistik yang kerap melambung.
Terlebih saat ini pengangkutan penumpang lebih dominan ketimbang pengangkutan barang, dengan porsi 90% penumpang dan 10% barang. “Saat ini di jalur Pantura, bebannya sangat berlebih, di sisi lain ada moda laut. Ini tantangan untuk Pelni, bagaimana agar sejalan dengan konsep maritim dan Pelni bisa menjadi tulang punggung tol laut,” ungkap Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Perhubungan Darat, Soegihardjo.
Bahkan saat ini Pelni hanya memiliki tiga kapal barang, satu kapal roro dan 25 kapal penumpang. Untuk mengatasi ketimbangan tersebut, menurutnya Pelni bisa secara bertahap menyeimbangi porsi kapal penumpang yang sudah banyak. Sementara, agar pengusaha mau melalui jalur kapal untuk pengiriman barang, perseroan bisa menyesuaikan atau membebaskan tarif bongkar muat peti kemas di pelabuhan.
“Agar pengadaan kapal berjalan cepat, maka harus ada insentif yang bisa mengalihkan pengusaha yang awalnya memanfaatkan moda darat ke laut dengan 'short sea shipping' atau pengiriman barang jarak dekat atau satu pulau,” serunya.
Sugihardjo mengatakan upaya pihaknya meminta Pelni memperbanyak angkutan barang juga untuk mendukung konsep tol laut, yang harus dijamin pengadaan kapalnya, baik oleh BUMN maupun swasta. “Untuk lintas komersial bisa dilakukan oleh pihak swasta, namun untuk lintas perintis harus dijamin oleh Pelni,” kata dia.
Presiden Jokowi pun telah memproklamirkan program tol laut. Program tersebut dalam rangka untuk memperlancar distribusi barang menggunakan transportasi laut. Sekretaris Tim Ahli Sistem Logistik Nasional, Nofrisel. mengatakan, tol laut atau Pendulum Nusantara diyakni akan menurunkan biaya logistik 10-15%. Menurut dia, tol laut bahkan bisa menekan biaya overhead perusahaan sebesar 14%. “Tapi tergantung efektifnya tol laut, tapi kalau sesuai perencanaan bisa turun biaya logistik, presentasenya 10 – 15%,” ucapnya.
Dia mengatakan biaya logistik selama ini menyumbang 18-22% dari biaya produksi, sementara itu, biaya logistik nasional masih menyumbang 26% dari produk domestik bruto (PDB). Berdasarkan laporan Indeks Kinerja Logistik (LPI) pada 2014, Indonesia menempati posisi 53 dengan nilai rata-rata 3,08, sementara negara-negara ASEAN, menempati urutan yang lebih kompetitif, seperti Singapura peringkat lima, Malaysia 25, Thailand 35 dan Vietnam 48.
Nofrisel mengaku optimistis dengan adanya tol laut dengan rencana pembangunan 24 pelabuhan akan mengurangi biaya logistik, meskipun saat ini sistem yang diterapkan adalah transportasinya terlebih dahulu diadakan, baru industrinya dibangun atau ships promote the trade bukan sebaliknya ships follow the trade. “Seperti di Shanghai, dulu kan dibangun dulu jalurnya, industrinya enggak ada. Begitu ada pelabuhan, pemerintahnya paksa industri untuk dibangun di sana,” tegasnya.

Namun, dia menekankan, tol laut harus didukung dengan adanya konektivitas yang terpadu antarmoda transportasi atau sistem multimoda. “Barang itu dari laut atau pun udara pasti balik lagi ke darat, ini dibutuhkan konektivitas transportasi yang membuat proses barang, tanpa menimbulkan biaya tinggi,” tuturnya.
🌹

JAKARTA - Di awal Desember, data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) sepekan mencatat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) meningkat sebesar 1,16% ke level 6.126,36 dari 6.056,12 pada pekan sebelumnya. 

Seiring dengan peningkatan IHSG, nilai kapitalisasi bursa selama sepekan juga mengalami peningkatan sebesar 1,17% menjadi sebesar Rp6.938,39 triliun dari Rp6.858,37 triliun pada penutupan pekan sebelumnya.

Divisi Komunikasi Perusahaan BEI Hani Ahadiyani mengatakan, sementara rata-rata nilai transaksi harian BEI selama sepekan mengalami perubahan yaitu sebesar 10,96% menjadi Rp10,01 triliun dari Rp11,24 triliun pada penutupan pekan sebelumnya. 

"Kemudian rata-rata volume transaksi harian BEI mengalami perubahan sebesar 2,27% menjadi 11,30 miliar unit saham dari 11,56 miliar unit saham dari pekan lalu," ujarnya melalui keterangan tertulis. 

Kemudian, Hani mengatakan, untuk rata-rata frekuensi transaksi harian BEI juga mengalami perubahan sebesar 2,90% menjadi 436.570 kali transaksi dari 449.600 kali transaksi dari pekan lalu.

Adapun, investor asing mencatatkan jual bersih sebesar Rp765 miliar di sepanjang pekan ini. "Sementara, investor asing sepanjang tahun 2018 telah mencatatkan jual bersih mencapai Rp46,35 triliun," pungkasnya.

🌸

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah akan terus mendorong sektor industri sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro mengatakan, pihaknya telah menyusun target pertumbuhan ekonomi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 di kisaran 5,4 hingga 6 persen.
Target pertumbuhan ekonomi 5,4-6 persen tersebut, bakal didukung oleh pertumbuhan industri pengolahan atau manufaktur di kisaran 5,4 persen hingga 7,05 persen. Jika demikian, menurut dia, ke depan ekonomi Indonesia tidak lagi bertumpu pada komoditas.
"5 tahun ke depan Indonesia telah bertransformasi menjadi negara industri. kita tidak perlu selalu berdoa agar booming harga komoditas kembali terjadi," kata dia, di Jakarta, Kamis (6/12/2018).
"Jika (booming harga komoditas) terjadi itu bagus. Tapi kita tidak bisa berharap terlalu banyak pada booming harga komoditas. Kita harus memastikan bahwa kita memiliki sumber pertumbuhan yang lebih stabil melalui industri," lanjut Bambang.
Dia mengakui, kontribusi industri manufaktur masih minim. Pada era awal tahun 1990-an kontribusi industri manufaktur terhadap PDB dapat mencapai 27 persen. Oleh karena itu pemerintah akan terus mendorong pertumbuhan industri dan meningkatkan kontribusinya terhadap PDB.
"Maka itu, bagaimana kita merevitalisasi sektor manufaktur, bagaimana manufaktur itu punya pertumbuhan yang lebih tinggi sehingga dia bisa mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi. Karena manufaktur terbesar kontribusinya pada PDB jadi kalau manufaktur tumbuh lebih cepat ekonomi juga akan tumbuh lebih cepat," ujar dia.

Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka.com

🌹


Laporan Reporter Kontan, Benedicta Prima
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Keputusan Pemerintah merevisi daftar negatif investasi (DNI) 2018 yang tengah dilakukan pemerintah sangat prematur. Padahal cara tersebjut pernah dilakukan dan terbukti tidak ada yang berminat.
Menurut Ekonom INDEFBhima Yudhistira Adhinegara, pemerintah menggunakan lagi paket kebijakan yang tidak manjur. "Revisi DNI pernah dicoba, buktinya 51 bidang usaha tidak diminati oleh investor. Loh kenapa sekarang malah makin diperluas? Saya bingung logikanya," ujar Bhima, Rabu (20/11/2018).

Pemerintah memang menunjukkan data dari 101 bidang usaha yang memberikan keterbukaan pada PMA diluar kemitraan dengan UMKM, 83 tidak optimal dengan 51 tidak ada peminat.
Dari 41 bidang usaha yang dikeluarkan dari DNI 2016, 22 tidak optimal, dengan 13 bidang usaha tidak ada minat.
Bhima melihat keluarnya beberapa bidang usaha dari DNI tidak memberikan dampak pada arus masuk investasi. Pertumbuhan realisasi investasi tidak signifikan. Pada kuartal III-2018 tercatat investasi langsung (foreign direct investment) anjlok 20,2% dibanding periode yang sama tahun lalu. "Jadi saya heran, resep pemerintah menarik investasi dengan relaksasi DNI gak nyambung dengan investasi yang masuk. Kok resep tidak manjur dicoba lagi?" jelasnya.
Pemerintah harusnya membenahi masalah struktural seperti perizinan usaha yang rumit, administrasi perpajakan, birokrasi yang lambat, pembebasan lahan yang lama hingga masalah korupsi. "Izin mulai usaha kita peringkat 134, adminisrasi perpajakan di ease of doing business peringkat 112. Ini yang harus diselesaikan dulu baru investor akan masuk," tambah Bhima.
Dia juga menambahkan limberalisasi dengan membuka pintu masuk bagi investor di 25 sektor bidang usaha termasuk sektor jasa memiliki konsekuensi. Jika terlalu dibuka ke pemain asing, resikonya pertumbuhan ekonomi tidak inklusif hanya dikuasai investor skala besar.
Jika ada profit pun akan ditransfer ke negara induknya, ini yang membuat neraca pembayaran terus alami tekanan. "Pendapatan investasi defisit US$ 31,2 miliar karena transfer modal ke luar negeri. Repatriasi modal kel luar negeri merugikan rupiah dalam jangka panjang," imbuhnya.
Idelanya investor boleh masuk dengan sharing ke pemain likal dan saham pengendali ada di pengusaha lokal. Bhima mencontohkan skema joint ventura di China yang mewajibkan 51% modal lokal jika ingin berpatner dengan dengan investor asing.
"Tingkat investasi jasa di China tumbuh pesat dengan skema itu karena ada transfer of knowledge dan transfer of technology ke pemain lokal. Itu patut ditiru," pungkas Bhima.


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul INDEF: Revisi 54 Sektor Usaha yang 100 Persen Boleh Dimasuki Investor Asing Tidak Akan Laku, http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/11/20/indef-revisi-54-sektor-usaha-yang-100-persen-boleh-dimasuki-investor-asing-tidak-akan-laku.

Editor: Choirul Arifin


🌾

Liputan6.com, Jakarta - Lead Economist World Bank Indonesia, Vivi Alatas membantah pernyataan Calon Presiden nomor urut 2 Prabowo Subianto Prabowo terkait angka kemiskinan di Indonesia. Menurutnya data yang disampaikan oleh Prabowo tersebut bukan berasal dari Bank Dunia.
"Itu bukan perhitungan kita, saya tidak tahu perhitungan siapa," kata Vivi saat ditemui di Universitas Indonesia (UI), Depok, Senin (12/11/2018).
Vivi menegaskan, data Bank Dunia sendiri menyebutkan sebanyak 22 persen masyarakat Indonesia berada di kelas menengah. Sementara lima persen berada di kelas atas. Sehingga tidak memungkinkan apabila sebanyak 99 persen masyarakat Indonesia berada dalam kondisi pas-pasan.
Sebelumnya, Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto sempat menyinggung mengenai angka kemiskinan di Indonesia. Prabowo mengatakan, sekitar 99 persen rakyat Indonesia hidup dalam kategori pas-pasan.
Hal itu disampaikannya saat berdialog dengan ratusan emak-emak pendukungnya, Prabowo memaparkan berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Menurut Prabowo, setelah 73 tahun Indonesia merdeka masih banyak rakyat yang hidup kelaparan serta sulit mendapatkan pekerjaan.
"Kita melihat sekarang adalah keadaan yang saya sebut keadaan paradoks, keadaan yang janggal setelah 73 tahun merdeka yang kaya semakin sedikit dan segelintir orang saja dan ini bukan saya karang, ini adalah data fakta yang diakui oleh bank dunia oleh lembaga lembaga internasional," ujar Prabowo.
"Bahwa yang menikmati kekayaan di Indonesia adalah kurang dari 1 persen bangsa Indonesia dan yang 99 persen mengalami hidup pas-pasan bahkan bisa dikatakan sangat sulit," lanjut dia.
Reporter : Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

🍎
Bisnis.com, JAKARTA— Indonesia membutuhkan tambahan tenaga kerja terampil sebanyak 56 juta orang hingga 2030 untuk menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia.
Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dhakiri mengatakan, untuk menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar ke-7 di dunia, Indonesia membutuhkan 113 juta pekerja terampil. Syangnya, hingga saat ini, republik ini baru memiliki 57 juta tenaga kerja terampil.
“Sekarang ini Indonesia hanya punya separuh dari [target] 113 juta tenaga tekerja terampil, yakni sekitar 57 juta pekerja. Sehingga, kita membutuhkan tambahan 3,8 juta tenaga per tahun untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhan tenaga kerja terampil pada 2030,” ujarnya, belum lama ini.
Menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, dari 113 juta angkatan kerja di Indonesia pada tahun ini, 58% di antaranya merupakan merupakan lulusan sekolah menengah pertama (SMP) dengan rerata angka pendidikan nasional sekitar 8,8 tahun.
“Ini artinya rerata [angkatan kerja] Indonesia enggak lulus SMP. Profil tenaga kerja cukup menantang atau mengkhawatirkan. Terlebih, Indonesia pada 2030 akan mengalami bonus demografi sehingga perlu memperbaiki mutu pendidikan formal yang menjadi cikal bakal sumber daya manusia ke depan,” katanya.
Hanif menuturkan, selain memperbaiki mutu pendidikan, Indonesia harus segera meningkatkan keterampilan tenaga kerja.
Untuk itu, Kemenaker telah membuat program tripple skilling (skilling, reskilling, dan upskilling) untuk memastikan masyarakat memiliki keterampilan dan kompetensi, sekaligus kemampuan beradaptasi dalam waktu yang tidak terlalu lama.
“Jadi, mereka yang tidak punya keterampilan, kami beri keterampilan. Yang keterampilannya baru sedikit kami tambah. Balai latihan kerja [BLK] kami dipermudah syaratnya yaitu sudah tidak lagi menggunakan syarat umur dan minimal pendidikan, sehingga siapapun yang mau meningkatkan kerjanya bisa masuk tanpa harus takut umur dan pendidikan.”
Pada 2017, sebut Hanif, Kemenaker membangun 50 BLK dengan target pelatihan 5.000 orang. Pada 2018, telah dibangun 75 BLK komunitas baru dengan target pelatihan sebanyak 7.500 orang. Tahun depan, pemerintah akan membangun 1.000 BLK komunitas dengan target pelatihan 100.000 orang.
Strategi lain yang dilakukan Kemenaker untuk meningkatkan keterampilan adalah masifikasi agar dapat meratakan penyebaran tenaga kerja terampil di Indonesia.
Adapun, masifikasi pelatihan kerja yang dilakukan pemerintah hingga Oktober tahun ini telah menggaet 331.909 peserta. Lalu, untuk sertifikasi sebanyak 1,14 juta peserta dan pelatihan produktivitas pekerja mencapai 26.954 peserta.
“Untuk pemagangan, pada Oktober 2018 sudah mencapai 144.027 peserta. Tahun depan, kami targetkan bisa memasukan 400.000 peserta yang magang. Hasilnya, anak-anak magang kami sertifikasi dan kami harap sertifikasi tersebut bisa berlaku di perusahaan sehingga mereka tak dibayar upah SMA/SMK, tetapi sesuai kemampuan,” katanya.
REVITALISASI SMK
Pada kesempatan yang sama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy menuturkan, untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia Tanah Air, salah satunnya dilakukan dengan perbaikan kualitas pendidikan lewat program revitalisasi sekolah menengah kejuruan (SMK).
Revitalisasi SMK harus dikebut guna memenuhi kebutuhan pasar kerja dengan reorientasi yang melibatkan dunia usaha dan para pelaku industri.
Saat ini, pemerintah juga akan mempermudah pembukaan sekolah kejuruan di seluruh Indonesia.
Pasalnya, sebut Muhadjir, pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik untuk siap bekerja pada bidang tertentu. “Kami terus melakukan sejumlah perbaikan dan penataan SMK di Tanah Air,” katanya.
Dia mendata, total revitalisasi SMK yang telah dilakukan dengan industri pada tahun ini mencapai 2.700 sekolah, sedangkan total pembangunan tecno park mencapai 560 unit.
Pemerintah, sebutnya, juga membangun SMK kemaritiman sejumlah 239 unit, SMK pertanian sebanyak 279 unit, dan SMK pariwisata sejumlah 136 unit.
Hingga akhir 2017,  jumlah SMK baik negeri maupun swasta di Indonesia mencapai 13.926 unit, meningkat dari tahun lalu yang 13.236 unit.
Di sisi lain, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang P.S Brodjonegoro mengakui masih ada ketidaksesuaian antara lulusan sekolah menengah/pendidikan tinggi dengan kebutuhan tenaga kerja tersebut.
“Kuncinya pertama sisi suplai dari segi pendidikannya harus mulai melihat kebutuhan lapangan kerja, ini berlaku di pendidikan umum dan vokasi. Untuk pendidikan umum ya mungkin bidang-bidang teknik harus diperbanyak, [dan] bidang sosial harus disesuaikan. Jangan sampai kita punya banyak sarjana tapi mereka kesulitan mencari pekerjaan, karena itu tingkat kompetensi dan kesesuaian harus diperbaiki.”
Bambang berpendapat, untuk menghadapi era Industri 4.0, tenaga kerja diharapkan dapat memiliki keterampilan dan kemampuan beradaptasi yang tinggi. Untuk itu, pemerintah menilai pendidikan vokasi bisa menjadi solusi yang dikedepankan.
Berdasarkan RAPBN 2019, pendidikan vokasi mendapatkan pembiayaan senilai Rp25,9 triliun meningkat dari tahun sebelumnya sejumlah Rp23,5 triliun. Pagu tersebut dibagi-bagi untuk berbagai kementerian sejumlah Rp16,86 triliun dan transfer ke daerah senilai Rp9,06 triliun.
Saat dihubungi terpisah, pengamat ketenagakerjaan Payaman Simanjuntak meminta agar alokasi anggaran pengembangan vokasi untuk meningkatkan keterampilan tenaga kerja diberikan pada satu lembaga atau kementerian. Anggaran pengembangan vokasi pada APBN 2018 bernilai sekitar Rp23,5 triliun dan tersebar di 13 kementerian.
“Mestinya dana vokasi ini dijadikan di 1 tempat [kementerian] untuk pengembangan keterampilan tenaga kerja. Sebab, tak semua kementerian mengoptimalkan dana ini,” ujarnya.
Selain itu, tambah Payaman, yang diperlukan saat ini yakni sertifikasi keahlian tenaga kerja di sejumlah bidang. Pasalnya, angka sertifikasi masih terbilang kecil yakni kurang dari 1% dari total jumlah tenaga kerja yang ada di Indonesia. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya sertifikasi keahlian.
Peserta Masifikasi Pelatihan Kerja untuk Masyarakat 
(Angka Pelatihan Kerja Meningkat Tajam)
2014 = 62.073
2015 = 92.236
2016 = 171.902
2017 = 259.742
2018 = 331.909 (per Oktober 2018)


Peserta Masifikasi Sertifikasi Kerja untuk Masyarakat 
(Angka Sertifikasi Kerja Meningkat Tajam)
2014 = 10.012
2015 = 158.315
2016 = 390.227
2017 = 862.366
2018 = 1.142.198 (per Oktober 2018)

Peserta Masifikasi Pemagangan Kerja untuk Masyarakat 
(Angka Pemagangan Kerja Meningkat Tajam)
2014 = 6.780
2015 = 31.915
2016 = 64.382
2017 = 133.474
2018 = 144.027 (per Oktober 2018)

Peserta Masifikasi Pelatihan Produktivitas Kerja untuk Masyarakat 
(Angka Produktivitas Meningkat Tajam)
2014 = 1.775
2015 = 1.930
2016 = 10.110
2017 = 14.224
2018 = 26.954 (per Oktober 2018)

Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi, 2018
🌹



JAKARTA okezone - Pemerintah harus mewaspadai defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit (CAD) yang terus melebar, dimana pada kuartal III-2018 meningkat menjadi USD8,8 miliar atau 3,37% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Menurut Ekonom Indef Bhima Yudisthira, hal ini membuat Indonesia belum siap menghadapi kondisi tekanan global

"CAD yang melebar di 3.37% menjadi sinyal buruk bahwa fundamental ekonomi Indonesia belum dalam kondisi siap hadapi tekanan global, Makanya pemerintah harus mewaspadai hal tersebut," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta, Sabtu (9/11/2018).

Lebih lanjut, terang dia pemerintah pun harus mengambil langkah strategis agar CAD tidak terus melebar. Pasalnya, CAD yang melebar bisa saja membuat fundamental ekonomi Indonesia melemah. "Ambil langkah-langkah strategis seperti menekan impor bahan baku dan meningkatkan ekspor yang dimana memiliki daya saing tinggi untuk menambal CAD," paparnya. 

Sebelumnya Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa. Penurunan kinerja neraca perdagangan barang terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.

"Sementara peningkatan surplus neraca perdagangan barang nonmigas relatif terbatas akibat tingginya impor karena kuatnya permintaan domestik," kata Agusman di Jakarta Jumat (9/11) kemarin.

JAKARTA - Ekonom Indef Bhima Yudisthira membeberkan mengenai beberapa faktor penyebab defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III-2018 masih melebar. Menurutnya banyak faktor yang membuat CAD terus membesar, salah satunya kenaikan neraca perdagangan impor sehingga peningkatan ekspor saat ini belum bisa menambal. 

"Faktor bengkaknya CAD, karena kinerja ekspor tumbuh lebih rendah dari impor, defisit migas melebar per Juli hingga September. Dimana defisit migas akumulasinya USD3,87 miliar lebih tinggi dari posisi Juli sampai September 2017 yakni USD1,8 miliar," ujar Bhima saat dihubungi SINDOnews di Jakarta.

Sambung dia, menerangkan dari sisi jasa harapan adanya devisa pariwisata yang cukup besar nampaknya pupus. Event internasional memang membawa turis lebih banyak tapi spending yang diharapkan tidak besar sehingga belum bisa mengurangi CAD yang terus membengkak. "Kemudian bencana alam di beberapa tempat membuat jumlah Wisman berkurang. Ini force majeur yang tidak bisa dikendalikan," katanya.

Sebagai informasi, Bank Indonesia (BI) menyatakan, defisit neraca transaksi berjalan pada kuartal III 2018 meningkat sejalan dengan menguatnya permintaan domestik. Defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2018 tercatat sebesar USD8,8 miliar (atau 3,37% PDB), angka ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan defisit kuartal sebelumnya sebesar USD8,0 miliar (3,02% PDB).

Peningkatan defisit neraca perdagangan migas terjadi seiring dengan meningkatnya impor minyak di tengah naiknya harga minyak dunia. Defisit neraca transaksi berjalan yang meningkat juga bersumber dari naiknya defisit neraca jasa, khususnya jasa transportasi, sejalan dengan peningkatan impor barang dan pelaksanaan kegiatan ibadah haji.

Meski demikian, defisit neraca transaksi berjalan yang lebih besar tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan ekspor produk manufaktur dan kenaikan surplus jasa perjalanan seiring naiknya jumlah kunjungan wisatawan mancanegara, antara lain terkait penyelenggaraan Asian Games di Jakarta dan Palembang.



🍂

Bisnis.com, JAKARTA -- Ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,17% secara year-on-year(yoy) pada kuartal III/2018, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal yang sama tahun lalu yang sebesar 5,06% yoy.
Sementara itu, produk domestik bruto (PDB) total (kuartal III/2018) sebesar Rp3.835,6 triliun.
Secara kuartalan, pertumbuhan yang terjadi sebesar 3,09% pada kuartal III/2018 atau lebih rendah dari pertumbuhan pada kuartal sebelumnya yang sekitar 5,27%.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto menyatakan ini merupakan capaian yang baik mengingat lompatan pada kuartal sebelumnya lebih karena faktor Lebaran dan Tunjangan Hari Raya (THR). Tetapi, angka tersebut masih di bawah target pertumbuhan ekonomi 2018 yang sebesar 5,4% dan outlook 2018 di level 5,2%.
"Perekonomian global cenderung melambat kecuali di AS. Di beberapa negara maju mengalami perlambatan, termasuk di beberapa negara yang menjadi tujuan utama ekspor Indonesia," ujarnya dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Senin (5/11/2018).
Suhariyanto pun menuturkan faktor persiapan Pemilu legislatif (Pileg) dan Pemilu Presiden (Pilpres) turut serta mendorong pertumbuhan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
Dari sisi lapangan usaha secara kuartalan, seluruhnya tumbuh positif dengan pertumbuhan tahunan paling bagus disumbang oleh sektor informasi dan komunikasi sebesar 8,98% dan jasa perusahaan 8,67%. Namun, pertumbuhan tersebut tidak berdampak signifikan karena struktur PDB masih didominasi industri olahan dan pertanian.
Sementara itu, industri masih berperan besar dengan pertumbuhan 4,33% secara yoy, sektor pertanian 3,62%, sektor perdagangan 5,26%, konstruksi 5,79%, dan pertambangan 2,68%. Dengan demikian, PDB secara lapangan usaha terutama disumbangkan oleh industri pengolahan, pertanian dan perdagangan.
Adapun PDB secara pengeluaran menunjukkan konsumsi rumah tangga naik 5,01% secara yoy dengan bobot kontribusi 55,26%. Capaian ini lebih rendah dari pertumbuhan konsumsi kuartal II/2018 yang sebesar 5,14%.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini ditopang oleh penjualan eceran yang naik 4,21%, wholesale mobil tumbuh 8,7% atau meningkat signifikan dibandingkan kuartal III/2018 yang berada di level 1,17%.
Selain itu, total transaksi kartu debit, kredit dan uang elektronik tumbuh 11,94% atau lebih baik dari kuartal III/2017 yang naik 11,05%.
Namun, pertumbuhan ekspor masih kalah dari pertumbuhan impor. Dengan demikian, perdagangan internasional masih menjadi pemberat bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Per kuartal III/2018, impor tumbuh 14,06% sedangkan ekspor hanya 7,52%. Dengan demikian, terjadi perlambatan 0,67% akibat dari tingginya tekanan impor.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah tumbuh 6,28% secara yoy pada kuartal III/2018.
"Realisasi belanja barang dan jasa tumbuh 24,88%, belanja pegawai tumbuh 16,54%. Terjadi kenaikan juga pada kontribusi sosial berupa uang pensiun serta peningkatan belanja honorarium, uang lembur, dan tunjangan khusus," ungkap Suhariyanto.
Sementara itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh melambat 6,96%  secara yoy pada kuartal III/2018 dibandingkan dengan 7,08% pada kuartal yang sama tahun lalu.

PMTB, terangnya, didorong oleh seluruh jenis barang modal terutama barang modal jenis mesin yang dipengaruhi oleh produksi domestik dan impor.
🍊

JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal-III 2018 sebesar 5,17 persen secara tahunan, naik 0,11 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. "Pada kuartal III-2017 lalu , pertumbuhan ekonomi sebesar 5,06 persen," ujar Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Jumat (5/11/2018). Pertumbuhan ekonomi kuartal III-2018 didorong oleh berbagai faktor. Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan disumbang oleh industri pengolahan sebesar 0,91 persen. Sedangkan sektor perdagangan menyumbang 0,69 persen, sektor kontruksi sebesar 0,57 persen dan sektor pertanian 0,49 persen. Baca juga: Faisal Basri: Ekonomi Indonesia Tidak Dikuasai Asing Sementara itu dari sisi pengeluaran, didorong oleh pertumbuhan ekspor barang dan jasa yang mencapai 8,04 persen. Sementara itu dari sisi pengeluaran konsumsi lembaga non profit konsumsi rumah tangga masih menjadi yang tertinggi dengan sumbangan 2,69 persen. Sedangkan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) 2,24 persen, konsumsi pemerintah 0,48 dan lainnya 0,86 persen. Adapun net ekspor minus 1,10 persen. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kuartal III 2018, Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,17 Persen", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/05/121819826/kuartal-iii-2018-ekonomi-indonesia-tumbuh-517-persen
Penulis : Yoga Sukmana
Editor : Erlangga Djumena

🌸


Bisnis Indonesia : Istilah Jawa yang sebenarnya “makian holistik”, itu tiba-tiba populer kembali setelah Presiden Joko Widodo bicara tentang politik sontoloyo.
Pernyataan itu lantas kontroversial. Pak Jokowi bilang, ia ketrucut. Artinya, kelepasan bicara, namun mungkin keceplosan kata-kata itu didasari oleh rasa gemes yang sudah overdosis.
Barangkali Pak Jokowi sedang baper alias “bawa perasaan”. Mungkin karena banyak hal “konyol, tidak beres dan bodoh”, yang berkembang, kedengaran, atau malah mengepung kehidupan sehari-hari kita.
Memang, kata sontoloyo bermakna harfiah “konyol, tidak beres dan bodoh”, menurut pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Tapi makna filosofis dari kata itu sebenarnya jauh lebih dalam. Saya boleh tambahkan: “mbulet nggak keruan, nggak bisa dipegang, nggak bisa jadi acuan dan bikin keblingerbanyak orang”.
Silakan koreksi kalau makna tambahan saya itu salah.

***

Sebenarnya, banyak peristiwa di dunia saat ini juga tampak sontoloyo.
Biar lebih mudah, kita lihat di bidang ekonomi. Nggak ada yang mungkin mengira sebelumnya, di era yang penuh tantangan dewasa ini, akan terjadi sebuah perang dagang hebat antarnegara adidaya, yang mengorbankan perekonomian dunia itu sendiri.
Mungkin masih terlalu dini untuk melakukan kalkulasi akibatnya saat ini. Yang jelas, dalam pertemuan di Bali bulan lalu, Bank Dunia sempat menyinggung risiko downsidebagi perekonomian dunia, sekitar 0,2%.
Lalu, laporan terbaru indeks manufaktur dari Nikkei juga menyebutkan, banyak negara mulai terkena dampak perang dagang Amerika-China.
Aktivitas manufaktur sejumlah negara di Asia mulai melemah pada Oktober lalu. Ini karena kecepatan lokomotif ekonomi yang menarik manufaktur Asia, yakni China, tengah melambat. Kondisi itu tampaknya mulai merembet ke kawasan.
Asia memang berkontribusi sekitar 60% terhadap rantai pasokan manufaktur China. Karenanya, meningkatnya tensi perdagangan yang memperlambat ekonomi China turut memukul perekonomian negara-negara di kawasan.
Indikatornya, indeks manajer pembelian atau Purchasing Managers’ Index, yang lazim disebut PMI, turun beramai-ramai di Taiwan, Thailand, Malaysia, Korea Selatan dan Indonesia. Bahkan PMI Taiwan, Thailand dan Malaysia masuk ko zona kontraksi.
Zona kontraksi manufaktur terlihat dari besaran angka di bawah 50. Sedangkan angka PMI di atas 50 mengindikasikan bahwa sektor manufaktur dalam sebuah perekonomian bergerak ekspansif.
Pada periode September-Oktober, PMI Taiwan turun dari 50,8 menjadi 48,7. Ini adalah level terendah sekaligus kontraksi pertama sejak Mei 2016. PMI Malaysia turun menjadi 49,2 dari 51,5, sedangkan PMI Thailand turun dari 50 menjadi 48,9. Bagi Thailand, angka itu adalah PMI terburuk sejak November 2016.
Di Korea Selatan, PMI turun menjadi 51 dari 51,3, sedangkan di Indonesia menurun dari 50,7 menjadi 50,5.
PMI China sendiri hanya bertengger di level 50,1, masih tampak malas bergerak. Hanya Vietnam yang masih bertahan dengan PMI tinggi (53,9) dan Jepang (52,9) pada Oktober.
Selebihnya, kita semua merana. Sontoloyo.

***

Tentu, bagi Indonesia tantangan yang dihadapi makin tidak mudah.
Dari sisi investasi, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal, kinerjanya kembali melambat pada kuartal ketiga tahun ini. Total investasi hanya mencapai Rp173,8 triliun, turun 1,6% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu yang mencapai Rp176,6 triliun. 
Data investasi itu sejalan dengan profil kemudahan berbisnis di Indonesia yang tidak beranjak naik tahun ini, setelah tahun-tahun sebelumnya membaik signifikan.
Berdasarkan laporan Ease of Doing Business 2019 yang dirilis oleh Bank Dunia, Rabu (31/10), peringkat Indonesia turun menjadi 73 dari 190 negara. Padahal, tahun lalu peringkat Indonesia di posisi 72.
Yang pasti, menurut Bank Dunia, Indonesia masih memiliki banyak pekerjaan rumah terkait dengan perizinan, perlindungan investor, perdagangan lintas batas, dan penghormatan atas kontrak bisnis.
Ini mengingatkan saya dengan investasi proyek gas di Blok Masela beberapa tahun lalu.
Proyek itu semula berlokasi di tengah laut (off-shore), tiba-tiba berubah menjadi on-shore. Banyak yang bilang, ini adalah salah satu titik awal pemicu ketidakpastian yang membuat investor terperdaya. Tak usahlah menyebut contoh-contoh lainnya.
Perbaikan kemudahan berusaha melalui standar baru perizinan lewat sistem online satu pintu melalui OSS (Online Single Submission) juga masih menghadapi banyak kendala.
Sejumlah isu kelembagaan, seperti ketidaksinkronan antarinstansi (Kemendag dan Kemenkumham)  serta antardaerah, masih menjadi sumber keluhan dunia usaha.
Ini persoalan yang cukup pelik. Penyakit kronis birokrasi dan institusi. Chatib Basri, saat masih menjabat Menkeu, pernah mengatakan ekonomi sudah masuk era Star Wars, tapi institusi Indonesia masih seperti zaman Dinosaurus.

***

Perekonomian Indonesia juga mengidap tantangan penyakit menahun defisit transaksi berjalan.  Pada kuartal kedua lalu, defisit transaksi berjalan sudah menembus 3% dari produk domestik bruto atau PDB.
Pada kuartal ketiga ini, menurut bocoran yang saya peroleh, angka defisit akan naik lagi. Ini salah satu penyebab nilai tukar rupiah terus berfluktuasi.
Banyak ekonom mengaku cemas, defisit transaksi berjalan kali ini lebih sulit mengatasinya, karena bersifat struktural.
Saya khawatir, upaya mengatasi tekanan terhadap rupiah akibat defisit transaksi berjalan yang besar, sepertinya akan terus menemui jalan buntu. Apalagi, apabila cara mengatasinya biasa-biasa saja. Business as usual, seperti sedia kala.
Ada satu catatan yang tampaknya masih luput dari perhatian, yakni ekonomi digital.
Jangan-jangan, di sinilah pokok masalah sumber defisit transaksi berjalan yang tidak kentara. Seperti siluman. Jangan-jangan, mirip dengan data beras yang jadi acuan kebijakan tiap tahun, yang ternyata datanya siluman.
Begitupun dengan defisit transaksi berjalan. Jangan-jangan, data yang dimiliki otoritas saat ini juga “siluman”, karena tak mampu meng-capture nilai riil dari transaksi perdagangan, transaksi keuangan dan lalulintas modal yang dijalankan oleh sistem ekonomi digital.
Telepon pintar (smartphone) telah mengubah ekonomi. Bukan sekadar evolutif, tetapi revolutif. Perubahan yang cepat dan kencang.
Tanda-tanda kasat mata sebenarnya sudah terlihat. Banjir iklan hari ini didominasi oleh iklan digital.
Pertanyaannya, ke manakah uang iklan digital pergi? Menurut berbagai data, sekitar 70% pergi ke Google dan Facebook.
Lalu bagaimana dengan belanja online itu sendiri? Diperkirakan, separuh pengguna internet Indonesia adalah pembelanja digital. Angkanya diperkirakan bisa mencapai 60 juta orang.
Ini tentu angka signifikan, mengingat 93% barang yang diperdagangkan secara digital adalah barang impor. Hanya 7% merupakan produk UKM lokal, merujuk asosiasi e-commerce Indonesia.
Belum lagi pembeli berbagai aplikasi hiburan, games, maupun aplikasi lainnya melalui dua toko utama: Google Playbook dan App Store.
Sayangnya, tak ada data meyakinkan yang bisa menunjukkan besaran transaksi keuangan secara digital tersebut. Padahal, ia telah menjadi capital outflow yang sebenarnya.
Karena itu, fokus otoritas mestinya bukan lagi sekadar berhitung lalulintas barang ekspor-impor konvensional. Bukan sekadar lalulintas investasi dikurangi dividen perusahaan yang keluar, atau transaksi jasa dan aneka hitungan transaksi konvensional lainnya.
Kita butuh instrumen baru untuk menangkap data transaksi digital. Jangan-jangan, inilah salah satu siluman penyumbang defisit transaksi berjalan, yang hingga kini belum ketahuan.

***

Lantas, apakah ekonomi Indonesia benar-benar sontoloyo?
Kalau saya ditanya soal ini, saya akan bilang tidak. Kita lihat saja datanya. Di tengah begitu banyaknya tantangan, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih melaju di atas level 5% hingga kuartal ketiga tahun ini.
Pertumbuhan 5% dengan basis ekonomi US$1.000 miliar, adalah kecepatan pertumbuhan yang relatif besar. Ekonomi tidak mengalami stagnasi, apalagi penurunan. Bahkan kue ekonomi bertambah sedikitnya US$50 miliar setiap tahun.
Tentu, angka itu secara absolut jauh lebih besar, bahkan kalaupun dibandingkan dengan pertumbuhan 7% dari basis ekonomi US$100 miliar pada sebelum krisis ekonomi 1997/1998.
Begitupun, dengan kondisi nilai tukar yang saat ini berada di kisaran  Rp15.000-an per dolar AS. Level ini seyogianya dianggap sebagai level normal yang baru. Yang perlu dijaga adalah nilai tukar yang stabil.
Apalagi stabilitas harga konsumen dapat dijaga, yang tercermin dari laju inflasi yang stabil di kisaran 3,5%.
Maka, bagi saya, ekonomi Indonesia tidaklah se-sontoloyo yang dibincangkan sejumlah orang. 
Tantangan ekonomi memang tidak mudah. Apalagi di era VUCA alias volatility, uncertainty, compexity dan ambiguity seperti sekarang ini. Banyak kompleksitas baru yang muncul. Namun, bukan berarti membuat kita pupus dan hilang harapan.
Jadi, bagaimana menurut Anda?(*)

🌸
Warta Ekonomi.co.id, Jakarta -
Industri manufaktur nasional mulai menggeliat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada triwulan III 2018, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang sekitar 4,33% dibanding pertumbuhan dari kuartal II dan I yang tercatat hanya 1,49% dan 1,21%. Bahkan angka ini (4,13%) menjadi capaian tertinggi jika dibandingkan data sejak kuartal I 2016 lalu.
Untuk industri kendaraan bermotor, pertumbuhan traiier dan semi-trailer tercatat paling tinggi sebesar 15,11%. Pertumbuhan industri kertas dan barang dari kertas yang sebesar 14,71% berada di tempat kedua. Berikutnya, industri tekstil sebesar 11,63%, industri alat angkutan lain sebesar 10,74%, dan industri makanan sebesar 10,56%.
Secara tahunan, pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang juga menunjukkan peningkatan sebesar 5,04%. Kenaikan tersebut terutama disebabkan naiknya produksi industri pakaian jadi, yaitu 23,13%. Lalu, diikuti industri karet, barang dari karet dan plastik sebesar 18,84%, industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki 14,75%, industri minuman 12,99%, dan industri pengolahan tembakau 11,30%.

Pertumbuhan juga dialami industri manufaktur mikro dan kecil yang mencapai 3,38% secara tahunan. Namun, secara kuartal justru menurun 0,35% bila dibanding kuartal sebelumnya. Penurunan tersebut terutama disebabkan turunnya kinerja industri mesin dan perlengkapan 8,46%, industri pakaian jadi 4,10%, industri tekstil 3,10%, industri furnitur 2,54%, serta industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki 2,42%.
🌸

Liputan6.com, Jakarta - Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) mengumumkan kondisi keuangan masih terjaga sepanjang kuartal III 2018. Ini ditunjukkan dari inflasi dan faktor lainnya.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan berdasarkan hasil rapat tim KSSK menghasilkan kesimpulan sistem keuangan Indonesia pada kuartal III 2018 masih dalam kondisi yang terjaga.

"Periode kuartal III 2018, stabilitas sistem keuangan relatif terjaga atau aman," kata Sri Mulyani di kantornya, Kamis (1/11/2018).


Dia mengungkapkan, KSSK memandang dinamika perekonomian masih cukup tinggi, tapi terlihat sebagai hal yang baik. Adapun indikator yang menopang penilaian KSSK tersebut yaitu pertumbuhan ekonomi dan inflasi dan faktor lainnya.

"Pertumbuhan ekonomi masih terjaga di atas 5 persen. Inflasi rendah pada level yang stabil rendah," ujar dia.

Selain itu, cadangan devisa berada pada level yang memadai, volatilitas nilai tukar yang terkendali.

"Serta defisit APBN dan keseimbangan primer yang jauh lebih baik dari periode sebelumnya," ujar Sri Mulyani.




Menteri Keuangan Sri Mulyani memberi paparan dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Gedung Nusantara II DPR, Kamis (31/5). Rapat membahas kerangka ekonom makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal tahun 2019. (Liputan6.com/Johan Tallo)
Sebelumnya, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menyatakan akan mewaspadai dampak dari gelaran pemilihan umum (Pemilu) pada 2019 mendatang. Hal ini guna memastikan stabilitas sistem keuangan sistem terjaga.

Ketua KSSK yang juga menjabat Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, gelaran Pemilu merupakan siklus politik yang terjadi setiap lima tahun. Oleh sebab itu, dinamika yang terjadi tahun politik tersebut dianggap sebagai suatu hal yang normal.

"Dalam siklus politik, kita akan tetap menjaga keuangan yang stabil dan berkelanjutan. Dinamika di siklus politik itu nomal. Yang tidak menjadi isu pada saat normal, biasanya akan menjadi isu,‎" ujar dia di Kantor Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Selasa 31 Juli 2018.

Namun demikian, lanjut Sri Mulyani, pihaknya tetap akan mewaspadai gejolak yang terjadi akibat kondisi politik saat pemilu. Diharapkan tidak ada gejolak yang berlebihan sehingga tidak sampai mengganggu stabilitas sistem keuangan.


‎"Kami tetap berjaga-jaga tidak agar tidak terkena dampak dari muncul isu-isu politik jelang Pemilu," ujar dia.
🌹


KOMPAS.com - Brand Finance telah merilis laporan tahunannya tentang 100 merek negara paling berharga di dunia.  Perusahaan konsultan penilaian merek global ini mengevaluasi merek nasional suatu negara berdasarkan keadaan di negaranya dan ekonomi secara keseluruhan dengan mempertimbangkan berbagai faktor sosio-ekonomi. Dikutip dari Seasia, merek nasional “dengan kategori kuat" menunjukkan lingkungan yang sangat menarik untuk investasi, mendorong investasi masuk, menambah nilai ekspor, dan menarik wisatawan serta pekerja terampil. "Pariwisata adalah sumber pemasukan potensial utama untuk semua negara. Namun, persaingan sangat ketat dan sangat penting untuk memastikan semua titik dari merek diselaraskan untuk memberikan pengalaman terbaik,” sebut laporan tersebut, Selasa (23/10/2018). Amerika Serikat  menjadi merek negara paling berharga di dunia dengan nilai 25,9 triliun dollar AS. Sedangkan China membuntutinya di peringkat dua dengan nilai 12,779 triliun dollar AS. Baca juga: Indonesia Peringkat 7 Negara Paling Dermawan Adapun Jerman, Inggris dan Jepang berturut-turut berada di posisi 3, 4, dan 5. Sementara itu Indonesia berada di peringkat 16 dengan nilai 848 miliar dollar AS.  Posisi ini mengungguli negara-negara kawasan Asia Tenggara lainnya, termasuk Singapura yang harus puas di posisi kedua. Berikut daftar negara Asia Tenggara dengan merek paling berharga: 1. Indonesia, peringkat 16 dunia dengan nilai merek 848 miliar dollar AS 2. Singapura, peringkat 28 dunia dengan nilai merek 530 miliar dollar AS 3. Filipina, peringkat 29 dunia dengan nilai merek 524 miliar dollar AS 4. Malaysia, peringkat 30 dunia dengan nilai merek 523 miliar dollar AS 5. Thailand, peringkat 31 dunia dengan nilai merek 509 miliar dollar AS 6. Vietnam, peringkat 43 dunia dengan nilai merek 235 miliar dollar AS 7. Myanmar, peringkat 73 dunia dengan nilai merek 52 miliar dollar AS

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kalahkan Singapura, Indonesia Jadi Merek Negara Paling Berharga di Asia Tenggara", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/23/071237126/kalahkan-singapura-indonesia-jadi-merek-negara-paling-berharga-di-asia
Penulis : Putri Syifa Nurfadilah
Editor : Erlangga Djumena
🌹
JAKARTA, KOMPAS.com - Empat tahun sudah pemerintahan Joko Widodo ( Jokowi) dan Jusuf Kalla memimpin Indonesia. Apa yang sudah dicapai keduanya di bidang ekonomi? Staf khusus Presiden di bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika mengatakan, setidaknya secara umum ada lima hal yang bisa diperhatikan dalam pencapaian Jokowi-JK di empat tahun ini. Pertama, pencapaian makro ekonomi nasional. Kedua, keadilan ekonomi dan sosial. Ketiga, kemandirian ekonomi. Keempat, pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dalam jangka panjang. Kelima, pengelola pembangunan, terutama dari sisi fiskalnya. Baca juga: Faisal Basri: Ekonomi Indonesia Tidak Dikuasai Asing Dari kelima itu, Erani lebih menyoroti hal yang belum banyak disinggung, yakni Indonesia dalam empat tahun terakhir ini masuk dalam zona stabilisasi harga yang standarnya itu sudah seperti negara maju. "Ini seperti era baru ekonomi Indonesia," ungkap Erani belum lama ini. Lebih lanjut ia merinci, hal itu ditopang dari inflasi yang bisa dipertahankan di bawah 4 persen. Layaknya negara di Eropa, inflasi tidak pernah nyaris di atas 5 persen. Ia berpendapat, angka inflasi merupakan wujud berhasilnya pemerintahan Jokowi dalam menghadapi harga pangan dan membangun rantai pasok yang efisien. Dengan inflasi yang rendah, maka masyarakat diuntungkan karena pendapatannya tidak akan tergerus dengan harga yang meningkat. Baca juga: Benarkah Ekonomi Indonesia Tahan Hadapi Krisis? Ini Datanya Bahkan dari sisi produsen pun, di tengah inflasi yang rendah ini, masih bisa berekspansi. Sebab, pemerintah memberikan berbagai insentif. "Sehingga baik produsen dan masyarakat dua-duanya bahagia," kata Erani. Jelas, tambahnya, keadaan saat ini jauh berbeda di empat tahun sebelumnya yang angka inflasinya bisa mencapai 8 persen. "Tanpa kita sadari, kita menuju pada situasi di mana negara ini berhasil menata ekonominya," tutur Erani. Sejatinya, inflasi merupakan indikator penting hampir semua negara. Pasalnya, jika inflasi rendah, maka tingkat suku bunga juga bisa rendah. Sehingga bisa mengerek investasi. "Kalau investasi naik maka potensi pertumbuhan ekonomi juga bisa tercapai," ujar dia. Pemerataan ekonomi Erani juga mencatat, pemerataan ekonomi juga sudah dilakukan pemerintah lewat pembangunan infrastruktur. Hal itu dilihat dari 223 proyek strategis nasional (PSN) yang terletak di seluruh Indonesia. Yakni sebanyak 53 proyek (Rp 545,8 triliun) di Sumatera, 89 proyek (Rp 995,9 triliun) di Jawa, Sulawesi 27 proyek (Rp 308,3 triliun), Kalimantan 17 proyek (Rp 481 triliun), Bali dan Nusa Tenggara 13 proyek (9,4 triliun), Maluku dan Papua 12 proyek (464 triliun), dan 12 proyek dan tiga program nasional (1.345,7 triliun). "Pemerintah semata-mata melakukan hal itu karena ingin menciptakan ekonomi yang adil," kata Erani. Bahkan dengan begitu, ia meyakini apa yang dilakukan pemerintah saat ini bisa menjadi warisan terbesar yang bisa dirasakan masyarakat dalam 25 tahun mendatang. (Sinar Putri S.Utami) Berita ini sudah tayang di Kontan.co.id dengan judul Empat tahun Jokowi-JK, Istana: Ini era baru ekonomi Indonesia

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "4 Tahun Jokowi-JK: Era Baru Ekonomi Indonesia?", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/22/050900126/4-tahun-jokowi-jk--era-baru-ekonomi-indonesia-

Editor : Erlangga Djumena
🌲

JAKARTA ID- Indeks Daya Saing Global atau Global Competitiveness Index 4.0 dengan metodologi baru edisi 2018 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) di Jenewa, Swiss, pada Selasa (16/10) menempatkan Indonesia di peringkat ke-45 dari 140 negara, berada di bawah Singapura, Malaysia dan Thailand yang masing-masing menempati posisi kedua, ke-25 dan ke-38.

Laporan daya saing global 2018, menyebutkan bahwa di tengah perubahan teknologi yang cepat, polarisasi politik dan pemulihan ekonomi yang rapuh, sangat penting untuk mendefinisikan, menilai, dan mengimplementasikan jalur baru pertumbuhan dan kemakmuran.

Dengan produktivitas menjadi penentu paling penting dalam pertumbuhan dan pendapatan jangka panjang, Global Competitiveness Index 4.0 baru menyoroti serangkaian faktor-faktor penting yang muncul untuk produktivitas dalam Revolusi Industri Keempat (4IR).

Perubahaan metodologi dalam pemeringkatan WEF, yang lebih berorientasi menuju pertumbuhan berbasis teknologi di masa depan, juga telah menggusur Swiss di peringkat pertama daya saing global yang telah bertengger selama sembilan tahun berturut-turut ke tempat keempat, digantikan oleh Amerika Serikat.

Peringkat tahun lalu, dengan metodologi yang berbeda, menempatkan Amerika Serikat di posisi kedua ekonomi paling kompetitif di dunia. Selanjutnya peringkat kedua diduduki oleh Singapura, posisi ketiga ditempati Jerman, posisi keempat Swiss dan kelima Jepang.

"AS mendapat nilai 85,6 yang pada dasarnya berarti itu masih sekitar 14 poin dari batas daya saing," kata Saadia Zahidi, seorang anggota dewan pelaksana WEF seperti dikutip Reuters.

Menurutnya, Amerika Serikat adalah "sebuah pusat inovasi" dengan tenaga kerja yang fleksibel dan pasar yang besar. "Mereka cukup baik dalam hal institusi tetapi ada juga banyak tanda-tanda yang mengkhawatirkan."
"AS adalah salah satu ekonomi G20 peringkat terendah ketika datang ke kesehatan, ada kekhawatiran tentang kebebasan pers, ada kekhawatiran tentang independensi peradilan ... faktor-faktor lebih lemah yang dapat memiliki implikasi bagi daya saing negara dalam jangka panjang."
Namun pakar WEF itu menyangkal bahwa analisis telah diubah untuk menyanjung Presiden AS Donald Trump, yang menjadi orang paling penting di pertemuan tahunan WEF di Davos pada Januari lalu, yang membawa pesan "America First" kepada para elit dunia.

"Indeks lama dan indeks baru adalah apel dan jeruk. Alasan indeks baru telah dibangun adalah karena kita sudah belajar begitu banyak tentang apa yang mendorong pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan pendapatan dalam jangka panjang," kata Zahidi.

Sebanyak 98 indikator dalam indeks diambil dari lembaga-lembaga internasional dan survei para eksekutif perusahaan dan sebagian besar mencerminkan kebijakan jangka panjang, seperti berinvestasi dalam keterampilan digital, katanya.

Itu berarti Swiss butuh waktu untuk memenangkan kembali peringkat pertama. Zahidi mengatakan itu adalah pilar inovasi tetapi diperlukan bekerja pada pola pikir kewirausahaan.

Berikut adalah 30 negara teratas dalam peringkat daya saing global, menurut WEF 1. Amerika Serikat 2. Singapura 3. Jerman 4. Swiss 5. Jepang 6. Belanda 7. Hong Kong 8. Kerajaan Inggris 9. Swedia 10. Denmark 11. Finlandia 12. Kanada 13. Taiwan 14. Australia 15. Korea Selatan 16. Norwegia 17. Perancis 18. Selandia Baru 19. Luksemburg 20. Israel 21. Belgia 22. Austria 23. Irlandia 24. Islandia 25. Malaysia 26. Spanyol 27. Uni Emirat Arab 28. China 29. Republik Ceko 30. Qatar. (ant/gor)
🌸

Suara.com - Dato Sri Tahir, konglomerat Indonesia, memuji kinerja Presiden Jokowidalam sektor perekonomian. Pasalnya, Bos Mayapada Group itu menilai rezim Jokowi  bisa mempertahankan perekonomian stabil di tengah ketidakpastian global.
Hal tersebut, jelas Tahir, terlihat dari peringkat investasi Indonesia yang stabil dan layak. Untuk diketahui, pemeringkat internasional Fitch Ratings pada September 2018 mempertahankan peringkat Indonesia di level BBB atau layak investasi dengan prospek stabil.
"‎Saya optimistis ekonomi indonesia di bawah pak residen selama 4 tahun ini cukup bagus. Stabil semua hal, baik rating dari luar negeri juga mengatakan baik. Kesempatan berinvestasi di sini juga kondusif dan banyak (investor) asing masuk," kata Tahir saat ditemui di kompleks Perkantoran Bank Indonesia, Jakarta, Senin (15/10/2018).
Orang terkaya ‎ke-8 di Indonesia ini mengungkapkan, kondisi perekonomian Indonesia ini jauh berbeda pada tahun 1997-1998.
Karena pada masa itu, Indonesia mengalami empat krisis yakni, krisis perbankan, krisis nilai tukar, krisis perdagangan, dan krisis politik.
Namun, pada saat ini Tahir tidak melihat adanya gejala dari salah satu krisis tersebut.
"Sekarang satu pun tidak ada. ‎Bank stabil, punya second reserve 15 persen, jauh di atas Bank Indonesia dan jauh di atas permintaan OJK," imbuh dia.
Maka dari itu, ‎Tahir menuturkan mau bersumbangsih dengan melakukan penukaran Dolar AS dan Dolar Singapura miliknya. Pasalnya, konversi valas tersebut bisa memperkuat laju Rupiah.
Tahir melepas USD 93 juta dan SGD 55 juta atau setara Rp 2 triliun. Tahir menjelaskan, penukaran mata uang USDdan SG miliknya telah dilakukan pada minggu lalu‎.

"‎Jadi sebagai warga negara, kebetulan sudah ikut pengampunan pajak. Saya pikir, daripada (koleksi valas) didiamkan, dikembalikan ke sini dulu saja‎. Sangat bisa (memperkuat Rupiah)," ‎pungkas dia.
🌻

Bisnis.com, NUSA DUA, Bali — Pemerintah Indonesia dan Singapura menyepakati kerja sama local currency swap dan repo atau repurchase agreement dengan nilai setara US$10 miliar sejalan dengan ketidakpastian ekonomi global.
Presiden Joko Widodo mengatakan salah satu fokus yang dibahas dalam pertemuan dangan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong yakni kerja sama ekonomi. Pihaknya menyambut baik kerja sama swap dan repo yang disepakati oleh kedua negara.
“Saya sambut baik kerja sama swap dan repo antara Bank Indonesia dan otoritas moneter Singapura dengan nilai ekuivalen US$10 miliar,” ujarnya di Nusa Dua, Bali, Kamis (11/10/2018).
Lebih lanjut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan kedua negara bekerja sama dalam menghadapi ketidapastian ekonomi sektor finansial dan moneter.

Menurutnya, Indonesia dan Singapura akan memperkuat kerja kawasan dalam rangka memperkuat stabilitas moneter dan keuangan. “Kedua bank sentral akan tindaklanjuti secara detail kerja sama tersebut,” paparnya.
🌴

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Director PT Aberdeen Standard Investments Indonesia Omar S. Anwar mengungkapkan, melihat kondisi pasar di Indonesia yang saat ini naik-turun, secara fundamental ekonomi Indonesia masih cukup bagus jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang terkena imbas sentimen global. "Indonesia negara yang amat sangat prudent, dari sisi respons pemerintah terhadap kenaikan suku bunga The Fed pun cukup bagus. Walaupun dollar AS menguat, tapi upaya yang dilakukan juga saat ini cukup bagus," jelas Omar di Jakarta, Rabu (10/10/2018). Aberdeen sendiri sudah berinvestasi di Indonesia selama lebih dari 30 tahun. Per Juni 2018, jumlah investasi perusahaan asal Eropa ini berjumlah 3,9 miliar dollar AS yang dibagi menjadi 3 miliar dollar AS pada ekuitas dan 900 juta dollar AS pada pendapatan tetap. Soal tambahan investasi ke depan, Omar mengungkapkan Aberdeen tidak menutup kemungkinan untuk menambah lagi investasi di berbagai portofolio di Indonesia walaupun banyak sentimen negatif yang menekan. Baca juga: Produk AS dan China Berpotensi Banjiri Pasar Indonesia "Pasti, kita melihat jangka panjang untuk investasi 5-10 tahun ke depan. Tidak mungkin pasar selamanya di bawah. Ketika kita bandingkan dengan banyak negara, ekonomi di Indonesia fundamentalnya tetap solid. Sayang saja AS memang ekonominya sedang menguat, jadi kita juga kena imbasnya saat ini," sebut Omar. Menuju tahun 2019, Aberdeen merencanakan untuk berkolaborasi dan bermitra dengan perusahaan asuransi dan bank. Sementara itu, untuk menggarap pasar milenial mau tidak-mau bisnis investasi juga harus mulai merambah digital. "Ya, mau tidak-mau akan mau. Karena pertumbuhan akan digital terus berkembang," ujar Omar. Sebagai salah satu negara dengan populasi masyarakat yang cukup besar dengan ekonominya masih kuat secara fundamental, Indonesia jadi tujuan investasi yang besar. Oleh karenanya, dukungan teknologi untuk mempermudah investasi bagi sebagian kalangan tidak bisa dihindarkan. "Digital platform seperti Go-Pay dari Go-Jek dan OVO yang bekerja sama dengan Grab, Tanam Duit, Bareksa membuat orang yang akan berinvestasi akan semakin mudah. Lebih terbuka juga untuk semua kalangan dan segmen," papar Omar. Dia mengaku, saat ini Aberdeen tengah merambah untuk bisa digital dimana produk Aberdeen sudah ada di ePlatforms Phillip Sekuiritas. "Sedang menjajaki dengan Bareksa dan Ipot," ucap Omar.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Aberdeen: Pasar Indonesia Secara Fundamental Masih Kuat", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/10/200700726/aberdeen--pasar-indonesia-secara-fundamental-masih-kuat
Penulis : Putri Syifa Nurfadilah
Editor : Erlangga Djumena
🌸

Merdeka.com - Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) meluncurkan dua laporan dalam rangkaian Pertemuan Tahunan IMF-World Bank Bali 2018 yaitu OECD-Indonesia Joint Work Programme (2019-2021) dan Economic Survey of Indonesia 2018. Hasil survei memprediksi pertumbuhan Indonesia 5,2 persen tahun ini dan 5,3 persen di 2019, dan juga memaparkan agenda untuk membuat ketahanan ekonomi semakin kuat dan inklusif.
"Ekonomi Indonesia semakin berkembang sehat dan bonus demografi akan semakin mempercepat pertumbuhan tahun depan. Hal ini ditopang oleh tingkat kepercayaan (confidence level) kepada pemerintah Indonesia lebih tinggi daripada semua negara-negara OECD. Hasil temuan survei ini bisa menjadi basis untuk kerjasama ke depan dalam konteks OECD-Indonesia Joint Work Program," kata Sekretaris Jenderal OECD, Angel Gurria, saat peluncuran OECD Economic Survey Indonesia 2018 di Sofitel Hotel Nusa Dua, Bali (10/10).
Namun, menurutnya, pemerintah Indonesia juga perlu memperhatikan bagaimana menciptakan kondisi yang dapat menjamin generasi mendatang mendapatkan kesempatan hidup yang lebih baik. Maka dari itu infrastruktur, edukasi, kesehatan dan kualitas kerja masih menjadi tantangan yang harus diselesaikan untuk memastikan pertumbuhan Indonesian berkelanjutan dan inklusif.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menyatakan bahwa hal yang patut diperhatikan dalam hasil survei ekonomi Indonesia oleh OECD 2018 adalah keadaan ekonomi Indonesia menunjukkan hasil pertumbuhan positif meski sedang mengalami tekanan penurunan ekonomi global.
"Saya sangat senang bahwa pandangan umum OECD terhadap ekonomi Indonesia sangat positif dan sangat menginspirasi," jelas Menteri Sri Mulyani.
Survei ini, menurut Menteri Sri Mulyani, menekankan agar pemerintah harus menaikkan pendapatan, memperkuat pemuda sebagai aset pembangunan yang belum termanfaatkan, serta memperkuat sektor pariwisata.
Menanggapi tiga hal itu, telah dipersiapkan antara lain: pemerintah menargetkan peningkatan pemasukan pajak 16,4 persen pada 2019, kemudian sejumlah program peningkatan kapasitas pemuda seperti pendidikan anak usia dini dan akses terhadap sertifikasi guru dan dana operasional sekolah.
Sedangkan untuk pariwisata, Presiden telah memberi perhatian khusus dan telah mengalokasikan dana khusus untuk mendukung pariwisata, serta terus melakukan pendekatan holistik sesuai dengan strategi nasional pariwisata.
Reporter: Ilyas Istianur Praditya
Sumber: Liputan6
🍒
JAKARTA sindonews - Bank Indonesia mencatat Survei Penjualan Eceran meningkat pada Agustus 2018. Hal ini tercermin dari Indeks Penjualan Riil (IPR) yang tumbuh sebesar 6,1% (yoy) pada Agustus 2018, lebih tinggi dari 2,9% (yoy) pada Juli 2018. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh berbagai kegiatan terkait Asian Games dan Hari Kemerdekaan Indonesia. 

"Berdasarkan kelompok komoditas, meningkatnya penjualan eceran terutama didorong oleh kinerja penjualan subkelompok komoditas Sandang," ujar Kepala Eksekutif Komunikasi Bank Indonesia Agusman di Jakarta, Senin (8/10/2018).

Penjualan eceran diprakirakan tetap tumbuh positif pada September 2018. Hal itu tercemin dari IPR yang diprakirakan tumbuh 3,7% (yoy), didukung kinerja penjualan subkelompok komoditas Sandang dan kelompok Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 

Hasil survei mengindikasikan peningkatan tekanan harga di tingkat pedagang eceran dalam tiga bulan mendatang (November 2018). Indikasi tersebut tercermin dari Indeks Ekspektasi Harga Umum (IEH) 3 bulan yang akan datang sebesar 144,3, lebih tinggi dibandingkan dengan 140,2 pada bulan sebelumnya.
(ven)
🍁

Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Wisnu Wijaya Soedibjo mengatakan, total investasi yang telah mengalir ke sektor pariwisata sejak 2015 hingga semester I-2018 mencapai Rp 67,04 triliun.
“Rata-rata pertumbuhan investasi sebanyak 35,5% per tahun, dengan kontribusi ke total investasi nasional sebesar 3,03%,” ujar dia.
Wisnu menjelaskan, sebanyak77% investasi yang masuk ke sector pariwisata berupa penanaman modal asing (PMA) dan sisanya 23% dalam bentuk penanaman modal dalam negeri (PMDN). Singapura mendominasi investasi asing di sektor ini dengan kontribusi 39,1% (Rp 19,39 triliun), disusul Hong Kong-RRT 12,2% (Rp 6,05 triliun), British Virgin Islands 10,2% (Rp 5,05 triliun), Korea Selatan 3,8% (Rp 1,88 triliun), dan Jepang 3,5% (Rp 1,72 triliun).
Wisnu menyebutkan, investasi yang masuk ke sektor pariwisata sejak 2015 sebagian besar digunakan untuk pembangunan hotel dan restoran yang mencapai Rp 52,91 triliun. Selanjutnya perumahan, kawasan industri, dan perkantoran Rp 1,75 triliun, serta jasa lainnya Rp 12,37 triliun.
Khusus di 10 Bali Baru, menurut Wisnu, investasi yang masuk telah mencapai Rp 28,51 triliun, atau 42,5% dari total realisasi investasi pariwisata sepanjang tahun 2015 hingga semester I-2018. Realisasi terbesar ada di DKI Jakarta, disusul Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Barat.
Pimpinan Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Reza Anglingkusuma mengatakan, pariwisata bisa menjadi sumber perolehan devisa untuk memperbaiki neraca transaksi berjalan serta perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
“Kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa merupakan salah satu yang tertinggi. Tapi dibandingkan pencapaian global dan kawasan, kontribusi pariwisata terhadap perolehan devisa Indonesia masih terbatas dan berpotensi untuk dikembangkan,” tegas dia.
BI, kata Reza, akan memberikan dukungan penuh bagi pengembangan pariwisata melalui sistem pembayaran. Di antaranya dengan mendorong peningkatan jumlah kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB) berizin di destinasi wisata serta memberantas KUPVA BB tidak berizin.
Bank sentral juga menjajaki digitalisasi transaksi wisatawan di destinasi wisata melalui financial technology(fintech) dan mendorong penggunaan uang elektronik untuk transaksi wisatawan di destinasi wisata. (ac/nan/az)

Baca selanjutnya di http://id.beritasatu.com/tradeandservices/gencarkan-promosi-melalui-8-skema/180968

Menkeu Sri Mulyani menegaskan, pentingnya pembangunan dan pengembangan pariwisata sudah tidak perlu dipertanyakan lagi. “Suksesnya pariwisata sudah tidak perlu ditanyakan lagi pentingnya,” tandas dia. Sektor pariwisata, menurut Menkeu, memberikan dampak pengganda (multiplier effect) yang sangat besar, baik bagi perolehan devisa negara, maupun dari sisi penyerapan tenaga kerja.
“Kita bersama-sama, dari presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, bupati dan walikota, semua punya komutmen membangun industri pariwisata. Kita akan gunakan instrument masing-masing secara terkoordinasi untuk menyukseskan ini,” papar dia.
Menkeu menerangkan, investasi langsung pemerintah sebesar Rp 170 triliun dikeluarkan dari APBN dalam bentuk belanja modal. “Kita juga belanja melalui transfer ke daerah lewat DAK fisik untuk pembiayan jalan, Puskesmas, dan lainnya. Ada pula dalam bentuk pembiayan pemerintah, melalui BUMN-BUMN dan LPEI,” ucap dia.
Menkeu menggarisbawahi bahwa ekspor jasa turis yang menghasilkan devisa juga termasuk dalam kategori ekspor. Itu sebabnya, pemerintah memasukkan modal ke LPEI untuk meningkatkan penerimaan negara, termasuk di dalamnya pariwisata.
Sri Mulyani menjelaskan, berbagai lembaga keuangan pemerintah lainnya juga akan mendukung pembiayaan pembangunan pariwisata di daerahdaerah tujuan wisata di seluruh Indonesia.
“Inilah semua tools yang digunakan Kemenkeu dalam mendukung pengembangan pariwisata. Kami akan terus berupaya meningkatkan penggunaan instrumen keuangan dalam mendorong kemajuan industry pariwisata,” tutur dia. (ac/nan/az)
🌹

TEMPO.COBandung - Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno, mengatakan kereta api tahun ini akan memasuki era baru. “Tahun ini era baru kereta. Saya bilang kereta tanpa api,” katanya di sela perayaan peringatan ulang tahun PT Kereta Api Indonesia ke-73 di Bandung, Sabtu, 29 September 2018.
Fajar mengatakan era baru tersebut ditandai dengan mulai dipergunakannya kereta ringan atau light rail transit/LRT, yang telah beroperasi pertama kalinya di Palembang. “Selama ini kita tahu kereta biasa. Sekarang kita pakai LRT. Itu pakai teknologi baru yang diciptakan semuanya oleh Indonesia,” ujarnya.
Menurut Fajar, penggunaan LRT akan menyusul di sejumlah kota besar lain di Indonesia. “Sebentar lagi bergerak di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi). Dan kita harapkan nanti di kota-kota besar yang lain. Makanya saya bilang ini era baru. Kita harapkan ke depannya kereta api menjadi angkutan masal yang betul-betul bisa diandalkan,” ucapnya.
Fajar mengatakan Kementerian BUMN berharap PT Kereta Api Indonesia menjalin kerja sama strategis dengan BUMN lain dan pihak swasta. “PT Kereta Api diharapkan ke depan bisa menjadi lokomotif. Selain punya lokomotif, tapi juga lokomotif perkembangan,” tuturnya.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia Edi Sukmoro mengatakan LRT Palembang merupakan LRT pertama yang beroperasi di Indonesia. “Ini adalah LRT pertama yang menggunakan top-trail, energinya datang dari bawah, bukan yang dari kabel di atas. Ini adalah kereta modern yang kita ciptakan bersama-sama dengan Inka, LEN, digotong oleh BUMN seluruhnya,” katanya di Bandung, Sabtu.
Di sela perayaan ulang tahun yang digelar di Pusat Pendidikan dan Pelatihan PT Kereta Api Indonesia di Bandung, PT Kereta Api Indonesia meneken kerja sama dengan belasan BUMN lain serta swasta. Kerja sama itu di antaranya dengan PT Krakatau Steel, PT Pos Indonesia, PT Semen Indonesia, PT Bukit Asam, PT Telkom, PT LEN, PT Inti PT Dirgantara Indonesia, PT Pindad, Bank BNI, serta Bank Mandiri.
Edi menuturkan Kementerian BUMN menginginkan PT Kereta Api menjalin kerja sama strategis dengan sejumlah BUMN lain, terutama yang berada di Bandung. “Misalkan angkutan-angkutan yang selama ini terpisah antara Pos dan Kereta Api, bisa kita gabung. Dengan PT Krakatau Steel ahlinya baja, kenapa tidak pekerjaan baja yang dibutuhkan Kereta Api biarkan Krakatau Steel saja yang mengerjakan,” ujarnya.
Kerja sama strategis juga diteken dengan PT Bumi Serpong Damai. Kerja sama tersebut untuk pengembangan stasiun baru di Kelurahan Jatake, Pangadegan, Kabupaten Tangerang.
Edi berujar penumpang kereta saat ini meningkat tajam. “Tahun 2017 kemarin sudah mencapai 393 juta orang yang kita angkut setahun. Tahun ini diperkirakan mencapai 399 juta orang,” ucapnya.
🌷


[JAKARTA] Suara Pembaruan: Sebanyak sembilan menteri kabinet Amerika Serikat (AS) diharapkan hadir pada acara KTT Investasi Indonesia-AS ke-6 di Jakarta, Kamis (27/9).
KTT ini diadakan di bawah naungan Initiative Indonesia, kolaborasi antara AmCham Indonesia dan US Chamber of Commerce. Acara ini diselenggarakan dengan dukungan KADIN, APINDO, dan BKPM.
Para menteri akan bergabung dengan CEO dan pejabat pemerintahan lainnya dalam acara yang telah menjadi ajang pertemuan utama sektor swasta AS dan Indonesia tiap tahunnya.
Duta besar Amerika Joseph Donovan juga akan memberikan sambutan. Pada acara ini, kedua organisasi akan merilis laporan investasi tahunan yang berjudul “Indonesia’s Journey”.
Laporan ini memaparkan agenda reformasi Indonesia selama 20 tahun terakhir, dengan fokus pada empat tahun pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan merupakan sebagian dari pembicara utama pada konferensi ini.
Pembicara lainnya adalah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto; Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara; Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro; Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita; Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan Penny Lukito; dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso.
Sejumlah pejabat tinggi pemerintah lainnya serta tokoh bisnis terkemuka akan turut berbicara pada konferensi tahunan yang telah dimulai sejak tahun 2014.
Laporan investasi ini juga membandingkan Indonesia dengan negara-negara ASEAN-5 lainnya (Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam) dalam hal kemudahan melakukan bisnis, daya tarik bagi investor asing, serta kerja sama ekonomi dengan Amerika Serikat.

Laporan ini secara khusus juga melihat isu-isu sektoral di Indonesia (pertanian, barang konsumsi, ekstraktif, dan sebagainya), termasuk wawancara dengan pelaku utama di industrinya. [PR/U-5]
🍂

TEMPO.COJakarta - Bank of China cabang Jakarta berhasil mencatatkan kalkulasi 60% dari total transaksi Reminbi atau RMB di Indonesia. 
Menurut statistik dari laporan SWIFT International pada 2017, jumlah uang RMB yang beredar di Indonesia mencapai RMB215 miliar. Artinya, Bank of China berhasil mengantongi transaksi sebesar RMB125 miliar.
Country Manager Bank of China cabang Jakarta Zhang Chao Yang mengatakan ke depan pihaknya akan terus mempererat kerja sama di bidang ekonomi bersama perbankan Indonesia. Caranya, ujar dia, dengan mengeluarkan pembiayaan RMB.
"Kini RMB menjadi satu-satunya mata uang di pasar yang sedang berkembang yang berada di dalam lingkup IMF. RMB juga berada di urutan ketiga setelah US$ dan Euro, dan menyisihkan Yen dan Sterling," katanya, Rabu 26 September 2018.
Pembiayaan RMB dinilai cukup berpeluang menjadi alternatif yang terus tumbuh selain pembiayaan lain yang telah ada saat ini.
Keistimewaan RMB adalah sejak peluncurannya pada 2003 nilai tukar RMB terhadap US$ tetap liberal. Sejak 2005, nilai tukar RMB terhadap US$ cenderung naik.
Menurut Zhang, Bank of China merupakan penyedia utama uang kertas dan logam langsung dari Hongkong ke Indonesia sekaligus mengumpulkan uang kertas RMB dari tangan kedua.
Zhang menilai hal itu menjadi salah satu penyebab GDP di China tumbuh cukup tinggi yaitu di bawah 7%. Perekonomiannya pun didominasi bidang jasa sebesar 51,6%, manufaktur 40,5% dan pertanian sebesar 7,9%.
Di Indonesia, Bank of China cabang Jakarta turut mendukung proyek konstruksi infrastruktur, proyek interkoneksi dan lainnya.
Selain itu Bank of China turut mendukung ekspor produk Indonesia dan pengembangan sektor mata pencaharian masyarakat, perusahaan Konsumer termasuk bidang pertanian, retail, penyulingan minyak sawit dan proyek lainnya.
Bank of China mempunyai beberapa layanan seperti Diversifikasi Produk Pembiayaan dan Jasa pinjaman sindikasi dan komersial seperti Pinjaman sindikasi, Pinjaman Berjangka dan Pinjaman Berdasarkan permintaan.
Sebagai tempat penyelesaian transaksi RMB lintas batas terbesar di dunia, Bank of China cabang Jakarta juga dapat mendukung kebutuhan likuiditas RMB di pasar dan sangat aktif di pasar antarbank seperti FX dan Pasar Uang terkait RMB, USD dan HKD.
Sebagai tempat penyelesaian transaksi RMB lintas batas terbesar di dunia, Bank of China Group beroperasi di 1.600 kota di seluruh dunia. Hal ini menjadikan satu-satunya saluran utama untuk internasionalisasi RMB.

“Kami yakin hubungan antara Indonesia dan China akan terus berlanjut dan semakin kuat. Khususnya dengan adanya pembiayaan RMB ini selain dari USD, Bank, BUMN, dan perusahaan swasta lainnya dapat saling memfasilitasi untuk keberlangsungan bisnisnya,” tutur Zhang.
🌻



JAKARTA, iNews.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengkritisi rendahnya pengelolaan dana pensiun di Indonesia. Bahkan, dibanding Thailand yang jumlah penduduknya lebih kecil, pengelolaan dana pensiun Indonesia masih sangatlah kecil.
Sri Mulyani merinci, total pengelolaan dana pensiun saat ini baru mencapai Rp266 triliun atau 1,85 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). "Negara tetangga Thailand punya akumulasi dana pensiun diatas 6 persen jadi hampir 4 kali lipat kita itu pun masih kecil. Kalau gunakan benchmark negara maju seperti Kanada bisa kumpulkan dana pensiun hingga 72 persen dari GDP," ujarnya dalam acara HUT Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) ke-33 di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
Selain itu, dia juga memaparkan, dibanding pengelolaan dana Industri Keuangan Non-Bank lainnya, dana pensiun masih tergolong rendah. Saat ini, total dana kelolaan IKNB di Indonesia mencapai Rp2.279 triliun, dan dana pensiun berkontribusi hanya 11,7 persen saja.
"Indikator dana pensiun Indonesia total aset sekarang IKNB Rp2.279 triliun Industri keuangan bukan bank. Pensiun 11,7 persen dari total IKNB nilainya. So tiny sangat kecil," ucapnya.
Rendahnya pengelolaan dana pensiun akan tercermin dari ketahanan ekonomi dalam menghadapi situasi global. Jika ada risiko-risiko yang terjadi global, maka ekonomi nasional akan mengalami gejolak.
"Dana pensiun salah satu kenapa Indonesia alami tekanan dengan mudah apabila kondisi lingkungan global berubah. Karena Indonesia belum miliki kedalaman pasar keuangan," katanya.
Jika diibaratkan, Indonesia seperti danau yang sangat dangkal. Oleh karenannya ketika dilempar sedikit krikil akan menimbulkan percikan yang sangat besar sekali.
"Indonesia akan seperti danau yang sangat dangkal, begitu orang melempar kerikil percikannya akan besar sekali. Beda dengan Danau Toba, kapal jatuh saja tidak bisa dicari," ucapnya.

Editor : Ranto Rajagukguk
🌷


JAKARTA okezone– Dalam empat tahun terakhir, pemerintah melakukan perombakan besar-besaran terhadap iklim kemudahan berusaha. Tujuan utamanya membuat perekonomian kita bisa lebih produktif dan kompetitif.

“Alhamdulillah, dengan kerja bersama, tingkat pengangguran terbuka semakin menurun dari 5,70% menjadi 5,13%,” ujar Jokowi yang dikutip oleh Okezone dari Instagram resminya, Jumat (21/9/2018).




Dia juga mengatakan bahwa perombakan tersebut untuk terus meningkatkan kemandirian bangsa, sehingga bisa memberikan nilai tambah, terutama pembukaan lapangan kerja baru, dan menyerap pengangguran.

Sampai berita ini diterbitkan, postingan tersebut mendapatkan 112.544 suka dan 2511 komentar dari warga net. Salah satunya adalah komentar dari @riaelvhita91, “Alhamdulillah... semoga tingkat pengangguran semakin berkurang pak yaa..” tulisnya.

Melihat Lebih Dekat Aktivitas Pekerja di Gedung Baru LPSK

Adapun komentar lainnya dari @nicolinando, “tolong bedakan mengkritik dengan menghina mencemooh serta mencela. Punya adab kan?,” ujarnya.

 (Feb)

(rhs)

🌹

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pelemahan ekonomi global khususnya negara maju saat ini memperlihatkan dampak signifikan terhadap sejumlah negara penunjang yang notabene adalah negara emerging market. Negara seperti Cina, Amerika, dan Rusia yang menjadi market terbesar ekspor negara berkembang justru mengalami perlambatan ekonomi.
Managing Director and Chief Operating Officer Bank Dunia Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pelemahan perekonomian dunia yang masih terjadi pada 2016 membuat prediksi Bank Dunia melakukan revisi proyeksi pertumbuhan dunia. Dari proyeksi di angka 2,9 persen pada Januari, Bank Dunia kemudian melakukan revisi menjadi 2,4 persen pertumbuhan dunia pada Juni.
"Melambatnya pertumbuhan ekonomi di Cina dan perubahan struktural ekonomi di sana sangat memengaruhi pertumbuhan seluruh dunia," kata Sri Mulyani‎ dalam diskusi di kampus Universitas Indonesia, Depok, Selasa (26/7).
Perempuan yang akrab disapa Bu Ani ini menjelaskan, dirinya baru berkunjung ke Argentina untuk melihat kondisi perekonomian di negara tersebut. Hasilnya, pelemahan Argentina cukup merosot belakangan ini. Sebab, Argentina selama ini melakukan ke Cina sebesar 35 persen dari jumlah ekspor mereka.
Kondisi yang sama sebenarnya terjadi di sejumlah negara berkembang yang selama ini menopang Cina dalam hal komoditas. Negara-negara Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah, dan Asia Tenggara termasuk Indonesia juga mulai keteteran melakukan ekspor komoditasnya. Sebab, Cina selama ini memberikan andil 11 persen dari total ekspor Indonesia.
Menurut mantan Menteri Keuangan RI ini, selama dua dekade terakhir negara-negara berkembang menjadi mesin pertumbuhan dunia. Sayang pertumbuhan ini kemudian terhambat dan mulai menghadapi tantangan berat. "Ibarat badai yang datang bersamaan secara sempurna atau perfect storm," kata Ani.
Dia menjelaskan, perfect storm terjadi karena melemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan, dan perubahan struktural ekonomi Cina, rendahnya harga komoditas, serta menurunnya aliran modal ke negara berkembang. Selain itu, ‎meluasnya konflik dan serangan teroris ditambah perubahan iklim global memicu pelemahan ekonomi semakin besar.
Hasilnya, negara-negara pengekspor komoditas yang memiliki jutaan penduduk miskin mengalami pukulan paling keras. Bahkan, 40 persen revisi penurunan ekonomi dunia berasal dari kelompok negara ini.
Meski demikian, pelemahan ekonomi dunia ini sebenarnya masih bisa terselesaikan dengan cepat. Dengan kondisi ini, semua negara harus mengeratkan kerja sama dan menguatkan kinerja bersama. 
Koordinasi kebijakan antarnegara juga diperlukan agar ada sinkronisasi. Kerja sama ini diyakini dapat membangun kembali kepercayaan dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi untuk menunjang produktivitas serta memulihkan pertumbuhan ekonomi semua pihak.
🌸

Comments

Popular posts from this blog

onlineisasi-digitalisasi (5)

terkait perbankan (bbri, bbca, bnii)

analisis fundamental sederhana: saham KONSUMER (mapi, myor, unvr, icbp, amrt, cpin, hero, mapi, cleo, ades)