Indonesia MAKRO (3): optimis atwa PESIMIS
Surplus Perdagangan Juni 2018
per tgl 13 Mei 2018:
🌾
JAKARTA, KOMPAS.com - DBS Group Research merilis hasil risetnya mengenai perekonomian Indonesia tahun ini yang didapati lebih stabil dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Stabilnya kondisi ekonomi di Indonesia akan jadi ketahanan tersendiri dalam menghadapi risiko global yang juga makin meningkat sepanjang tahun ini. "Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) lebih lambat tapi stabil di sekitar 5 persen, dengan tren tahun ini, akan mendapatkan bantuan dari investasi yang lebih besar dan meningkatnya pengeluaran sebelum pemilu," kata Foreign Exchange and Rates Strategist Bank DBS untuk kawasan Asean, Duncan Tan, melalui keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (14/5/2018). Tan menambahkan, tantangan risiko global yang akan dihadapi Indonesia adalah harga minyak mentah yang tinggi, penguatan dollar AS, serta suku bunga acuan di AS yang diprediksi akan naik tajam. Implikasi dari semua risiko global tersebut berpotensi mengganggu posisi neraca pembayaran, fiskal, inflasi, persyaratan pembiayaan, dan arah kebijakan ekonomi di Indonesia. Dia turut memperkirakan kenaikan harga komoditas akan mendongkrak ekspor Indonesia, namun di satu sisi berimbang dengan defisit neraca perdagangan dari minyak bumi dan gas yang akan semakin melebar. Impor yang lebih tinggi dari ekspor juga dinilai Tan sebagai tekanan tersendiri terhadap kondisi perekonomian tahun 2018. "Kekuatan arus masuk investasi asing secara langsung perlu dipertahankan untuk mencukupi kebutuhan modal," tutur Tan. Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebutkan pemerintah akan mengantisipasi kenaikan impor yang lebih cepat dari ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekspor pada kuartal I 2018 sebesar 6,17 persen dan pertumbuhan impornya lebih tinggi, mencapai 12,75 persen. Jika tekanan dari faktor eksternal terus berlanjut, Tan menyarankan agar pemerintah Indonesia segera menentukan kebijakan yang sesuai dengan kondisi global saat ini. Beberapa kebijakan di antaranya adalah menaikkan suku bunga acuan selaku wewenang Bank Indonesia dan memutuskan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) serta tarif listrik.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Ekonomi RI 2018 Diprediksi Stabil, meski Masih Ada Tantangan Eksternal", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/14/195000926/ekonomi-ri-2018-diprediksi-stabil-meski-masih-ada-tantangan-eksternal.
Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
🌸
Jakarta, CNN Indonesia -- menyatakan Indonesia saat ini jauh dari . Bank Dunia mengakui gejolak yang terjadi pada ekonomi global baik akibatmaupun krisis ekonomi di sejumlah negara berkembang di tengah normalisasi kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) telah mengakibatkan portofolio di Indonesia dan sejumlah negara berkembang keluar. Tapi kondisi tersebut hanya akan menekan pertumbuhan Indonesia dan tidak akan sampai menyeretnya ke dalam pusaran krisis ekonomi.
Bisnis.com, JAKARTA -Pergerakan IHSG di awal pekan ini diprediksi sumringah, dan kembali ke zona psikologis level 6.000.
🌸
Bisnis.com, JAKARTA -Pergerakan IHSG di awal pekan ini diprediksi sumringah, dan kembali ke zona psikologis level 6.000.
Indosurya Sekuritas optimistis IHSG akan kembali ke level psikologis 6.000an, dengan sejumlah sentimen positif dalam negeri.
Vice President Research Department William Surya Wijaya menyebutkan prediksi IHSG hari ini yakni bergerak di level 5.828- 6.056.
Rilis data perekonomian perihal statistik utang akan memberikan warna terhadap pola gerak IHSG pada hari ini.
Ditambah dengan perkembangan data trade balance tentunya diharapakan dapat mendongkrak kenaikan dari IHSG hingga beberapa waktu mendatang, selain dari pada itu harapan kembalinya capital inflow dalam jumlah signifikan sangat dinanti agar dapat menunjang IHSG untuk kembali menembus level tertinggi sepanjang masa.
"Hari ini IHSG berpotensi menguat," demikian menurut risetnya.
Sementara itu, Reliance Sekuritas memprediksi IHSG bergerak kembali menguat menguji level psikologis 6.000 hingga upper bollinger bands dengan range pergerakan 5.908-6.050.
Saham-saham yang masih dapat dicermati diantaranya BBCA, BBRI, EXCL, HRUM, IMAS, INDY, ITMG, KLBF, TLKM, TRAM.
Analis Lanjar Nafi mengatakan pergerakan IHSG secara teknikal melanjutkan momentum bullish setelah berhasil bertahan diatas support MA5.
Kondisi saat ini IHSG menguji level resistance MA50 dan MA20 dengan indikasi break out melanjutkan hingga level upper bollinger bands. Indikato stochastic mendukung pergerakan optimis dengan bullish momentum indikator yang berhasil break outrata-rata 15 momentum indikator RSI.
🍂
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Anwar Nasution mengatakan fundamental ekonomi di Indonesia masih sangat lemah. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia dianggap belum mampu menahan gejolak dari luar.
"Bohong pemerintah itu mengatakan kalau fundamental ekonomi Indonesia kuat. Omong kosong," kata dia di dalam diskusi bertajuk "Bisakah Bersatu Menghadapi Krisis Rupiah?" di Gado-gado Boplo Menteng, Jakarta Selatan, Sabtu, 8 September 2018.
Buktinya, kata Anwar yang juga mantan ketua Badan Pemeriksa Keuangan ini, rasio penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto (PDB) masih rendah yang berada di angka 10 persen. Jika dibandingkan dengan negara berkembang lainnya yang berada di angka 20 persen, rasio penerimaan pajak Indonesia hanya setengahnya. "Padahal kita udah 73 tahun merdeka. Ngapain merdeka kalo ngutang melulu, pinjam melulu," ujar dia.
Lebih jauh, Anwar menilai ekonomi Indonesia saat ini sangat rawan terhadap gejolak dari luar negeri yang menyebabkan jika bunga meningkat maka biaya pembayaran hutang di Indonesia juga meningkat. Selain itu, jika kurs meningkat juga mengakibatkan naiknya harga suatu komoditas. "Tempe, itu harganya naik karena impor kedelainya," tutur dia.
Anwar juga mengatakan lembaga keuangan dalam yang ada di Indonesia juga dinilai masih sangat lemah. Lembaga keuangan yang dimaksud yaitu bank pemerintah seperti empat bank negara (BUMN). "Maksudnya 4 bank negara ini enggak bisa lawan bank-bank seperti CIMB, Maybank dan juga Development Bank of Singapore."
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya mengatakan pemerintah mewaspadai dampak kondisi keuangan Argentina yang di ambang krisis belakangan ini. "Kami melihat dari pergerakan global tentu akan kami waspadai karena dinamika yang berasal dari sentimen Argentina sangat tinggi," kata Sri Mulyani seusai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 3 September 2018.
Akhir pekan lalu, Bank Sentral Argentina menaikkan suku bunga acuannya 15 persen dari 45 persen menjadi 60 persen. Kebijakan itu diambil untuk meredam krisis Argentina yang membuat nilai tukar peso mengalami terdepresiasi hingga 45 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Sri Mulyani menuturkan pemerintah segera mengantisipasi gejolak ini lantaran merasa tekanan dari Argentina bakal terus berlangsung. Selain itu, hal ini kadang diperparah dengan kondisi ekonomi di negara berkembang lainnya.
🌷
JAKARTA sindonews - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Indonesia pada Februari 2018 mencapai 5,13%, atau turun dari periode sama tahun sebelumnya, 5,33%. Dari persentase tersebut, maka jumlah pengangguran di Indonesia saat ini mencapai 6,87 juta orang atau turun dari sebelumnya yang mencapai 7,01 juta orang.
"Jumlah penganggurannya 6,87 juta. Kan tadinya 5,33% angkanya 7,01 juta, sekarang turun jadi 5,13% posisinya 6,87 juta jumlah pengangguran," katanya di Gedung BPS, Jakarta, Senin (7/5/2018).
Menurutnya, tingkat pengangguran di kota jauh lebih tinggi dibanding di desa. Pada Februari 2018, TPT di perkotaan sebesar 6,34%, sementara TPT di wilayah pedesaan yang hanya sebesar 3,72%. Jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu, TPT di perkotaan dan di pedesaan masing-masing mengalami penurunan sebesar 0,16% dan 0,28%.
Sementara jika dilihat dari tingkat pendidikannya, maka TPT terbesar berada pada level Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang mencapai 8,92%. Kemudian, setelah itu pada level Diploma I/II/III sebesar 7,92%.
"Dengan kata lain, ada penawaran tenaga kerja yang tidak terserap, terutama pada tingkat pendidikan SMK dan Diploma I/II/III. Sedangkan mereka yang berpendidikan rendah, cenderung mau menerima pekerjaan apa saja," jelasnya.
Sedangkan untuk TPT pendidikan rendah, lanjut pria yang akrab disapa Kecuk ini, berada pada level sekolah dasar (SD) dengan TPT sebesar 2,67%.
"Dibanding kondisi setahun yang lalu, peningkatan TPT terjadi pada tingkat pendidikan Diploma I/II/III, universitas, dan SMA. Sedangkan TPT pada tingkat pendidikan lainnya menurun," tandasnya.
(ven)
🌸
JAKARTA, KOMPAS.com - Bank Indonesia ( BI) merilis hasi Survei Konsumen bulan Agustus pada hari Kamis, (6/9/2018). Berdasarkan data tersebut, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2018 turun dari 124,8 pada bulan Juli 2018 menjadi 121,6. Meski menurun, BI menilai otimisme konsumen tetap terjaga lantaran IKK tetap berada di zona optimis, yakni di atas 100. "Penurunan IKK terjadi pada seluruh kelompok tingkat pengeluaran responden, terdalam pada responden dengan pengeluaran Rp 4,1 hingga Rp 5 juta per bulan. Sementara dari sisi usia, penurunan IKK terjadi pada hampir seluruh kelompok usia responden, terutama pada responden berusia 51 sampai 60 tahun," sebut BI dalam keterangan tertulisnya. Adapun dari segi wilayah, sebanyak 11 kota pelaksana survei mengalami penurunan IKK pada Agustus 2018, dengan penurunan terdalam terjadi di Kota Mataram (-14,4 poin) yang ditengarai akibat dampak gempa. Persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini pun terjadi penurunan. Ini tercermin dari Indkes Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) Agustus 2018 yang lebih rendah dibandingkan bulan Juli 2018, di mana masing-masing sebesar 109,2 dan 115,0. "Terutama dipengaruhi oleh indikator ketersediaan lapangan kerja yang berada pada level pesimis yaitu 93,9. Secara spasial, melemahnya IKE terjadi di 14 kota dengan penurunan terdalam di Banten sebesar -18,4 poin," tulis bank sentral. Sementara itu, tekanan kenaikan harga pada 3 bulan mendatang, yakni November 2018 diperkirakan relatif stabil. Ekspektasi terhadap perkembangan harga ke depan ini didukung persepsi positif konsumen terhadap ketersediaan barang dan jasa yang cukup memadai dan distribusi barang yang lancar.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agustus 2018, Keyakinan Konsumen Indonesia Turun", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/06/193000926/agustus-2018-keyakinan-konsumen-indonesia-turun.
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Agustus 2018, Keyakinan Konsumen Indonesia Turun", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/09/06/193000926/agustus-2018-keyakinan-konsumen-indonesia-turun.
Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Sakina Rakhma Diah Setiawan
🍇
Bisnis.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah di pasar spot melemah 120 poin atau terdepresiasi 0,81% ke level Rp14.935 per dolar AS pada penutupan perdagangan pasar spot hari ini, Selasa (4/9/2018).
Pagi tadi, nilai tukar rupiah terpantau dibuka terdepresiasi tipis 8 poin atau 0,05% di posisi 14.823. Lalu, pergerakannya sempat rebound 35 poin atau 0,24% ke level Rp14.780 per dolar AS berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan pagi, Selasa (4/9/2018).
Intervensi Bank Indonesia sepertinya sempat menahan tekanan terhadap mata uang Garuda, sampai akhirnya tetap jatuh hingga ke level terendah 20 tahun. Mata uang Garuda telah melemah pada perdagangan hari keenam berturut-turut.
Kemarin, nilai tukar rupiah menyentuh level terendahnya sejak krisis moneter 20 tahun lalu pada perdagangan hari ini, Senin (3/9/2018). Nilai tukar tukar rupiah ditutup melemah 105 poin atau 0,71% ke level Rp14.815 per dolar AS, terendah sejak Juni 2018. Di awal perdagangan dibuka di zona merah dengan pelemahan 0,24% di posisi Rp14.745.
Sepanjang tahun ini, rupiah mencatat kinerja terburuk kedua dibandingkan dengan mata uang lainnya di kawasan Asia. Rupiah telah melemah 8,5% sejak awal tahun 2018.
Ekonom Senior Indef, Faisal Basri mengatakan penyebab fundamental pelemahan rupiah adalah defisit akun lancar. Berapa pun besaran defisit akun lancar, rupiah tertekan.
“Hanya saja, tekanan sedikit mereda jika arus masuk modal asing (capital inflows) melebihi defisit akun lancar seperti terjadi pada 2014, 2016, dan 2017. Karena arus modal masuk lebih banyak berupa “uang panas” alias investasi portofolio,” ungkap Faisal, seperti dilansir Bisnis.com, Senin (3/9/2018).
Faisal menambahkan, pergerakan rupiah juga sangat rentan terhadap tekanan eksternal. Sedikit saja terjadi gejolak keuangan global, rupiah akan tertekan. Sedikit saja terjadi gejolak keuangan global, rupiah langsung lunglai, yang kerap dijadikan kambing hitam oleh para pembuat kebijakan ekonomi.
Ketika cadangan devisa melorot sebanyak US$13,7 miliar dalam 6 bulan terakhir—yang antara lain digunakan untuk menahan kemerosotan rupiah—dan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI 7-day repo rate) sudah dinaikkan empat kali sebesar 125 basis poin dalam rentang waktu 3 bulan, rupiah terus melemah sehingga pemerintah meluncurkan serangkaian kebijakan, ungkap Faisal.
Sementara itu, head of trading wilayah Asia Pacific di Oanda, Stephen Innes mengatakan, defisit neraca perdagangan Indonesia dan ketergantungan terhadap impor minyak juga turun menjadi penekan rupiah.
🌽
JAKARTA - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan, deflasi yang tercatat pada Agustus 2018 sebesar 0,05% mencerminkan harga barang yang terkendali, khususnya telur. Namun deflasi ini bukan karena daya beli masyarakat yang melemah.Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro menjelaskan, inflasi inti masih berada di level positif 0,30% dengan periode tahun kalender 2,09% dan secara tahun ke tahun (year on year) 2,90%.
"Kalau inflasi inti masih positif, ya daya beli masih ada. Cuma kebutuhannya tidak sebesar kemarin ketika puasa, Lebaran, Hari Raya Idul Adha," ujarnya di Jakarta, Senin (3/9/2018).
Bambang menjelaskan, yang pertama kali dilihat dari kekuatan daya beli masyarakat yakni inflasi inti. Sementara deflasi terjadi karena permintaan kebutuhan bahan pokok tidak sebesar periode sebelumnya ketika suasana puasa, Lebaran dan Hari Raya Idul Adha.
🍁
JAKARTA sindonews - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat pergerakan aktivitas industri manufaktur di Indonesia semakin meroket. Hal ini dibuktikan dari data indeks manajer pembelian (purchasing manager index/PMI) Indonesia pada Agustus 2018 yang menyentuh angka 51,9, naik dibanding capaian bulan Juli sebesar 50,5.
PMI tersebut dirilis oleh Nikkei dan Markit setelah menyurvei sejumlah manajer pembelian di beberapa perusahaan pengolahan Indonesia. PMI di atas 50 menandakan manufaktur tengah ekspansif. Data tersebut menunjukkan bahwa kondisi operasional di seluruh sektor manufaktur Indonesia menguat pada kisaran gabungan terkuat sejak Juli 2014.
"Ini menjadi momentum yang baik, karena industri manufaktur kita terus bergeliat. Data PMI Agustus tersebut memberi sinyal bahwa operasional manufaktur di Indonesia bergerak dalam fase lebih cepat dibanding kondisi bulan-bulan sebelumnya selama lebih dari dua tahun terakhir," ujar Menteri Perindustrian Airlangga Hartato dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Senin (3/9/2018).
Kenaikan ini kata dia, berkat adanya penguatan dari permintaan baru atau new orders dengan fase tercepat sejak Juli 2014. Oleh karena itu, pemerintah bertekad memacu sektor industri manufaktur agar terus meningkatkan produktivitas dan nilai tambah tinggi, terutama melalui penerapan revolusi industri 4.0.
🌸
JAKARTA okezone- Lembaga pemeringkat, Fitch Ratings (Fitch) mengafirmasi peringkat Indonesia di level layak investasi (Investment Grade) pada 2 September 2018. Fitch memberikan afirmasi atas Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada level BBB/outlook stabil.
Mengomentari hal tersebut, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, afirmasi rating Indonesia pada level BBB dengan outlook stabil merupakan cerminan keyakinan lembaga rating atas perekonomian Indonesia. Komitmen yang kuat dalam menjaga stabilitas dan memperkuat ketahanan ekonomi di tengah ketidakpastian global yang terus berlanjut mencerminkan kebijakan otoritas yang kredibel.
"Ke depan, koordinasi antar otoritas dalam rangka implementasi bauran kebijakan, termasuk upaya perbaikan defisit transaksi berjalan, akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi serta menjaga momentum pertumbuhan ekonomi," ujar Perry dalam keterangan tertulisnya, Senin (3/9/2018).
Beberapa faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut, yaitu beban utang pemerintah yang relatif rendah, dan prospek pertumbuhan ekonomi yang baik di tengah tantangan sektor eksternal yang antara lain berasal dari tingginya ketergantungan terhadap pembiayaan eksternal serta indikator struktural lainnya yang masih di bawah negara peers.
Langkah yang ditempuh BI dalam menaikkan suku bunga kebijakan dan intervensi di pasar valas sebagai respons dari tekanan yang dialami oleh negara-negara emerging dinilai mencerminkan komitmen yang kuat untuk menjaga stabilitas.
Dalam hal ini, fokus otoritas yang memprioritaskan stabilitas makroekonomi telah menjadi faktor utama yang mendukung perbaikan rating Indonesia oleh Fitch pada Desember 2017.
Secara khusus, sektor eksternal Indonesia dipandang lebih resilien dibandingkan pada saat taper tantrum 2013 sebagai dampak dari stance kebijakan moneter yang disiplin, serta kebijakan makroprudensial yang telah mampu meredam peningkatan utang luar negeri korporasi.
Di sisi pemerintah, konsolidasi fiskal akan dapat memperbaiki perkembangan beban utang.
Lebih lanjut, Fitch berpandangan bahwa fokus otoritas terhadap stabilitas akan tetap dipertahankan, dan tidak terdapat indikasi perubahan kebijakan ekonomi yang signifikan menjelang pemilihan presiden (Pilpres) yang dijadwalkan akan dilakukan pada 17 April 2019.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia dan beban utang pemerintah dinilai lebih baik dibandingkan dengan negara peers.
Pertumbuhan PDB Indonesia diperkirakan meningkat menjadi 5,2% pada 2019 dan 5,3% pada 2020 dengan didukung oleh belanja infrastruktur publik yang berkelanjutan.
Sementara tingkat utang Pemerintah juga lebih baik dari median utang negara peers. Risiko sektor perbankan Indonesia dinilai terbatas dengan tingkat permodalan bank yang kuat. Secara umum, kewajiban bank dalam valas dapat di-cover dengan aset dan telah dilakukan lindung nilai.
Di samping itu, sebagian kewajiban dalam valas tersebut merupakan pembiayaan yang berasal dari perusahaan induk. Fitch sebelumnya menaikkan peringkat Indonesia ke level BBB/stable outlook (Investment Grade) pada 20 Desember 2017.
🌹
JAKARTA, iNews.id - Bank Indonesia (BI) terus memerhatikan stabilitas nilai tukar rupiah yang kini telah melewati Rp14.700 per dolar AS. Salah satunya dengan berkomitmen untuk terus melakukan intervensi di pasar.
Ekonom Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, upaya-upaya yang dilakukan BI selama ini merupakan langkah terbaik untuk menstabilkan rupiah. Namun, karena pilihan instrumen yang terbatas, maka BI bisa saja menaikkan suku bunga acuannya sebagai salah satu langkah untuk memulihkan kondisi rupiah.
"Ada instrumen lain sebetulnya, tapi ini juga seharusnya menjadi the last resource ya tadi kenaikan suku bunga bisa saja dilakukan," ujarnya kepada iNews.id, Minggu (2/9/2018).
Hanya saja menurut dia, kenaikan suku bunga ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena justru bisa menjadi boomerang bagi rupiah. Dengan demikian, BI harus jeli mencermati saat yang tepat dan besaran suku bunga yang pas sesuai dengan yang dibutuhkan.
"Kalau misalnya dipakai di momen yang tepat dengan besaran yang tidak terlalu tinggi berdasarkan tren data historis ini bisa memicu apresiasi. Ini tergantung momentum dan tergantung besaran ya," kata dia.
Jangan juga kenaikan suku bunga acuan dilakukan dengan terburu-buru dalam merespons setiap sentimen yang ada. Meskipun volatilitas nilai tukar rupiah saat ini lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan ekonomi.
"Jadi kalau lewat jalur nilai tukar itu dampak negatifnya akan jauh lebih cepat kalau BI menaikkan suku bunga," ucapnya.
Sebab, kenaikan suku bunga yang terlalu cepat dan terburu-buru menimbulkan ekspektasi yang negatif bagi pasar. Pasar akan melihat bahwa ini adalah tanda-tanda kepanikan BI sehingga memunculkan banyak spekulasi.
Untuk itu, menurut dia, BI lebih baik menunggu hingga The Fed memberikan sinyal kenaikan suku bunganya (Fed Funds Rate/FFR). Pasalnya, ketika FFR naik, BI tentu harus menaikkan suku bunga acuannya lagi
"Seharusnya wait and see dulu ya sampai kemudian benar ada tanda-tanda kenaikan dari The Fed atau menjelang kenaikan FFR. Jangan dihabiskan dulu pelurunya," tuturnya.
Editor : Ranto Rajagukguk
🌾
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kuartal tiga akan berakhir satu bulan lagi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi pada bulan September ini akan tertekan, terutama karena bank sentral AS Federal Reserve yang diramal pasar akan menaikkan bunga.
Analis Artha Sekuritas Indonesia Dennies Christopher mengatakan, ada beberapa faktor yang perlu dicermati terkait pergerakan IHSG selama satu bulan ke depan yaitu data inflasi Indonesia yang akan diumumkan besok Senin (3/9), cadangan devisa, nilai tukar rupiah dan yield surat utang Indonesia bertenor 10 tahun.
BACA JUGA
Dennies memperkirakan, IHSG akan bergerak cenderung melemah. Hal ini didorong oleh pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Investor juga akan mengantisipasi data inflasi yang akan segera dirilis.
"BI juga menanggapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar dengan melakukan intervensi sehingga cadangan devisa Indonesia kemungkinan akan kembali tergerus," jelasnya, Minggu (2/9).
Dia juga menambahkan kenaikan Indonesia 10 years bond yield ke level 8,1% menjadi katalis untuk investor asing masuk ke Indonesia, namun aliran dana ini tidak akan masuk ke pasar saham.
"Yield itu positif untuk menarik dana asing masuk ke Indonesia, tapi ini untuk obligasi Indonesia. Jadi aliran dana asing itu masuknya ke obligasi bukan ke pasar saham," tambahnya.
Dennies menyarankan agar investor tidak perlu panik, tetapi tetap harus mengantisipasi data perekonomian tersebut.
"Fluktuasi pergerakan IHSG masih bisa dimanfaatkan untuk trading jangka pendek. Tapi untuk investor jangka panjang, sebaiknya wait and see," ungkapnya.
Menurut Dennies, support kuat IHSG berada di level 5.500. Sedangkan resistancenya di level 6.100 untuk periode satu bulan ke depan.
🍁
Bisnis.com, JAKARTA - Penerimaan negara di sektor minyak dan gas bumi (migas) 2018 hingga semester I lebih tinggi US$3,5 miliar dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Penerimaan migas tersebut merupakan total bagian negara maupun bagian kontraktor migas yang 2018 semester I ini tercatat sebesar US$17,3 miliar atau lebih besar dari periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar US$13,8 miliar, berdasarkan data yang dihimpun Antara dari Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (31/8/2018).
BACA JUGA :
Selain peningkatan penerimaan tersebut, tren efisiensi hulu migas makin terlihat dari waktu ke waktu. Sejak 2017 penerimaan negara dari migas lebih tinggi dari cost recovery. Berbeda dengan 2 tahun sebelumnya di mana cost recovery lebih tinggi dari penerimaan negara.
Ke depan, efisiensi hulu migas akan makin dapat terlihat seiring dengan diterapkannya kontrak migas skema gross split yang menggantikan skema cost recovery yang mulai diterapkan 2017. Hingga saat ini sebanyak 25 kontrak migas sudah menggunakan skema gross split.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar sempat mengungkapkan, dari 25 kontrak migas gross split, pemerintah berhasil mengantongi komitmen kerja pasti sekitar US$1,75 miliar atau Rp25 triliun dan bonus tanda tangan sebesar US$854 juta atau Rp12 triliun.
Dari 25 blok migas gross split tersebut, sembilan di antaranya merupakan hasil lelang blok migas 2017 dan 2018. Kondisi tersebut menandakan kontrak migas gross split disambut baik oleh para investor, mengingat lelang blok migas 2015 dan 2016 dengan skema cost recovery tak diminati investor sama sekali.
Secara umum, Arcandra menegaskan gross split mampu mendorong efisiensi bisnis hulu migas di Indonesia, terutama dalam hal proses bisnis. Hal ini selain tidak membebani keuangan negara, gross split mampu mengurangi waktu dalam pengambilan keputusan bisnis tanpa menghilangkan kendali negara.
Kendati demikian, Arcandra mengakui sistem gross split akan terlihat manfaatnya secara utuh pada jangka panjang. "Bisa dilihat lima sampai sepuluh tahun mendatang," ujar Arcandra.
Pada kesempatan yang sama Wamen Arcandra juga menyampaikan pemerintah terus berupaya untuk mengurangi impor minyak.
Rencananya pemerintah akan meminta kontraktor migas untuk menjual migas bagian kontraktor tersebut ke dalam negeri. Selain itu, pemerintah juga terus mendorong pembangunan kilang baru dan revitalisasi kilang nasional.
Untuk mengurangi impor BBM, pemerintah juga menerapkan perluasan kebijakan pencampuran biodiesel dalam BBM solar sebesar 20% (B20) yang diberlakukan tidak hanya BBM bersubsidi dan penugasan tapi juga untuk BBM non-subsidi. Mulai diwajibkan per 1 September 2018.
Potensi penghematan devisa dengan diberlakukannya kebijakan B20 tersebut mencapai US$2 miliar dengan volume 4 juta kilo liter tahun ini dan US$4 miliar dengan volume 6,4 juta kilo liter mulai tahun depan.
Peran Kementerian ESDM, lanjut Arcandra, diharapkan dapat terus mendorong pembangunan nasional dan multiplier effect yang jauh lebih besar lagi.
*) Ikuti perkembangan informasi terkini perolehan medali, jadwal pertandingan, hasil pertandingan serta berita-berita terupdate dari Asian Games 2018, di Sini.
Sumber : ANTARA
🌹
bloomberg: Indonesia’s rupiah slid to a two-decade low as the market meltdown in Argentina and Turkey raises scrutiny on other emerging markets with current account deficits.
The rupiah fell to 14,750 per dollar, the weakest level since the 1998 Asian financial crisis. The nation’s benchmark bond yields advanced 5 basis points to 8.06 percent.
“The rupiah’s underperformance relative to the rest of emerging markets stems from Indonesia’s weak external payments position, especially the current account deficit,” said Prakash Sakpal, Singapore-based economist at ING Groep NV. Still, “things now are far different than 20 years ago when the crisis originated in Asia and rupiah’s external creditworthiness was much weaker.”
As investors dumped Turkish and Argentinian assets, countries with large current-account deficits such as Indonesia and India have also seen their currencies and bonds come under selling pressure. The rout in the Argentinian peso and Turkish lira end the recent stability bought by Bank Indonesia’s four rate hikes since mid-May, which has led to a return of foreign funds.
Investors including Western Asset Management Co. said recently there were buying opportunities in Indonesian bonds, given the sound domestic fundamentals and a proactive central bank. With foreigners owning almost 40 percent of the nation’s bonds, Indonesia is particularly vulnerable to jitters in global markets.
The rupiah is down 7.8 percent this year, and first came under pressure from a resurgent greenback and climbing U.S. Treasury yields.
Despite the rupiah’s selloff, investors can take heart in “some underlying improvement in the Indonesian economy” since the 1998 Asian crisis, said Michael Every, head of financial markets research for Rabobank Group in Hong Kong. “I don’t think there’s as much downside risk to the rupiah until we see China devalues its currency significantly,” he said.
Still, the slide in the rupiah has added to Indonesia’s current-account deficit. The shortfall increased to $8 billion in the second quarter, or 3 percent of gross domestic product, from $5.7 billion in the previous three months, according to the latest central bank data.
🌹
JAKARTA ID- Menteri Keuangan Sri Mulyani menanggapi santai kritik terhadap pemerintah dari sejumlah fraksi, terkait pertumbuhan ekonomi yang tidak sesuai dengan yang ditargetkan dalam Rencanan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
Fraksi Gerindra dan fraksi Demokrat saat penyampaian pandangan umum fraksi di Ruang Rapat Paripurna DPR RI, Jakarta, Selasa, mengkritik target pertumbuhan ekonomi pemerintah dalam RUU APBN 2019 yang hanya 5,3% padahal dalam RPJMN ekonomi ditargetkan tumbuh 7-8%.
"Kami sampaikan angka di situ yang menunjukkan kondisi real dan diharapkan itu akan menumbuhkan apa yang disebut kredibilitas dari angka-angka APBN," ujar Sri Mulyani.
Menurut Sri Mulyani, dalam menyusun RUU APBN 2019, pemerintah senantiasa melihat sumber-sumber pertumbuhan ekonomi yang memungkinkan untuk dicapai dan menjadi acuan untuk perhitungan RUU APBN itu sendiri.
"Kami akan lihat dari sisi supply, demand yang berasal dari konsumsi, investasi, ekspor, dan pertumbuhan yang berasal dari government spending," katanya.
Ia menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi lebih tinggi lagi sehingga juga mampu mengurangi tingkat kemiskinan dan juga ketimpangan di Tanah Air.
"Kami akan menggunakan instrumen kebijakan agar pertumbuhan ekonomi kita bisa ditingkatkan, menciptakan lapangan kerja dan mengurangi kemiskinan yang saat ini sudah mencapai tingkat progres yang baik. Itu kami lakukan terus," ujar Sri Mulyani.
Dalam RAPBN 2019, pertumbuhan ekonomi ditargetkan mencapai 5,3%, lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini yang mencapai 5,4%.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia trennya terus meningkat sepanjang pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Pada 2015 ekonomi tumbuh 4,88%, lalu 2016 tumbuh 5,03%, 2017 tumbuh 5,07%, dan pada semester I 2018 tumbuh 5,17%.
Selain itu, pemerintah juga akan menjaga APBN 2019 dengan menetapkan target defisit sebesar 1,84% dari Produk Domestik Bruto (PDB), lebih rendah dibandingkan defisit fiskal tahun ini 2,21%.
Untuk menutupi defisit tahun ini sendiri, pemerintah terus mencari alternatif, salah satunya melalui permintaan penawaran terbatas (private placement), sehingga pasar pun yakin dan pemerintah bisa melaksanakan mandat UU APBN dengan baik.
"Kami akan tetap memperhatikan dinamika market. Kalau memang 'appetite' dari market maupun dari private placement cukup bagus dan itu akan dipakai untuk sumber yang mengoptimalkan biaya penerbitan surat utang negara, itu kami lakukan," kata Sri Mulyani. (ant/gor)
🌷
TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah melesu di akhir pekan ini. Berdasarkan jakarta Interbank Dollar Rate kurs menyentuh level Rp 14.655 per dolar AS pada Jumat, 24 Agustus 2018. Chief Economist Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih menceritakan bahwa kondisi rupiah menyentuh kisaran Rp 14.650 per dolar AS juga pernah terjadi pada September 2015.
Hanya saja, menurut Lana ada kondisi berbeda terkait faktor yang mendorong rupiah anjlok ke level tersebut. Kali ini, pelemahan lebih banyak dipicu oleh faktor eksternal. "Kalau kita lihat tekanan global yang terus berubah kiri kanan dan kita lihat twit presiden trump sering mengganggu, tidak tertebak dan tidak bisa dihitung. Ini berbeda dengan tiga tahun lalu," ujar Lana kepada Tempo, Ahad 26 Agustus 2018.
Kala itu, rupiah melemah lebih banyak dipicu faktor-faktor dalam negeri. Belum lagi, saat itu Bank Indonesia dan pemerintah belum ketat menerapkan aturan-aturan, semisal kewajiban hedging dan keharusan transaksi menggunakan rupiah di dalam negeri.
"Sekarang semua sudah wajib hedging, begitu pula dengan transaksi di dalam negeri sudah dalam semua rupiah," ujar Lana. Hanya saja, karena faktor eksternal begitu kuat dan sulit diprediksi, rupiah pun ikut terseret melemah. "Kalau ditanya masih bisa melemah, ya masih."
Belakangan, kata Lana, permintaan dolar di dalam negeri, misalnya untuk membayar utang dan sebagainya memang sudah jauh menurun. BI pun sudah banyak memberikan kelonggaran di pasar valuta asing, misalnya soal swap, hingga hedging rate.
Pelemahan rupiah hingga ke level Rp 14.655 per dolar AS pada Jumat lalu, menurut Lana, dipicu oleh pertemuan bank sentral di AS. Pada pertemuan itu, para bank sentral sepakat bahwa perang dagang adalah risiko yang diwaspadai sebagai bagian dari ketidakpastian global.
"Efeknya dolar menguat, makanya sekarang eksternal sangat besar pengaruhnya," kata Lana. Saat ini, hal yang bisa BI lakukan, ujar dia, paling tidak menahan agar pelemahan rupiah tidak terlalu cepat. Ia berharap BI bisa menjaga rupiah agar bertahan di bawah level Rp 14.800 hingga akhir tahun 2018.
"Secara teknikal itu kan ada level resistant. Nah itu yang terdekat memang Rp 14.800, Jangan sampai tembus," kata Lana.
🌳
MI: KEMENTERIAN Perdagangan (Kemendag) mencatat kenaikan ekspor nonmigas pada Juli 2018 mencapai 19% dari periode yang sama pada 2017 sebesar US$12,44 miliar menjadi US$14,81 miliar.
Dalam keterangan tertulis yang diterima kemarin, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan capaian nilai ekspor nonmigas tersebut merupakan yang tertinggi hingga pertengahan 2018.
Bahkan, hampir menyamai capaian nilai ekspor nonmigas tertinggi dalam tujuh tahun terakhir, yakni US$14,82 miliar pada 2011.
"Kinerja ekspor Juli 2018 menunjukkan sinyal positif dalam upaya pencapaian target ekspor yang telah ditetapkan pemerintah," kata Enggartiasto seperti dikutip Antara.
Enggartiasto menambahkan, secara kumulatif ekspor nonmigas Januari-Juli 2018 mencapai US$94,21 miliar atau 11,1% jika dibandingkan dengan di periode yang sama pada 2017 (yoy) yang sebesar US$84,83 miliar.
Pencapaian kinerja ekspor tersebut memperkuat optimisme pencapaian target pertumbuhan ekspor nonmigas sebesar 11% pada 2018.
Beberapa komoditas utama ekspor nonmigas yang berkontribusi terbesar terhadap peningkatan ekspor Januari-Juli 2018 ialah bijih, kerak, dan abu logam (HS 26), besi dan baja (HS 72), bubur kayu atau pulp (HS 47), berbagai produk kimia (HS 38), dan benda-benda dari besi dan baja (HS 73).
Kenaikan ekspor beberapa komoditas tersebut disebabkan menguatnya harga ekspor, terkecuali untuk komoditas bijih, kerak, dan abu logam (HS 26). Menguatnya harga ekspor terindikasi dari adanya kenaik-an nilai ekspor yang lebih besar dari kenaikan volumenya.
Di saat yang sama, Enggartias-to menyampaikan bahwa ekspor ke Tiongkok, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, dan Taiwan berkontribusi signifikan pada peningkatan ekspor nonmigas Januari-Juli 2018. Kemendag mempersiapkan berbagai langkah untuk menyikapi defisit neraca perdagangan yang hingga Juli 2018 defisit US$3,09 miliar.
Langkah-langkah tersebut akan ditempuh dengan menggalakkan ekspor ke negara-negara nontradisional dan mengurangi hambatan akses pasar di negara-negara tujuan ekspor.
Di bidang impor, Kemendag tengah melakukan langkah-langkah pengendalian impor barang konsumsi.
🌸
NUNUKAN okezone - Ketergantungan warga perbatasan RI dengan Malaysia di Kabupaten Nunukan, Kaltara terhadap produk luar negeri mengalami penurunan berkat adanya program tol laut pemerintah Indonesia.
Hal ini dikatakan, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri Dinas Perdagangan Kabupaten Nunukan Hasan Basri berkaitan dengan manfaat program tol laut di daerahnya.
"Program tol laut berhasil menurunkan ketergantungan warga perbatasan di Pulau Sebatik terhadap produk Malaysia hingga 20%," ujar dia di Nunukan, Selasa (20/8/2018).
Sebelum adanya program tol laut, kebutuhan pokok sehari-hari bagi masyarakat di Pulau Sebatik hampir 80% didatangkan dari Negeri Sabah, Malaysia secara ilegal.
Namun program tol laut yang lancar dengan mengangkut produk dalam negeri sesuai kebutuhan sebanyak dua kali sebulan maka warga setempat telah memiliki pilihan lain untuk memenuhi kebutuhannya.
Ini membuktikan, pengaruh positif dari program tol laut sangat efektif sebagaimana keinginan pemerintah Indonesia agar ketergantungan warga perbatasan terhadap produk luar negeri dapat dikurangi, beber Hasan Basri.
Hanya saja, produk dalam negeri melalui program tol laut ini harganya masih relatif tinggi dibandingkan produk Malaysia. Sebab, produk Malaysia merupakan subsidi dari pemerintahnya yang diperdagangkan ke Pulau Sebatik.
"Kita harus akui harga kebutuhan pokok dalam negeri lebih mahal dibandingkan produk Malaysia. Karena produk Malaysia ini disubsidi oleh pemerintahnya," ungkap dia.
Dia mengharapkan, ke depannya produk dalam negeri ini semakin diminati oleh warga perbatasan. Tidak tertutup kemungkinan pasokan produk Malaysia yang masuk ke Kabupaten Nunukan secara ilegal akan dibatasi atau bahkan dilarang nanti.
Barang kebutuhan pokok yang diangkut menggunakan kapal oleh program tol laut ini langsung dari Surabaya, Jatim.
Produk yang diangkut sesuai dengan kebutuhan warga setempat melalui rekomendasi Pemkab Nunukan.
(dni)
🌳
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah analis pasar modal menilai pelaku pasar lebih positif dalam menyambut pasangan Calon (paslon) Presiden Joko Widodo () dan Calon Wakil Presiden untuk maju dalam pemilihan presiden (pilpres) 2019.
Seperti diketahui, kubu Jokowi dan Ma'ruf Amin akan melawan kubu Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno dalam pilpres tahun depan.
Nama Ma'ruf Amin terbilang memberikan jaminan kepada masyarakat sekaligus pelaku pasar jika proses pilpres akan berlangsung dengan aman.
Sebagai Ketua Dewan Syariah Nasional (DSN), Ma'ruf Amin tentu disegani oleh banyak pihak. Dengan latar belakang agama Islam yang kuat, keputusan Jokowi untuk menggandeng Ma'ruf Amin juga dinilai akan mematahkan opini publik yang selama ini menyebut Jokowi sebagai bagian dari Partai Komunis Indonesia (PKI).
"Jadi kemungkinan isu SARA tidak ada lagi," ungkap Direktur Investasi Saran Mandiri Hans Kwee kepada , Jumat (10/8).
Kemudian, sebagai petahana calon presiden 2019, banyak pihak yang berspekulasi Jokowi akan menyabet kembali jabatannya sebagai presiden periode 2019-2024.
"Kalau gitu proyek-proyek infrastrukturnya masih akan berlanjut, infrastruktur itu kan sektor yang sangat produktif," ucap Hans.
Melalui proyek infrastruktur, berbagai sektor usaha penyokongnya berpotensi ikut terdongkrak, seperti produsen beton hingga semen.
Di sisi lain, Ma'aruf Amin juga akan mempengaruhi perkembangan ekonomi syariah di dalam negeri. Misalnya saja, ia bisa mendorong beberapa perusahaan bank syariah yang belum menjadi perusahaan publik untuk melantai di(BEI).
Beberapa bank syariah yang ada di Indonesia, yakni PT BNI Syariah, PT Bank Syariah Mandiri, dan PT Bank Mega Syariah.
"Kemudian untuk saham syariah bisa juga ikut terdampak," sambung Hans.
Setali tiga uang, Analis Henan Putihrai Liza C Suryananta menilai pelaku pasar domestik dan asing lebih percaya dengan upaya Jokowi dalam mengerek pertumbuhan ekonomi.
"Pilpres itu sesuatu lah untuk pelaku pasar, mereka menginginkan pertumbuhan ekonomi," kata Liza.
Kendati demikian, Liza masih pesimis dengan impian Jokowi terkait pertumbuhan ekonomi yang bisa mencapai tujuh persen. Sebab, jumlah investasi masih menurun.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) memperlihatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II 2018 sebesar 5,27 persen dan semester I 2018 sebesar 5,17 persen.
"Tapi kalau dilihat probabilitasnya pelaku pasar juga lebih percaya Jokowi," jelas Liza.
Secara keseluruhan, Analis Phintraco Sekuritas Rendy Mavvock Micin berpendapat masing-masing kubu tetap memiliki keunggulan masing-masing.
Untuk Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dinilai akan membuat program kerja yang lebih mendukung untuk kemajuan pengusaha. Sementara, Jokowi-Ma'aruf Amin akan meneruskan fokus pemerintahan saat ini dalam pembangunan infrastruktur.
"Tapi mungkin ya pasar lebih antisipasi kubu Jokowi karena beliau petahana ya," pungkas Rendy. (agi)
🍒
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Data ekonomi China kembali menopang rupiah. Kemarin, kurs spot rupiah menguat 0,16% jadi Rp 14.416 per dollar Amerika Serikat (AS). Serupa, kurs tengah rupiah Bank Indonesia terangkat 0,11% menjadi Rp 14.422 per dollar AS.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri mengatakan, posisi yuan China yang menguat terhadap dollar AS membantu rupiah. Penguatan yuan didorong oleh ekspor China di bulan Juli yang tumbuh 12,2%.
BACA JUGA
Namun, analis Asia Tradepoint Futures Andri Hardianto memprediksi penguatan rupiah yang terjadi sepanjang pekan ini akan berakhir. "Rupiah sudah mendekati level psikologisnya di Rp 14.400 dan biasanya akan berbalik arah," ujar dia.
Andri memperkirakan, rupiah hari ini bergerak di rentang Rp 14.380–Rp 14.460 per dollar AS. Sedang Reny menghitung rupiah akan bergerak antara Rp 14.385–Rp 14.440 per dollar AS.
🌹
JAKARTA sindonews - Posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Juli 2018 tercatat sebesar USD118,3 miliar. Meskipun lebih rendah dibandingkan dengan posisi pada akhir Juni 2018 yang sebesar USD119,8 miliar, cadangan devisa nasional disebut masih cukup tinggi.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Arbonas Hutabarat mengatakan, posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 6,9 bulan impor atau 6,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar tiga bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Arbonas di Jakarta, Selasa (7/8/2018).
Penurunan cadangan devisa pada Juli 2018 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif," pungkasnya.
🍉
Bisnis.com, JAKARTA- Indeks Tendensi Bisnis (ITB) kuartal II/2018 sebesar 112,82 menunjukkan kondisi bisnis yang terus tumbuh dengan optimisme pelaku bisnis lebih tinggi.
Pasalnya, angka ITB pada kuartal kedua kali ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan kuartal yang sama tahun lalu sebesar 111,63 dan kuartal I/2018 yang hanya sebesar 106,28.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan membaiknya kondisi bisnis dan optimisme pelaku bisnis yang membaik pada kuartal II/2018 ini disebabkan oleh meningkatnya komponen pendapatan usaha sebesar 122,98 dan penggunaan kapasitas produksi sebesar 114,60.
"Kondisi bisnis dan optimisme pelaku bisnis tertinggi terjadi pada kategori lapangan usaha pengadaan listrik dan gas dengan ITB 126,77," ujar Suhariyanto, Senin (6/8).
Sementara itu, peningkatan kondisi bisnis terendah terjadi pada kategori lapangan usaha real estat dengan ITB sebesar 101,96.
Secara umum, dia memaparkan konsumen merasakan peningkatan kondisi ekonomi dan optimisme pada triwulan II/2018 dengan nilai indeks sebesar 125,43 dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, sebesar 103,83.
Lebih lanjut, BPS melihat kondisi bisnis pada kuartal III/2018 diperkirakan meningkat dengan optimisme pelaku bisnis yang lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II-2018.
"Hal ini tercermin dari angka perkiraan ITB sebesar 106,05," ungkap Suhariyanto.
🌹
Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,27% pada kuartal II/2018 tersebut di atas perkiraan pemerintah.
Sri mengatakan pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,16%-5,17% pada kuartal II/2018.
"Pertumbuhannya lebih tinggi daripada yang kita harapkan. Itu bagus, terutama merupakan hasil domestic demand yang kuat, itu bagus," kata Sri ketika ditemui di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/8/2018).
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2018 itu bisa lebih tinggi dari pada perkiraan ditopang oleh pertumbuhan konsumsi yang tinggi.
Sri mengatakan konsumsi dapat tumbuh tinggi karena upaya stabilisasi harga yang dilakukan oleh pemerintah serta adanya berbagai momentum seperti hari libur panjang, bulan puasa, hari raya Idul Fitri sampai pemberian tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13.
"Yang kita lihat dari sisi permintaan, yang agak turun adalah investasi. Saya melihat itu agak di bawah yang kita harapkan karena kita lihat momentum pertumbuhan PMTB (pembentukan modal tetap bruto) di atas 7% sudah 3 kuartal berturut-turut, tiba-tiba sekarang turun di bawah 6%. Itu harus kita sikapi berhati-hati," katanya.
Menurutnya, situasi ini merupakan trade off atau pilihan dimana pertumbuhan konsumsi bagus namun di sisi lain pertumbuhan investasi melemah. Di samping itu, Sri juga mengatakan ekspor lebih lemah dan impor lebih tinggi daripada yang dibayangkan.
"Kita punya PR untuk pacu investasi dan ekspor agar dengan pertumbuhan di atas 5,2% itu tidak menimbulkan komplikasi dari sisi neraca pembayaran. Karena kalau ekspor terlalu rendah, impor terlalu tinggi maka pertumbuhan akan timbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran," katanya.
🍀
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua 2018. Kali ini pertumbuhan ekonomi Indonesia naik 5,27 persen.
Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto menuturkan pertumbuhan tersebut didukung oleh seluruh lapangan usaha. "Pertumbuhan tertinggi dicaapai oleh lapangan usaha jasa lainnya sebesar 9,22 persen," ujar dia di Kantor BPS, Senin, 6 Agustus 2018.
Selanjutnya, Suhariyanto mengatakan kontribusi pertumbuhan tersebut disusul oleh jasa perusahaan 8,39 persen dan transportasi pergudangan 8,59 persen.
Suhariyanto berujar, jika dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan kedua 2018, industri pengolahan tumbuh 0,84 persen. Kemudian, perdagangan besar eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh 0,69 persen, pertahuan, kehutanan, dan perikanan tumbuh 0,64 persen, konsstruksi 0,55 persen, dan transportasi pergudangan 0,35 persen.
Dari sisi pengeluaran, ujar Suhariyanto, pertumbuhan ekonomi triwulan kedua 2018 terhadap tahun sebelumnya, terjadi pada semua komponen. "Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen PK-LNPRT 8,71 persen," ujar dia.
Jika dibandingan dengan pertumbuhan ekonomi semester pertama 2018 degan tahun sebelumnya. Suhariyanto menjelaskan menguat, kemudian pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen PK-LNPRT yang mencapai 8,40 persen.
Secara spasial, BPS mencatat, struktur perekonomian Indonesia, masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa yang berkontribusi terhadap PDB 58,61 persen. Kemudian disusul oleh Pulau Sumatera 21,54 persen.
Selanjutnya, Pulau Kalimantan sebesar 8,05 persen, Pulau Sulawesi 6,20 persen, dan pulau lainnya di bagian timur 5,60 persen. "Laju pertumbuhan di Maluku dan Papua tertinggi jika dibandingkan tahun sebelunya 18,18 persen," tutur Suhariyanto.
🌹
JAKARTA sindonews - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II 2018 sebesar 5,27% secara (y-on-y) terhadap triwulan II-2017. Hal ini juga meningkat dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I pada 2018 yang hanya mencapai 5,06%.Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan, pertumbuhan ekonomi ini juga membaik dibandingkan pada tahun 2017 di kuartal kedua yang hanya mencapai 5,01%. "Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2018 adalah 5,27% dibandingkan kuartal pertama 2018 sebesar 5,06%. Dan lebih tinggi lagi dari 2017 sebesar 5,01%," kata dia di Gedung BPS, Jakarta, Senin (6/8/2018).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal II-2018 ditopang oleh kenaikan harga komoditas baik migas dan non migas, antara lain minyak mentah naik menjadi USD70,02 per barel. "Dibanding periode yang sama tahun lalu, harga minyak mentah sebesar USD46 per barel di kuartal II-2017. Sedangkan jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya USD63,02 per barel," jelasnya.
Lanjutnya dia menerangkan, bahwa dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi juga berasal dari lapangan usaha industri pengolahan, perdagangan dan pertanian membantu pertunbuhan ekonomi Indonesia. "Pengolahan mencapai 0,84% sedangkan perdagangan mencapai 0,69% dan pertanian 0,64%," paparnya.
Sambung dia menambahkan, dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi dicapai pada lapangan usaha dan jasa lainnya yang mencapai sebesar 9,22% dan jasa perusahaan sebesar 8,89% serta transportasi dan pergudangan mencapai 5,24%. "Utamanya didorong oleh pertumbuhan perusahaan mobil dan sepeda motor," tandasnya.
Dari sisi Pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (PK-LNPRT) yang tumbuh sebesar 8,71%. Ekonomi Indonesia triwulan II-2018 terhadap triwulan sebelumnya meningkat sebesar 4,21% (q-to-q).
Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada Lapangan Usaha Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan sebesar 9,93%. Dari sisi Pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah (PK-P) yang meningkat signifikan sebesar 32,52 persen.
Ekonomi Indonesia semester I-2018 terhadap semester I-2017 tumbuh 5,17% (c-to-c). Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha, pertumbuhan tertinggi pada Lapangan Usaha Jasa Lainnya sebesar 8,82%. Sementara dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi pada Komponen PK-LNPRT yang tumbuh sebesar 8,40%.
🌷
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengungkapkan Indonesia belum bisa tenang dalam menghadapi tantangan global yang berpengaruh ke perekonomian dalam negeri. Terutama dari sisi pelemahan mata uang akibat penguatan dollar AS. Terakhir China dinilai sengaja membiarkan mata uangnya melemah untuk mendongkrak ekspornya dalam menghadapi perang dagang. "Memang kita harus semakin banyak kebijakan yang ditempuh untuk menjawab agar jangan terlalu terseret ke dalam situasi itu. Walaupun untuk menghindar tidak bisa sepenuhnya menghindar. Kita akan tetap melihat situasi seperti ini. Artinya kita tidak bisa menganggap situasi makin tenang," kata Darmin saat ditemui di kantornya, Rabu (25/7/2018). Darmin mengungkapkan, dampak hal tersebut adalah ikut melemahnya rupiah dan beberapa negara lain di kawasan yang sama. Pelemahan rupiah berpengaruh besar terhadap kinerja perekonomian dalam negeri. Selama ini Indonesia masih lebih banyak mengimpor ketimbang ekspor, sehingga memberatkan pelaku usaha dan sektor-sektor yang bergantung terhadap barang impor. Baca juga: Menko Darmin: Indonesia Potensial Jadi Pemain Kunci Ekonomi Syariah Global Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), neraca perdagangan Indonesia dari Januari hingga Juni 2018 mencatatkan defisit 1,02 miliar dollar AS. Jumlah impor Indonesia selama semester I 2018 sebesar 89,04 miliar dollar AS, sementara ekspornya sebesar 88,02 miliar dollar AS. Selain itu, hal lain yang perlu dicermati adalah kebijakan bank sentral di Amerika Serikat, Federal Reserve atau The Fed, yang diperkirakan kuat akan kembali menaikkan suku bunga acuannya. Dinamika global seperti ini disebut Darmin akan terus diwaspadai, terutama dampaknya terhadap Indonesia. "Kebijakan-kebijakan yang ditempuh oleh bank sentral dan pemerintah serta OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tentu saja itu harus semakin dikonkritkan," tutur Darmin. Spesifik mengenai nilai tukar, sebelumnya Bank Indonesia juga memastikan akan fokus menyikapi ketidakpastian global. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan menjalin kerja sama internasional, khususnya dalam hal koordinasi kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan keuangan. Baca juga: China: Ancaman Perdagangan AS Tidak Pengaruhi EksporArtikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menko Darmin: Kita Tidak Bisa Menganggap Situasi Makin Tenang...", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/25/145416726/menko-darmin-kita-tidak-bisa-menganggap-situasi-makin-tenang.
Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Erlangga Djumena
Liputan6.com, Jakarta - Manajemen PT Pertamina menyatakan kinerja keuangan perseroan terkendali meski pemerintah tidak sesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terkendali.
Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Arief Budiman menyatakan, Pertamina tidak mungkin bangkrut meski saat ini mengalami kesulitan akibat berbagai tekanan.
Arief mengatakan, saat ini keuangan Pertamina masih terkendali, sebab pemerintah masih mendukung Pertamina tetap sehat. Jadi investasi jangka panjang yang direncanakan tidak ada yang dibatalkan.
"Keuangan terkendali dukungan pemerintah juga kuat yang pasti jangka panjang investasi enggak ada yang kami batalkan," kata Arief, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (24/7/2018).
BACA JUGA
Arief mengungkapkan, salah satu program yang masih berjalan adalah peremajaan dan pembangunan kilang. Dia pun menjamin Pertamina tidak akan bangkrut, hanya belanja modalnya sedikit terlambat untuk direalisasikan.
"Proyek kilang enggak. Tetap, Pertama, kami tidak bangkrut. Kedua, capex (capital expenditure) memang terlambat, tapi enggak ada yang kami batalin," tutur dia.
Arief menuturkan, meski pemerintah tidak menyesuaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, tetapi pendapatan Pertamina disokong dari sisi hulu dan efisiensi. Namun ketika ditanyakan keuangan Pertamina selama semester pertama 2018, dia belum bisa menyebutkan.
"Belum dihitung, masih finalisasi, tunggu dari semua dulu ESDM, kemenkeu, BUMN. persisnya berapa kita nggak bisa bilang," ujar dia.
Bila melihat laporan keuangan Pertamina yang dikutip dari laman Pertamina, perseroan mencatatkan laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk turun 19,28 persen menjadi USD 2,54 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 3,14 miliar.
Sementara itu, penjualan dan pendapatan usaha lainnya naik 17,73 persen menjadi USD 42,95 miliar pada 2017 dari periode 2016 USD 36,48 miliar.
Beban pokok penjualan perseroan meningkat 28,81 persen menjadi USD 31,11 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 24,15 miliar. Beban produksi hulu dan lifting meningkat menjadi USD 3,32 miliar pada 2017 dari periode sama tahun sebelumnya USD 2,97 miliar.
Total liabilitas Pertamina naik menjadi USD 27,38 miliar pada 2017 dari periode 2016 sebesar USD 25,15 miliar.Ekuitas perseroan naik menjadi USD 23,82 miliar pada 31 Desember 2017.
1 dari 2 halaman
Dua Cara Pemerintah Selamatkan Pertamina dari Jurang Defisit
Sebelumnya, Pemerintah memiliki dua cara untuk mengurangi defisit keuangan PT Pertamina (Persero) akibat keputusan tidak dinaikkannya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar subsidi di saat harga minyak dunia meroket.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengakui, kebijakan pemerintah terhadap Premium dan Solar bersubsidi akan berdampak pada kondisi keuangan Pertamina sebagai badan usaha yang ditugaskan untuk menyalurkan BBM.
"Menurut pandangan kami Pertamina badan usaha untuk melayani masyarakat, bila tidak dinaikan akan difisit" kata Jonan saat rapat dengan Komisi VII DPR, di Gedung DPR Jakarta, Kamis 19 Juli 2018.
Jonan mengungkapkan, cara untuk mengurangi defisit Pertamina atas kebijakan tidak dinaikannya harga Premium, pertama dengan mengkonversi keuntungan Pertamina dari kegiatan hulu minyak dan gas bumi (migas). Yaitu dengan memberikan Blok Migas yang habis kontraknya ke Pertamina.
Dia mencontohkan seperti penugasan ke Pertamina untuk mengelola Blok Mahakam, dari produksi migas blok bekas Total tersebut Pertamina mendapat keuntungan yang bisa untuk menutupi defisit atas penjualan Premium.
"Pemerintah menugaskan Pertamina mengelola PHE ONWJ juga 10 blok kecil terminasi yang jatuh tempo ke Pertamina, sehingga tambahan sektor hulu bisa menutupi defist di distribusi," ucapnya.
Sedangkan untuk solar, menurut Jonan saat ini harga solar subsidi yang ditetapkan sekitar Rp 5.150 per liter berbeda jauh dengan harga pasar, kondisi ini membuat subsidi yang ditetapkan Rp 500 per liter tidak cukup lagi untuk menutupi selisih harga.
🍓
JAKARTA okezone - Indonesia diramal akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar keempat di dunia pada tahun 2050 atau 32 tahun dari sekarang. Sementara China diyakini akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di tahun tersebut.
BERITA TERKAIT+
Setelah China, India diprediksi berada di posisi kedua sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Bahkan, India sebagai negara berkembang saat ini bisa mengalahkan Amerika Serikat yang diramalkan sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia ketiga tahun 2050.
Dalam jajaran 20 negara yang diramalkan sebagai negara dengan ekonomi terbesar 2050, tidak hanya didominasi negara-negara Barat. Beberapa nama negara Timur Tengah dan Asia juga diramalkan akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar di dunia 2050.
Berikut adalah 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia tahun 2050:
1. China
2. India
3. Amerika Serikat (AS)
4. Indonesia
5. Brazil
6. Meksiko
7. Jepang
8. Rusia
9. Nigeria
10. Jerman
11. Inggris
12. Arab Saudi
13. Prancis
14. Turki
15. Pakistan
16. Mesir
17. Korea Selatan
18. Italia
19. Kanada
20. Filipina
(rhs)
(dni)
🌹
per tgl 18 Juli 2018:
ID: JAKARTA- Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menilai penurunan angka kemiskinan yang dicapai pemerintahan Presiden Joko Widodo dari dua digit menjadi satu digit dalam setahun terakhir merupakan rekor baru yang patut diapresiasi.
"Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), angka kemiskinan di Indonesia turun dari angka 10,12% pada Maret 2017 menjadi 9,82% pada Maret 2018. Angka ini merupakan rekor baru dan untuk pertama kalinya menjadi satu digit sejak krisis moneter tahun 1998," kata Bambang Soesatyo di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Selasa.
Menurut Bambang Soesatyo yang akrab disapa Bamsoet, Pemerintah harus terus menekan angka kemiskinan, termasuk dengan menjaga stabilitas harga pangan dan daya beli masyarakat, karena naiknya harga komoditas utama seperti beras, terigu, gula, daging sapi, telur, dan daging ayam, dapat menurunkan daya beli masyarakat.
Bamsoet juga mendorong para Menteri Kabinet Kerja terus menggencarkan program pengentasan kemiskinan, salah satunya adalah melalui pemerataan pembangunan. "Salah satu faktor masih tingginya angka kemiskinan adalah belum meratanya pembangunan terutama di Indonesia bagian timur,” tuturnya.
Politisi Partai Golkar ini juga meminta Kementerian Sosial terus melakukan evaluasi terhadap program pengentasan kemiskinan, khususnya di perdesaan, karena Pemerintah telah menganggarkan dana desa yang besar untuk pembangunan fisik di desa dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
Terkait dengan konteks tersebut, Bamsoet mendorong Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dapat meningkatkan pengawasan dan pendampingan pengelolaan dana desa, terutama dari sisi administrasi serta pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat desa.
Bamsoet juga meminta Kemensos terus melakukan pendataan keluarga yang berhak menerima manfaat Program Keluarga Harapan (PKH) sekaligus memperketat persyaratan keluarga penerima manfaat PKH, agar program pengentasan kemiskinan tepat sasaran pada tahun berikutnya.
Bamsoet menilai jumlah pengangguran dapat dikurangi dengan menciptakan dan membuka lapangan. "Pemerintah dan swasta agar terus membuka lapangan pekerjaan yang dapat memberdayakan masyarakat miskin," katanya. (ant/gor)
🌷
per tgl 22 Juli 2018:
jpnn.com, JAKARTA - Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi, Kementerian Pertanian, Ketut Kariyasa mengungkapkan kebijakan pembangunan pertanian yang dijalankan selama pemerintahan Jokowi-JK sejak 2015 hingga Mei 2018 berhasil meningkatkan kesejahteraan petani. Menurutnya, ini dapat dilihat dari beberapa indikator.
Pertama, menurunnya secara konsisten jumlah penduduk miskin di perdesaan baik secara absolut maupun persentase, walaupun penurunannya tidak sedrastis di wilayah perkotaan.
“Dari data BPS, pada September 2015, jumlah penduduk miskin di perdesaan sebanyak 17,89 jiwa atau 14,09 persen dan pada September 2016 turun menjadi 17,28 juta jiwa atau 13,96 persen dan pada September 2017 turun lagi menjadi 16,31 juta jiwa atau 13,47 persen,” ujar Ketut di Jakarta, Minggu (24/6).
Kedua, sambung Ketut, membaiknya kesejahteraan petani juga bisa dilihat dari berkurangnya ketimpangan pengeluaran (menurunnya Gini Rasio) yang juga mencerminkan semakin meratanya pendapatan petani di pedesaaan.
Menurut data BPS, sejak Maret 2015 sampai Maret 2017, Gini Rasio pengeluaran masyarakat di perdesaan terus menurun, dari 0,334 pada 2015 menjadi 0,327 pada 2016 dan menurun lagi menjadi 0,302 pada 2017.
“Kondisi ini secara implisit menunjukkan semakin membaiknya pendapatan petani. Gini Rasio di perkotaan juga mengalami penurunan, namun masih berada dalam ketimpangan sedang, sementara di perdesaan sudah berada dalam ketimpangan rendah,” jelasnya.
Dan ketiga, bisa dilihat dengan semakin membaiknya daya beli masyarkat petani di perdesaan. Ini terlihat dari indeks Nilai Tukar Petani (NTP) dan Indek Nilai Tukar Usaha Rumah Tangga Pertanian (NTUP).
Berdasarkan data yang dirilis BPS, secara nasional pada Mei 2018 indek NTP sebesar 101,99 atau meningkat 0,37 persen jika dibanding April yang hanya 101,61. NTP Mei 2018 ini pun lebih besar dibanding Mei 2017 yang hanya 100,15. Begitu juga indek NTUP meningkat 0,32% dari 111,03 pada April 2018 menjadi 111,38 pada Mei 2018.
“Kenaikan NTP dan NTUP ini menunjukkan membaiknya daya beli petani yang secara otomatis menunjukkan kesejahteraan petani membaik. Meningkatkanya daya beli petani juga terjadi jika dibandingkan pada tahun sebelumnya (Mei 2017-red),” tandas Ketut.(jpnn)
🌸
per tgl 17 Juli 2018:
Bisnis.com, JAKARTA -- Persentase tingkat kemiskinan di Indonesia per Maret 2018 tercatat sebagai yang paling rendah sepanjang masa, yakni sebesar 9,82% atau 25,95 juta orang.
Angka kemiskinan nasional per Maret 2018 lebih rendah 633.200 orang dibandingkan dengan kondisi September 2017 yang sebanyak 26,58 juta orang atau 10,12%.
Persentase ini tidak hanya menjadi yang terendah sejak 1970, tapi juga paling kecil sejak metode perhitungan baru dilakukan pada 1998 dan pelaporan angka kemiskinan diubah pada 2011 menjadi setahun dua kali. Pelaporan angka kemiskinan dilakukan tiap Maret dan September.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suhariyanto mengatakan ini pertama kalinya persentase angka kemiskinan Indonesia berada di level satu digit.
"Persentase 9,82% terendah, tetapi jumlahnya masih besar 25,95 juta orang," ujarnya dalam konferensi pers, Senin (16/7/2018).
Jika dibandingkan penyusutan yang terjadi pada periode Maret-September 2017, maka penurunan pada September 2017-Maret 2018 juga masih lebih tinggi. Pada Maret-September 2017, terjadi penurunan hingga 1,2 juta orang.
Menurut BPS, penurunan pada Maret 2018 ini masih memiliki faktor penghambat yakni harga beras dan Nilai Tukar Petani (NTP).
Harga beras yang naik tinggi membuat pengeluaran masyarakat untuk membeli beras meningkat. Sementara itu, BPS menilai NTP yang menjadi acuan daya beli petani masih cenderung datar.
Pada Mei 2018, NTP naik tipis 0,37% menjadi 101,99 dibandingkan dengan April 2018. Adapun NTP pada Juni 2018 tercatat sebesar 102,04 atau naik 0,05%.
Dengan demikian, Suhariyanto menilai pemerintah memiliki banyak pekerjaan rumah untuk menekan angka kemiskinan dengan cepat dan tepat. Pasalnya, banyak pihak yang mengeluhkan bahwa penurunan kemiskinan saat ini sangat lamban.
Berdasarkan data BPS, dia melihat program beras sejahtera (rastra) memiliki kontribusi yang baik terhadap upaya menekan angka kemiskinan. Pada 2018, penyaluran rastra dipandang jauh lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya.
"Tahun lalu buruk, BPS melakukan survei Januari-Maret itu tidak bagus. Tetapi tahun ini, lumayan bagus," tutur Suhariyanto.
Jika rastra dialihkan menjadi bantuan nontunai, maka BPS berharap kontribusinya juga bisa lebih baik.
Data BPS juga masih menunjukkan komoditas makanan berpengaruh besar pada garis kemiskinan dibandingkan komoditas non makanan. Hal ini terjadi baik di kota maupun di desa.
Jenis komoditas makanan tersebut antara lain beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, dan gula pasir. Sumbangan makanan terhadap garis kemiskinan Maret 2018 mencapai 73,48%.
"Angka ini naik dibandingkan kondisi September 2017, yang sebesar 73,35%," sebutnya.
Oleh karena itu, upaya terus menjaga inflasi bahan makanan sangat diperlukan.
Dari sisi wilayah, jumlah penduduk miskin di perkotaan berkurang 128.200 orang menjadi 10,14 juta orang pada Maret 2018. Jika dilihat dari sisi persentase, BPS mencatat angkanya menyusut dari 7,26% pada September 2017 menjadi 7,02% pada Maret 2018.
Di perdesaan, jumlah penduduk miskinnya terpangkas 505.000 orang menjadi 15,81 juta orang. Di sisi persentase, angkanya turun dari 13,47% pada September 2017 menjadi 13,2% pada Maret 2018.
🍈
per tgl 13 Juli 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan Bank Indonesia (BI) menunjukkan, kegiatan dunia usaha pada triwulan II-2018 tumbuh 20,23%. Angka itu lebih tinggi dari triwulan I-2018 yang tumbuh sebesar 8,23%. Survei dilakukan terhadap 3.073 perusahaan di Indonesia dengan nilai omzet sekitar Rp 2,5 miliar per tahun.
Kepala Departemen Statistik BI Yati Kurniati mengatakan, BI mencatat terjadi pertumbuhan di semua sektor, terutama industri pengolahan, perdagangan, hotel, dan restoran, jasa keuangan, real estate, dan jasa perusahaan. "Membaiknya kinerja industri pengolahan ditopang Ramadan dan Lebaran, ditambah cuti bersama yang diperpanjang," ujarnya, Kamis (12/7).
BACA JUGA
Sejalan dengan peningkatan kegiatan usaha, rata-rata kapasitas produksi terpakai dan penggunaan tenaga kerja pada triwulan II-2018 meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Tingkat penggunaan kapasitas produksi meningkat dari 76,27% pada triwulan I menjadi 78,40% pada triwulan II-2018.
Kenaikan tingkat penggunaan tenaga kerja tercermin pada peningkatan SBT jumlah tenaga kerja dari -0,88% pada triwulan I-2018 menjadi 4,73% pada triwulan II-2018. Dari sisi keuangan, kondisi likuiditas dan rentabilitas dunia usaha triwulan II-2018 tetap baik, dengan akses pada kredit perbankan yang relatif mudah.
Ke depan, ekspansi kegiatan usaha diperkirakan akan terus berlanjut, walau lebih rendah. Hal itu tercermin pada perkiraan kegiatan usaha triwulan III-2018 sebesar 17,73%, yang lebih lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 20,89%.
Berdasarkan sektor ekonomi, perlambatan kegiatan usaha diperkirakan terutama pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan.
Eric Sugandi, Project Consultant Asian Development Bank (ADB) mengatakan, pada triwulan-II 2018 kegiatan dunia usaha dipengaruhi faktor musiman yakni Ramadan dan Lebaran. Hal itu membuat ekspansi dunia usaha lebih cepat. "Sementara di triwulan ketiga tahun 2018 ini, pengaruh dari faktor seasonal ini tidak ada, karenanya ada kemungkinan ekspansi bisnis melambat," ujarnya.
Menurutnya, survei BI merupakan persepsi responden. Sedangkan indeks yang berkaitan dengan ekspektasi, hasilnya bisa sesuai atau tidak sesuai dengan kondisi aktual.
🌳
per tgl 12 Juli 2018:
Jakarta - PT Inalum (persero) menguasai 51,38 persen PT Freeport Indonesia melalui skema divestasi saham. Adapun nilai pembelian saham tersebut mencapai US$3,85 miliar. Hal ini tertuang dalam Head of Agreement (HoA) yang ditandatangani oleh Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin dan CEO Freeport McMoran Richard Adkerson di kantor Kementerian Keuangan (Kemkeu), hari ini.
Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno mengatakan, kepemilikan 51,38 persen itu mencaplok 40 persen hak partisipasi (participating interest/PI) Rio Tinto dan saham PT Indocopper.
"Total nilai yang diambil US$3,85 miliar," kata Rini usai penandatangan HoA di Jakarta, Kamis (12/7).
Saham Freeport Indonesia sebelumnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia sebesar 9,36 persen, Indocopper 9,36 persen dan Freeport McMoran sisanya. Dalam perjalanannya, saham Indocopper dibeli oleh Freeport McMoran sehingga jumlah sahamnya menjadi 41,64 persen saham.
Baca Juga: Inalum Capai Kesepakatan Kuasai Freeport 51%
Seiring dengan terbentuknya holding BUMN Pertambangan dan Inalum sebagai induk perusahaan maka saham pemerintah di Freeport dialihkan ke Inalum.
Rini menuturkan, saham Inalum 9,36 persen mengalami dilusi menjadi 5,6 persen dengan proses pencaplokan 40 persen PI Rio Tinto. Dengan terdilusi tersebut, maka proses divestasi selanjutnya membeli 100 persen saham Indocopper.
"Kalau ambil dari Rio Tinto tidak cukup 51 persen, makanya kita ambil Indocopper," tuturnya.
Sumber: BeritaSatu.com
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo mengatakan pengambilalihan divestasi PT Freeport Indonesia oleh pemerintah telah mencapai kata sepakat.
"Saya telah mendapatkan laporan bahwa holding industri pertambangan kita, Inalum, telah capai kesepakatan awal dengan Freeport untuk meningkatkan kepemilikan kita menjadi 51% dari yang sebelumnya 9,36%, Alhamdulillah," ungkap Presiden di ICE BSD Tangerang, Kamis (12/7).
BACA JUGA
Presiden mengatakan, Freeport Indonesia merupakan pengelola tambang hampir 50 tahun di Indonesia. Adapun negosiasi yang terjadi diakuinya sangat alot dan intens. "3,5 tahun yang kita usahakan sangat alot dan sangat intens sekali. Tapi memang ini menyangkut negosiasi yang tidak mudah," tambahnya.
Meski begitu, untuk nilai divestasi yang disepakati, ia menyerahkan kepada Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri ESDM Ignatius Jonan. Yang pasti ia menilai, langkah pemerintah kali ini merupakan sebuah lompatan besar, sehingga ke depannya negara bisa mendapatkan pendapatan yang lebih besar dari pajak, royalti, dan deviden retribusinya.
"Sehingga nilai tambah komoditas tambang bisa dinikmati oleh kita semua. Kepentingan nasional harus di nomor satukan," jelas Presiden.
Tak hanya itu, Presiden juga mengungkapkan keberhasilan pemerintah di Blok Mahakam yang sudah dikuasai 100% lewat Pertamina.
"Sudah kita ambil dan diserahkan ke Pertamina. Sementara untuk Blok Rokan masih dalam proses," katanya.
Sekadar tahu saja, PT Freeport Indonesia bersama dengan pemerintah akan menandatangani perjanjian terkait pengelolaan tambang emas dan tembaga Grasberg. Hal itu, sesuai dengan jadwal agenda Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Menurut jadwal agendanya yang didistribusikan ke media, Sri Mulyani akan melakukan konferensi pers penandatanganan head of agreement tersebut di Gedung Kementerian Keuangan (Kemkeu), pukul 16.00 WIB hari ini, Kamis (12/7).
Sebagaimana diketahui, proses pengambilalihan divestasi 51% Freeport oleh pemerintah, salah satunya dengan mengakuisisi Participating Interest (PI) 40% milik Rio Tinto melalui PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Setelah PI 40% dalam mengelola tambang Gasberg diambil alih, pemerintah akan mengonversinya menjadi saham di Freeport.
🌸
per tgl 10 Juli 2018: JAKARTA okezone – Di tengah gonjang-ganjing perekonomian global, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku optimis jika pendapatan negara pada tahun ini akan mencapai target. Dalam postur APBN 2018, pendapatan negara diproyeksikan sebesar Rp1.894 triliun.
Jumlah tersebut berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.618,1 triliun. Sedangkan pendapatan yang berasal dari PNBP adalah sebesar Rp275,4 triliun dan hibah sebesar Rp1,2 triliun.
Menurut Sri Mulyani, penerimaan hingga akhir tahun 2018 bahkan bisa di atas angka 100%. Diperkirakan pendapatan negara akan surplus atau lebih sekitar Rp8 triliun.
Optimisme tersebut dikarenakan kinerja pendapatan negara baik dari pajak maupun luar pajak pada semester I-2018 menunjukan performa yang baik. Selain itu, pada semester II-2018 diprediksi pendapatan negara akan semakin tinggi menyusul kurs Rupiah atas dolar yang semakin membaik.
"Pendapatan negara dengan kalkulasi yang kita hadapi sekarang, dengan kurs di semester II dan lain-lain kita lihat akan 100% atau ada Rp8 triliun lebih tinggi " ujarnya saat ditemui di Gedung DPR-RI, Jakarta, Selasa (10/7/2018).
Sri Mulyani menambahkan, penerimaan pajak nantinya akan berasal dari dua sumber yakni instrumen pajak, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta dana hibah. Namun, yang membuat penerimaan lampaui target adalah meningkatkan pendapatan yang berasal dari PNBP dan perpajakan.
"Ini (capaian penerimaan pajak) berasal dari kombinasi PNBP dan pajak," ucapnya.
Saat ditanyai pendapatan negara pada semester pertama, Sri Mulyani mengaku akan melaporkan dalam beberapa waktu dekat ke DPR. Penyerahan laporan tersebut sekaligus untuk melakukan kajian atas kinerja semester I-2018 secara keseluruhan dengan DPR-RI.
"Nanti di dalam tanggal 13 akan saya sampaikan laporan semester I kepada dewan, itu termasuk kajian terhadap semester I dan keseluruhan tahun 2018," jelasnya.
🌲
per tgl 06 Juli 2018:
JAKARTA okezone - Pemerintah tengah mempersiapkan antisipasi untuk menghadapi perang dagang hingga kenaikan suku bunga dan kebijakan Amerika Serikat (AS). Kementerian Koordinator bidang Perekonomian pun memimpin persiapan tersebut.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah sebelumnya sudah melakukan rapat untuk menghadapi perkembangan perekonomian global seperti perang dagang dan lainnya. Jadi ditentukan apa saja yang diantispasi, tentunya dengan mendorong ekspor.
"Apa yang perlu mempercepat ekspor, apa itu barangnnya. Tapi jangan tanya dulu barangnya karena tadi baru mulai diidentifikasi," tuturnya di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (6/7/2018).
Selain ekspor, lanjut Darmin, tentu untuk menghadapi gejolak global, Indonesia harus bisa memperlambat impor.
"Nah nanti kita akan ada rapat lagi mungkin lebih luas. Tadi kan ke industri pariwisata, mungkin minggu depan dengan pertanian dan ESDM, nanti sore," tuturnya.
Pada intinya, Kemenko Perekonomian akan melakukan rapat koordinasi dengan semua kementerian terkait untuk mencari informasi dan memikirkan apa langkah selanjutnya untuk meningkatkan ekspor dan menurunkan impor.
"Jadi nanti kita akan bentuk task force untuk merumuskan lebih persis apa saja yang perlu dilakukan di bidang ekspor dan impor," ujarnya.
(dni)
🌽
per tgl 05 Juli 2018:
Jakarta – Perusahaan manajer investasi, PT Eastspring Investments Indonesia (Eastspring) meyakinkan pemodal bahwa gejolak sentimen global tidak berdampak signifikan terhadap kondisi makro ekonomi Indonesia. Fakta itu terihat dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang justru terus mengalami perbaikan.
Pada kuartal I-2018 ekonomi tumbuh sebesar 5,06%. Sementara pada tahun 2018, pasar memperkirakan ekonomi akan tumbuh sebanyak 5,3% yang ditopang oleh sektor konsumsi dan investasi.
Optimisme tersebut mengemuka dalam acara market update sekaligus Halal bi Halal yang gelar Eastpring dengan media massa di Jakarta, Rabu, (4/7/2018).
Dalam acara tersebut, Eastspring menyajikan business updatesekaligus informasi dan pandangan perusahaan mengenai kondisi pasar global dan lokal terkini serta bagaimana menyikapi dinamika ekonomi tersebut untuk menentukan strategi dan keputusan investasi.
Ari Pitojo, CFA, Chief Investment Officer Eastspring Indonesia yang tampil sebagai pembicara mengatakan Pilkada serentak, diperkirakan akan menambah kontribusi pertumbuhan ekonomi sebesar 0,2% ke ekonomi. Inflasi juga cenderung terkendali di kisaran batas Bank Indonesia yaitu 3% sampai 5%. Ditambah dengan support BI untuk menjaga stabilitas ekonomi dengan menaikkan 7DRR sebanyak total tiga kali pada bulan Mei dan Juni untuk menjaga stabilitas Rupiah.
Kekuatan fundamental ekonomi tersebut seharusnya membawa kembali optimisme pelaku pasar, terutama pemodal untuk horizon jangka panjang.
Daikui Ari, koreksi yang terjadi di pasar saham dan obligasi selama beberapa bulan belakangan ini merupakan sebuah konsekuensi akibat terjadinya kenaikan suku bunga The Fed yang lebih cepat karena pemulihan ekonomi di Amerika Serikat (AS) sekaligus timbulnya ketegangan geopolitik seperti perang dagang antara AS dan Tiongkok.
“Naiknya suku bunga di AS yang merefleksikan kebangkitan perekonomian AS, menimbulkan risiko kembalinya dana investasi asing ke AS dan menekan nilai tukar rupiah,” ujarnya.
Namun koreksi pasar yang terjadi tidak membuat semua pengelola dana kinerjanya terpuruk. “Sebagai manajer investasi yang telah melayani nasabah Indonesia dan berinvestasi di pasar Indonesia lebih dari satu dasawarsa, Eastspring telah melewati berbagai siklus perekonomian termasuk seperti yang terjadi saat ini. Dengan keahlian dan pengalaman Eastspring yang telah teruji serta dukungan grup perusahaan dan akses ke pasar global, kami berkomitmen untuk terus memberikan yang terbaik bagi para nasabah dalam berbagai siklus perekonomian sebagaimana yang telah kami lakukan selama ini”, imbuh Alan T. Darmawan, Presiden Direktur Eastspring Indonesia.
Hal itu menurut Alan terlihat dari nilai dana kelolaan Eastspring yang tidak relatif stabil ketika koreksi di pasar saham dan obligasi terjadi beberapa bulan terakhir. Eastpring mengklaim per 29 Maret 2018 mencapai angka lebih dari Rp 84,35 triliun, atau hanya turun kurang dari 1% dibandingkan 29 Desember 2017.
Sumber: Majalah Investor
🍕
per tgl 04 Juli 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Era revolusi industri 4.0 sedang menjadi buah bibir. Di satu sisi perubahan tersebut bisa membuka peluang baru, namun ada juga kekhawatiran revolusi industri yang mengarah pada automasi ini bakal mendorong permasalahan yang lain, terutama di sektor ketenagakerjaan.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan, revolusi industri akan membut Indonesia di tahun 2045, harus menghadapi tantangan dari sejumlah risiko-risiko pasar finansial global. Hal itu ditandai dengan anjloknya penjualan mobil, komunikasi bebas biaya, mobil dari baja daur ulang sehingga industri baja jatuh, dan maraknya mobil listrik sehingga mengancam keberlangsungan mobil BBM.
Dalam menyikapi tantangan global tersebut, yang pertama perlu dilakukan Indonesia adalah bagaimana mengeliminasi gangguan yang berpotensi menghambat kemajuan. "Yang dilakukan untuk menghadapi tantangan kini adalah kolaborasi antara pemerintah-masyarakat-pelaku-usaha," kata Moeldoko, Selasa (3/7).
Dia yakin berbagai proyek infrastruktur yang dibangun dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) bakal jadi aset pemersatu bangsa. Sebab, proyek-proyek infrastruktur itu akan meningkatkan konektivitas antar wilayah di Indonesia. Hingga tahun 2019, total infrastruktur yang dibangun mencapai 12 proyek nasional dan 240 proyek daerah di seluruh Indonesia. "Kami juga harus manfaatkan peluang atau aset yang ada untuk memaksimalkan peluang," kata Moeldoko.
Selain infrastruktur, hal lain yang juga disiapkan pemerintah menghadapi revolusi industri 4.0 adalah menyiapkan vokasi atau pelatihan bagi tenaga kerja. Oleh karena itu perlu mendorong perusahaan mendirikan badan riset.
🍍
KONTAN.CO.ID -
IHSG masih dibayang-bayangi sentimen perang dagang dan kenaikan suku bunga
BACA JUGA
JAKARTA. Hari ini, Selasa (3/7), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam di akhir perdagangan. Mengutip RTI, indeks turun 1,96% atau 112,833 poin ke level 5.633,933.
Tercatat 343 saham memerah, dan hanya 65 saham yang menghijau. Sisanya 95 saham stagnan. Hal ini diduga karena mengantisipasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China pada 6 juli nanti.
Analis Erdikha Elit Sekuritas Okky Jonathan mengatakan bahwa berdasarkan laporan nonfarm payrolls dari Departemen Tenaga Kerja AS untuk bulan Juni yang dirilis pada hari Jumat (29/6) kemarin, menunjukkan pertumbuhan pekerjaan turun menjadi 195.000 dari posisi 223.000 pada bulan Mei lalu.
"Hal ini akan berdampak pada kenaikan inflasi AS dan bisa membuat The fed tidak ragu-ragu untuk menaikan suku bunga untuk ketiga kalinya. Hal ini mendukung investor asing untuk keluar dari pasar saham Indonesia," katanya.
Ia memprediksi IHSG akan bergerak sideways 5600-5700 hingga 6 Juli nanti. Sedangkan level bottom IHSG diprediksi bisa sampai kisaran 5.500 secara teknikal.
Okky bilang kemungkinan market akan pulih pada kuartal ketiga atau bulan September tahun ini. Maka, ia menyarankan kepada investor untuk saat ini holddulu dan melakukan akumulasi beli di level bottom.
Terkait efek perang dagang antara AS versus China terhadap harga batubara, Okky bilang China sebagai importir terbesar berpotensi menjadikan Indonesia sebagai pasar pembelinya, meski Indonesia paling banyak mengekspor batubara ke China.
Soal tarif pajak terhadap produk AS maupun China, ia bilang ini bisa membuat emiten di China ataupun AS terbebani.
Sementara itu, Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan, penurunan IHSG hari ini dipengaruhi oleh sentimen perang dagang dan kekhawatiran pembatasan investasi.
"Batas waktu makin dekat, AS akan mengenakan tarif pajak sebesar 34 miliar dollar kepada 800 produk China. Dan China pasti akan membalas dan ini akan melebar ke Eropa, Kanada dan Meksiko," jelasnya.
Hans memprediksi IHSG akan mencapai level bottom dari 5450 sampai 5150. Maka, ia merekomendasikan agar investor melakukan akumulasi beli di level 5450 ke bawah dan untuk sekarang perlu wait and see dulu.
🌽
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun tajam di akhir perdagangan, Selasa (3/7). Mengutip RTI, indeks turun 1,96% atau 112,833 poin ke level 5.633,933.
Tercatat 343 saham memerah, dan hanya 65 saham yang menghijau. Sisanya 95 saham stagnan. Indeks memerah karena investor mengantisipasi penerapan tarif impor ala Amerika Serikat atas produk dari China yang mulai berlaku 6 Juli nanti.
BACA JUGA
Kendati begitu, Head of Research Mirae Asset Sekuritas Taye Shim memprediksikan IHSG hingga akhir tahun bisa menggapai level 6.479. Proyeksi tersebut telah direvisi dari target sebelumnya 6.795 karena kondisi pasar yang terus terkoreksi.
Taye mengatakan, turbulensi yang terjadi pasar saham saat ini akibat dari faktor eksternal, yakni kemungkinan perang dagang dan keputusan Federal Reserve menaikkan suku bunga beberapa kali di tahun ini. "Tidak ada hal yang bisa dilakukan Indonesia untuk menghindari faktor itu," kata Taye di Equity Tower, Jakarta, Selasa (3/7).
Dia menjelaskan kondisi pasar saham yang saat ini underperformance disebabkan aksi asing yang terus melakukan aksi jual. Meski demikian, Indonesia bukan menjadi satu-satunya pasar yang mengalami koreksi.
Kinerja MSCI Emerging Market, secara year to date hingga 25 Juni lalu sudah terkoreksi 7,5%, sementara IHSG sudah terkoreksi hingga 7,8%. Pasar saham China dan Filipina justru memiliki performa yang lebih buruk dari pasar saham Indonesia. Indeks pasar saham di dua negara itu masing-masing sudah turun 13,5% dan 18,4% di periode yang sama.
Dia menyarakan agar investor fokus pada perusahaan-perusahaan yang memonopoli suatu industri tertentu. Selain itu, pelaku pasar juga jangan hanya fokus pada saham-saham berkapitalisasi besar tetapi juga ke saham-saham dengan mid to small cap.
🌸
per tgl 03 Juli 2018:
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan target pertumbuhan ekonomi 2019 merefleksikan ekonomi Indonesia terus bergerak. Pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan pemerintah pada 2019 adalah 5,2 sampai 5,6 persen. "Kami membuatnya sebagai sinyal bahwa perekonomian berjalan baik. Kami ingin realistis, tidak terlalu tinggi, tapi sebagai sinyal bahwa ekonomi bergerak," kata Suahasil saat rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (2/7/2018). Salah satu sinyal ekonomi Indonesia membaik dapat dilihat dari penerimaan pajak yang meningkat. Hingga akhir Mei 2018, penerimaan pajak mencapai Rp 484,5 triliun atau tumbuh 14,13 persen dari periode yang sama tahun lalu. (Baca: THR Lebaran 2018 Dorong Pertumbuhan Penerimaan Pajak) "Hal ini akan terus kami perhatikan. Semoga outlook akhir tahun ini semakin baik," ujar Suahasil. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ( BPS), realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia beberapa tahun terakhir ada pada kisaran 4 sampai 5 persen. Seperti pertumbuhan ekonomi pada 2015 sebesar 4,88 persen, 2016 sebesar 5,03 persen, dan 2017 sebesar 5,07 persen. Sementara target pertumbuhan ekonomi tahun 2018 dipatok 5,4 persen. (Baca: Asumsi Dasar Makroekonomi Indonesia Jelang RAPBN 2019) Selain pertumbuhan ekonomi, pemerintah bersama DPR juga menyepakati asumsi makroekonomi lain untuk persiapan Rancangan APBN 2019, yakni perkiraan nilai tukar rupiah Rp 13.700 sampai Rp 14.000. Lalu, suku bunga SPN 3 bulan sebesar 4,6 sampai 5,2 persen, Tingkat Pengangguran Terbuka 4,8 sampai 5,2 persen, tingkat kemiskinan 8,5 sampai 9,5 persen, gini ratio 0,38 sampai 0,39, serta Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 71,98.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Target Pertumbuhan Ekonomi 2019 Sinyal Ekonomi Indonesia Membaik", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/07/02/132639126/target-pertumbuhan-ekonomi-2019-sinyal-ekonomi-indonesia-membaik.
Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Kurniasih Budi
🌷
per tgl 28 Juni 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah semakin tertekan menjelang akhir semester pertama. Kamis (28/6), Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) di Bank Indonesia berada di level Rp 14.271 per dollar Amerika Serikat (AS).
Rupiah melemah 0,76% jika dibandingkan dengan posisi Selasa yang ada di Rp 14.163 per dollar AS. Ini adalah posisi terlemah rupiah Jisdor sejak 7 Oktober 2015.
BACA JUGA
Di pasar spot pukul 10.44 WIB, nilai tukar rupiah berada di Rp 14.284 per dollar AS. Ini adalah level terlemah rupiah terhadap dollar AS sejak 6 Oktober 2015.
Dalam sehari perdagangan, rupiah di pasar spot melemah 0,74%. Menurut data Bloomberg, rupiah telah melemah 5,10% sejak awal tahun.
Rupiah menjadi mata uang dengan pelemahan terbesar ketiga di Asia setelah rupee yang melemah 7,13% dan peso Filipina yang melemah 6,83%.
Sementara itu, indeks dollar yang mencerminkan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama dunia menguat 3,39% secara year to date (ytd). Hari ini, indeks dollar melemah tipis ke 95,24. Meski melemah, indeks dollar sepanjang bulan Juni terus mencatat level tertinggi tahun ini.
🍒
per tgl 25 Juni 2018:
JAKARTA okezone - Lembaga pemeringkat internasional Moody's Investor Service (Moody's) menyatakan bahwa Indonesia dan India termasuk ke dalam negara Asia dengan utang paling berisiko.
Penilaian ini tidaklah mengherankan jika melihat kejatuhan mata uang Indonesia dan India yang terpukul paling parah tahun ini, dan besarnya cadangan devisa yang mereka miliki untuk menutupi utang tersebut.
Menyikapi hal ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, ketergantungan Indonesia terhadap utang luar negeri dari sisi pembeli Surat Utang Negara (SUN). Hal tersebut juga bisa dilihat dari peringkat pada Moody's.
"Pandangan Moody's mereka katakan kita peringkat ketiga. Tapi dibandingkan dengan dua ranking di atasnya, yaitu Malaysia dan India, Indonesia 51% (indeks kerentanan utang) jauh lebih rendah. Saya sudah sampaikan sisi pembeli SUN kita di sekitar 37%," tuturnya, di Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (26/5/2018).
Menkeu Sri Mulyani: Kinerja APBN 2018 Alami Perbaikan
Menurut Sri Mulyani,utang negara saat ini masih positif. Bisa dilihat dari penerbitan SUN yang demand-nya masih tinggi atau artinya ada yang mau membeli.
"Kita dipercaya ada yang mau membeli. Kalau sisi negatif, kalau dia enggak percaya Indonesia, dia bisa pergi," tuturnya.
Pemerintah bisa membuktikan bahwa utang negara sudah dikendalikan dengan sangat hati-hati. Bisa dibuktikan dengan, posisi pembiayaan anggaran pada 2018 jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya.
"Sebelumnya dalam hal ini 2015 growth pada pembiayaan posisi Mei 46%, jadi melonjak tinggi sekali. 2016 growth 19%, mulai 2017 negatif. Itu artinya menurun bukan meningkat, tahun ini menurun 13,1%," tuturnya.
Bukti lainnya, lanjut Sri Mulyani, penerbitan instrumen utang negara sampai akhir Mei 2018 terus mengalami penurunan sangat drastis. 2015 growth penerbitan SBN 38,9%, 2016 sebesar 15%. Mulai 2017 growth negatif dan tahun ini negatif double digit, negatif 15%.
"Jadi saya ingin sampaikan kalau bicara tentang keuangan negara, kalau lihat pembiayaan anggaran trennya membaik itu kemudian digunakan. Itu dari sisi tanggung jawab negara ini menjadi lebih baik," ujarnya.
🍁
Jakarta detik - Ketua Umum Partai Gerinda Prabowo kembali menyindir pemerintah saat ini. Kali ini dia menyebut kondisi utang Indonesia sudah berbahaya dan telah mencapai Rp 9.000 triliun.
Prabowo melontarkan sindiran tersebut dengan menyertakan data lembaga Moody's yang jadi sumber rujukan berita Bloomberg.
Mengutip Moody's Investors Service, Senin (25/6/2018), lembaga rating ini memang mengeluarkan riset untuk menentukan rating Indonesia. Di dalamnya mencatat posisi external vulnerability index atau indeks kerentanan eksternal Indonesia sebesar 51%.
Indeks tersebut mengkalkulasi dari jumlah utang luar negeri (ULN) jangka pendek, utang jangka panjang jatuh tempo, dan total pemegang deposito non penduduk selama satu tahun dan kemudian dibagi dengan cadangan devisa. Data itu merupakan proyeksi untuk 2018.
Bloomberg pun mencatat, Indonesia di posisi kedua sebagai negara dengan tingkat kerentanan paling tinggi di Asia. Posisi pertama ada India dengan 74%.
Meski begitu Moody's Investors Service telah menaikkan rating Indonesia dari Baa3 menjadi Baa2. Prospek pun diubah dari positif menjadi stabil.
Moody's juga menyebut ketahanan Indonesia dari guncangan ekonomi masih kuat yang ditopang dari peningkatan kinerja ekspor pada 2017. Peningkatan disebabkan oleh kenaikan permintaan global, kenaikan harga komoditas dan upaya diversifikasi ekspor dari komoditas ke manufaktur.
Moody's mencatat porsi ekspor manufaktur Indonesia dari total ekspor naik dari posisi 62 di 2013 menjadi 72 di 2017. Sementara pangsa ekspor komoditas menjadi moderat. Diperkirakan defisit neraca berjalan sekitar 1,8% dari PDB.
Akibatnya Moody's mencatat cadangan devisa Indonesia naik menjadi US$ 119 miliar pada akhir Maret 2018. Lembaga ini yakin hal itu bisa menjadi penyangga tingkat kerentanan utang Indonesia.
🍅
per tgl 08 Juni 2018:
Jakarta JG. The World Bank has cut its growth forecast for the Indonesian economy for this year to 5.2 percent from the 5.3 percent projected in March, amid volatile global financial conditions that have forced the central bank to tighten monetary policy.
The Central Statistics Agency (BPS) said the Indonesian economy grew 5.06 percent year-on-year in the first quarter, far lower than the 5.4 percent target in the 2018 state budget, mainly due to household consumption, which remained stagnant.
The projection by the Washington-based lender is in line with that by the Asian Development Bank and International Monetary Fund, which predict that the country's economy will likely expand by 5.2 percent.
"There is elevation of volatility in the global market starting in February, which put a lot of pressure on emerging markets, including Indonesia. So the first quarter was not as strong as we had expected," Frederico Gil Sander, World Bank lead country economist for Indonesia, told the Jakarta Globe on Wednesday (06/06).
The rupiah dropped to a low of 14,202 against the US dollar last month – the weakest level since 2015 – amid a massive selloff on the Indonesian Stock Exchange (IDX) as global investors moved their capital into higher-yielding assets in the United States. The 2018 state budget assumes a rupiah exchange rate of 13.400 to the dollar.
Foreign investors, who largely hold the most liquid assets on the IDX, have sold Rp 38.5 trillion ($2.9 billion) worth of stocks between January and May, which is only Rp 2 trillion short of the total for all of last year.
In its first since November 2014, Bank Indonesia hiked its benchmark interest rate twice in two weeks last month to support the currency and stem capital outflows.
However, there are fears that an early rate hike may lower spending by consumers and businesses as it makes lending more expensive. Growth in private consumption, which accounts for half of Indonesia's economy, remained stuck at 5 percent in the first quarter.
"We think consumption has stabilized at around 5 percent, and while it is not slow, some efforts are needed by the government to accelerate consumption," said Sander, who was previously based in India.
However, Indonesia is benefiting from rising commodity prices, including coal, one of the country's key exports, which rose 25.6 percent on average in the first quarter. Indonesia's coal benchmark, or HBA, was set at a six-year high of $101.86 in March.
Last month, oil prices also hit their highest levels since November 2014, reaching almost $78 a barrel for global benchmark Brent crude.
The higher commodity prices saw more investment, especially in machinery, equipment and vehicles. According to the Investment Coordinating Board (BKPM), Indonesia attracted Rp 185.3 trillion in investment between January and March, which was 11.8 percent higher than the same period last year. Of this, Rp 108.9 trillion was foreign direct investment, excluding banking and the oil and gas sector.
The BKPM has set a total investment target of Rp 765 trillion for this year, which represents a 10.4 percent increase from last year. Rp 477.4 of this is foreign direct investment.
The rise in investment increased import growth to 19.5 percent in the first quarter, compared with exports, which increased by 10.2 percent.
Total imports reached $44 billion between January and March, with raw materials amounting to $32 billion, followed by capital goods and consumer goods, BPS data shows.
Indonesia recorded a trade deficit for three months in a row between December and February, which swung to a surplus in March before returning to a deficit in April.
Government consumption rose 12.9 percent in the first quarter – the fastest pace since 2016 – due to increased spending on social assistance, such as the Family Hope Program (PKH), which is aimed at reducing poverty and inequality. The cash transfer program is targeting 10 million of the country's poorest families this year.
According to Sander, the government's infrastructure push, aimed at closing the gap between urban and rural areas, must continue while it should also work to improve the quality of human capital, including raising skill levels in the labor force to increase productivity.
President Joko "Jokowi" Widodo's administration has spent around Rp 905 trillion on infrastructure projects across the archipelago between 2015 and 2017, while the government has allocated a fifth of its budget, or Rp 1,167 trillion, to education in the same period.
Finance Minister Sri Mulyani Indrawati last month predicted that the Indonesian economy would grow between 5.17 percent and 5.4 percent this year, while, Bank Indonesia predicted a growth rate of between 5.1 percent and 5.5 percent.
The rupiah dropped to a low of 14,202 against the US dollar last month – the weakest level since 2015 – amid a massive selloff on the Indonesian Stock Exchange (IDX) as global investors moved their capital into higher-yielding assets in the United States. The 2018 state budget assumes a rupiah exchange rate of 13.400 to the dollar.
Foreign investors, who largely hold the most liquid assets on the IDX, have sold Rp 38.5 trillion ($2.9 billion) worth of stocks between January and May, which is only Rp 2 trillion short of the total for all of last year.
In its first since November 2014, Bank Indonesia hiked its benchmark interest rate twice in two weeks last month to support the currency and stem capital outflows.
However, there are fears that an early rate hike may lower spending by consumers and businesses as it makes lending more expensive. Growth in private consumption, which accounts for half of Indonesia's economy, remained stuck at 5 percent in the first quarter.
"We think consumption has stabilized at around 5 percent, and while it is not slow, some efforts are needed by the government to accelerate consumption," said Sander, who was previously based in India.
However, Indonesia is benefiting from rising commodity prices, including coal, one of the country's key exports, which rose 25.6 percent on average in the first quarter. Indonesia's coal benchmark, or HBA, was set at a six-year high of $101.86 in March.
Last month, oil prices also hit their highest levels since November 2014, reaching almost $78 a barrel for global benchmark Brent crude.
The higher commodity prices saw more investment, especially in machinery, equipment and vehicles. According to the Investment Coordinating Board (BKPM), Indonesia attracted Rp 185.3 trillion in investment between January and March, which was 11.8 percent higher than the same period last year. Of this, Rp 108.9 trillion was foreign direct investment, excluding banking and the oil and gas sector.
The BKPM has set a total investment target of Rp 765 trillion for this year, which represents a 10.4 percent increase from last year. Rp 477.4 of this is foreign direct investment.
The rise in investment increased import growth to 19.5 percent in the first quarter, compared with exports, which increased by 10.2 percent.
Total imports reached $44 billion between January and March, with raw materials amounting to $32 billion, followed by capital goods and consumer goods, BPS data shows.
Indonesia recorded a trade deficit for three months in a row between December and February, which swung to a surplus in March before returning to a deficit in April.
Government consumption rose 12.9 percent in the first quarter – the fastest pace since 2016 – due to increased spending on social assistance, such as the Family Hope Program (PKH), which is aimed at reducing poverty and inequality. The cash transfer program is targeting 10 million of the country's poorest families this year.
According to Sander, the government's infrastructure push, aimed at closing the gap between urban and rural areas, must continue while it should also work to improve the quality of human capital, including raising skill levels in the labor force to increase productivity.
President Joko "Jokowi" Widodo's administration has spent around Rp 905 trillion on infrastructure projects across the archipelago between 2015 and 2017, while the government has allocated a fifth of its budget, or Rp 1,167 trillion, to education in the same period.
Finance Minister Sri Mulyani Indrawati last month predicted that the Indonesian economy would grow between 5.17 percent and 5.4 percent this year, while, Bank Indonesia predicted a growth rate of between 5.1 percent and 5.5 percent.
🍊
per tgl 06 Juni 2018:
Liputan6.com, Jakarta - Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) mengindikasikan optimisme konsumen meningkat pada Mei 2018. Hal itu tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Mei 2018 sebesar 125,1, lebih tinggi dibandingkan dengan 122,2 pada bulan sebelumnya.
Dikutip dari laman resmi BI, Rabu (6/6/2018), keyakinan konsumen yang lebih tinggi didorong oleh peningkatan Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE) khususnya Indeks Penghasilan dan Indeks Pembelian Barang Tahan Lama.
Hal ini didorong oleh adanya Tunjangan Hari Raya (THR) dan menyambut Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) sedikit menurun dari bulan sebelumnya terutama disebabkan oleh melemahnya ekspektasi kegiatan usaha pada enam bulan mendatang.
Hasil survei juga mengindikasikan penurunan tekanan inflasi pada tiga bulan mendatang (Agustus 2018) dari bulan sebelumnya. Hal itu tercermin pada Indeks Ekspektasi Harga (IEH) tiga bulan mendatang sebesar 180,0, lebih rendah dari 183,6 pada bulan sebelumnya.
Konsumen memperkirakan menurunnya tekanan kenaikan harga tersebut dipengaruhi oleh normalnya kembali permintaan pasca Lebaran dan terjaganya pasokan barang, baik makanan maupun non-makanan.
1 dari 2 halaman
Ini Syarat Supaya RI Bisa Bertahan dari Gejolak Ekonomi Dunia
Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves saat memberikan pemaparan dalam Indonesia Economic Quarterly, Jakarta, Selasa (17/1). Potensi bagi Indonesia untuk tumbuh secara inklusif memiliki peluang yang cukup besar.(Liputan6.com/Angga Y)
World Bank atau Bank Dunia menilai, kondisi keuangan global yang kini lebih ketat serta meningkatnya volatilitas turut berkontribusi terhadap arus keluar modal dan depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Country Director Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo A Chaves mengatakan, normalisasi kebijakan moneter AS yang diproyeksikan lebih cepat berdampak terhadap kondisi keuangan global yang juga telah mengalami pengetatan lebih cepat dari yang diperkirakan.
"Itu mengakibatkan terjadinya volatilitas di antara negara-negara berkembang dalam beberapa bulan terakhir. Pengetatan kebijakan AS menyebabkan defisit neraca pembayaran sebesar 1,5 persen dari PDB pada kuartal I, pertama kali dalam dua tahun terakhir," papar dia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Rodrigo menyebutkan, nilai imbal hasil obligasi dan kurs rupiah ikut mendapat tekanan sebagai dampak paparan Indonesia yang relatif tinggi terhadap investor portofolio asing.
"Imbal hasil obligasi Indonesia naik 21 basis poin di kuartal I, sementara rupiah mencapai nilai terendah dalam 31 bulan terakhir terhadap dolar AS," jelasnya.
Namun begitu, dia menyarankan, bila suatu negara mampu membuat kerangka kebijakan ekonomi makro yang sehat, itu dapat memberikan penyangga terhadap peningkatan volatilitas global.
Rodrigo menganggap, kebijakan moneter di Indonesia telah berjalan dengan baik, sehingga menjaga suku bunga riil pada wilayah positif dan mempertahankan ekspetasi inflasi. Hal itu juga disokong upaya Bank Indonesia yang menaikkan suku bunga sebanyak dua kali sebesar 25 bps.
"Selain itu, kurs rupiah secara efektif tetap 5,3 persen lebih kuat daripada saat Januari 2014, menyusul akibat yang berkepanjangan dari apresiasi riil yang terjadi setelah adanya Taper Tantrum," pungkas Rodrigo.
🌹
KARAWANG okezone - Presiden Joko Widodo mengatakan di depan ratusan ulama bahwa pemerintah terus berupaya menggaet sejumlah negara Timur Tengah untuk menanamkan investasi di Indonesia.
"Mereka itu (negara Timur Tengah) merupakan negara kaya, banyak berinvestasi di Amerika dan Eropa. Kenapa tidak di Indonesia?" kata Presiden Jokowi saat berkunjung ke Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III, Cilamaya Kulon, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Rabu (6/6/2018).
Dikatakannya, Indonesia berupaya membangun hubungan bilateral secara intensif dengan negara-negara Timur Tengah dan Asia Selatan untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
"Kenapa (negara Timur Tengah) tidak (berinvestasi) ke Indonesia? Saya tanya, kenapa tidak ke Indonesia? Jawabannya, karena sejak dahulu kita tidak pernah silaturahmi ke wilayah negara mereka," kata dia.
Atas jawaban itu, Presiden Jokowi mengaku langsung memerintahkan para menteri-nya untuk bersilaturahmi ke negara-negara Timur Tengah, minimal tiga bulan sekali mereka harus berkunjung ke negara Timur Tengah dan Asia Selatan.
Alhasil, sejumlah investasi triliunan Rupiah digelontorkan oleh sejumlah negara di Timur Tengah dan Asia Selatan.
Kunjungan Kerja di Jawa Barat, Jokowi Mendarat untuk Pertama Kalinya di BIJB Kertajati
"Seperti kilang di Cilacap oleh kerja sama dengan Arab Saudi, Lalu ada di Kalimantan oleh Qatar dan Oman, UEA investasi di Kuala Tanjung. Tentu ini merupakan harapan untuk meraup keuntungan bagi bangsa Indonesia," katanya.
Presiden Jokowi yakin Indonesia akan menjadi negara dengan pertumbuhan perekonomian terbesar di dunia.
"Dengan stabilitas politik yang baik, pembangunan akan terus berjalan. Saya yakin pada 2045, negara kita akan masuk ke dalam jajaran 4 besar ekonomi terbesar di dunia. Tentunya hambatannya memang banyak, cobaannya memang banyak. Tetapi atas izin Allah, " katanya.
🍁
JAKARTA okezone - World Bank atau Bank Dunia menyebut perekonomian Indonesia terus tumbuh dengan cepat di triwulan pertama tahun 2018. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan pertama mencapai 5,06%.
Chief Economies Work Bank Frederico Gil Sander mengatakan, tumbuh cepat nya perekonomian Indonesia terdorong oleh investasi yang cukup tinggi. Meskipun, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) riil mengalami penurunan tipis menjadi 5,1%, namun hal tersebut sudah cukup membuktikan jika investasi yang masuk ke Indonesia masih cukup tinggi.
"(Pertumbuhan ekonomi) terdorong oleh investasi yang tinggi. Pertumbuhan PDB riil menurun tipis menjadi 5,1% pada Triwulan ke 1 tahun 2018, sedikit lebih rendah dari 5,2% pada Triwulan ke-4 tahun 2017," ujarnya di Main Hall Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (6/6/2018).
Frederico menyebut, tingginya investasi terdorong oleh meningkatkan harga komoditas global. Khususnya pada investasi permesinan, peralatan, dan kendaraan bermotor.
"Akibatnya, pembentukan modal tetap bruto bertumbuh sebesar 7,9%, yang tercepat dalam lebih dari 5 tahun ini," ucapnya.
Pertumbuhan yang lebih tinggi dalam investasi di permesinan juga menyebabkan peningkatan lebih lanjut dalam impor. Angka impor bahkan tumbuh lebih dari dua kali laju pertumbuhan ekspor, dan bertindak sebagai penghambat pada pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi swasta tetap sebesar 5%. Meskipun terdapat tanda-tanda awal pemulihan penjualan ritel.
"Pertumbuhan di sisi produksi adalah pertumbuhan yang meluas, dan nilai tambah bruto pada harga produsen dipacu di triwulan ini," jelasnya.
Defisit neraca transaksi berjalan pun menurun di Triwulan pertama tahun ini. Hal itu disebabkan oleh defisit perdagangan jasa yang menurun tajam. Tercatat, defisit neraca transaksi berjalan menurun menjadi 2,1% dari PDB pada Triwulan pertama. Padahal pada kuartal sebelumnya, defisit neraca perdagangan berada di kisaran 2,3% dari PDB di Triwulan ke-4
"Sebagian oleh karena masuknya wisatawan asing yang lebih tinggi," ucapnya.
Di sisi lain, total impor bertumbuh hampir dua kali lebih cepat dibandingkan dengan ekspor tahun ke tahun (year-on-year). Hal tersebut dikarenakan investasi yang padat impor (import-intensive) melonjak dan ekspor melambat. Dari sisi inflasi, mengalami penurunan pada triwulan pertama tahun ini. Hal itu disebabkan adanya efek dasar (base effect).
Tercatat, inflasi IHK mengalami penurunan menjadi rata-rata 3,3% tahun-ke-tahun (yoy) di Triwulan pertama tahun 2018, dan menyentuh rata-rata triwulanan yang terendah sejak Triwulan keempat tahun 2016. Inflasi inti juga turun dari rata-rata di Triwulan ke4 sebesar 3,0% menjadi 2,7% di Triwulan pertama.
"Inflasi IHK yang lebih rendah tersebut sebagian besar disebabkan oleh peningkatan yang lebih kecil dalam harga perumahan, listrik, gas, dan bahan bakar, oleh karena adanya efek dasar yang tinggi di Triwulan ke-l tahun 2017 karena adanya kenaikan tarif listrik. Namun demikian, inflasi harga makanan telah mengalami peningkatan," jelasnya.
Di sisi lain, belanja pemerintah justru kembali mengalami peningkatan. Hal itu dikarenakan adanya peningkatan subsidi bahan bakar dan belanja bantuan sosial. Dalam 4 bulan pertama tahun 2018, penerimaan pemerintah mengalami pertumbuhan yang signifikan, mencapai nilai yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Belanja juga melonjak karena subsidi bahan bakar dan belanja bantuan sosial yang lebih tinggi, sementara belanja modal mengalami kontraksi.
🌸
per tgl 30 Mei 2018:
Merdeka.com - Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Stefanus Ridwan memprediksi daya beli masyarakat tahun ini akan meningkat. Menurutnya, peningkatan tersebut didorong dengan adanya kenaikan pada Upah Minimum Provinsi (UMP) dan juga adanya Tunjangan Hari Raya (THR) yang akan diterima oleh masyarakat.
BERITA TERKAIT
"Saya kira tahun ini tentu ada peningkatan (daya beli masyarakat). Sebab kan kalau kita lihat UMP juga naik kemudian THR keluar juga bulan ini ya kan. Jadi kalau menurut saya kalau UMP naik THR juga pasti naik kan, jadi jumlahnya saya kira akan ada kenaikan, pendapatan dari mereka," ungkap Stefanus saat dihubungi merdeka.com Selasa (29/5).
Stefanus mengatakan meski adanya peningkatan pada daya beli masyarakat, namun konsumsi masyarakat sendiri masih perlu dipertanyakan. Sebab, menurutnya perilaku masyarakat saat ini telah mengalami perubahan.
"Yang dipertanyakan adalah uangnya mau dibelanjain untuk beli apa? gitu saja. Soalnya sekarang ini kan mulai berubah gaya hidup orang-orang itu, belinya mungkin akan dipakai buat penginapan, jalan-jalan terus kalau mau misalnya ke mall juga pilih mallnya ada pengalaman yang menggembirakan gitu kan. Enggak cuma toko doang gitu," jelasnya.
Dengan demikian, kata Stefanus hal ini akan menjadi tugas berat bagi para pedagang di sejumlah pusat perbelanjaan, baik di daerah maupun pusat. Terlebih bagaimana caranya membuat konsumen itu dapat tertarik dengan apa yang diperdagangkan.
"Iya saya kira itu yang akan lihat trend-nya ke mana? Pebisnis harus pintar pintar nangkaplah trend-nya mau ke mana biar bisa memenuhi keinginan pembeli. Jadi pertanyaan adalah apakah yang bergerak di bidang jasa ritel itu bisa enggak menarik uang mereka untuk datangin ke mereka?" ungkap Stefanus.
Lebih jauh stefanus mengatakan, di pusat perbelanjaan sudah ada peningkatan pada konsumsi makanan. Bahkan dia memprediksi akan jauh lebih meningkat pada awal bulan Juni mendatang.
"Saya kira yang pasti itu makanan semua restoran penuh dan ngantre. Sekarang sudah ada meningkat, awal bulan pasti lebih meningkat, kalau makanan sih pasti jangan ditanya. Untuk pakaian saya kira akan ada puncaknya satu minggu sebelum lebaran lah, itu puncaknya semua sudah dapat THR. Saya kira awal bulan ini juga akan meledak gitu kan gajian THR diberikan sebelum tanggal 1 juni, tanggal 31-an perusahaan sudah mengeluarkan THR jadi pada saat itu uang banyak lah," pungkasnya.
Sebelumnya, Center of Reform on Economics (CORE) mencatat konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2018 belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Hal ini terlihat dari komposisi pengeluaran rumah tangga, di mana pendapatan yang dibelanjakan masih cenderung menurun.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Muhammad Faisal mengatakan proporsi pendapatan yang dibelanjakan pada kuartal I-2018 menurun menjadi 64,1 persen. Lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu, di mana proporsi pendapatan yang dibelanjakan berada di angka 65,2 persen. [azz]
🍁
per tgl 28 Mei 2018 :
🍆
per tgl 28 Mei 2018:
Oleh: Eko B Supriyanto
Gubernur Bank Indonesia (BI) yang baru, Perry Warjiyo, hari ini (24/5/2018) sudah mulai berkantor di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Thamrin 1 sudah harus dihadapkan pada situasi yang tidak mudah. Rupiah di akhir April 2018 terdepresiasi dengan mata uang dolar AS menjadi pekerjaan yang harus diselesaikan. Bahkan, kemarin (23/5/2018) menjadi mata uang yang paling terdepresiasi di Asia sekitar 0,49%. Dolar AS sempat menguat mencapai Rp14.210.
Bank Indonesia mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain.
Ada tiga besar pilar dalam menjaga kestabilan nilai tukar (1) menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, (2) mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, (3) stablitas sistem keuangan. Ketiga hal besar itulah Bank Indonesia diamanatkan untuk Independen dalam menjaga makro prudensial. Sementara mikro prudensial diamanatkan pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Keduanya lembaga independen dan terbebas dari intervensi pemerintah dalam menentukan kebijakan.
Sebelum menjadi Gubernur BI, Perry Warjiyo menjabat sebagai deputi Gubernur Bank Indonesia (BI). Perry dikenal paham moneteris dan kurang condong ke perbankan. Sementara Agus D Martowardojo yang berlatar belakang bankir sangat konsen pada perbankan. Dan, setelah 11 tahun menunggu, akhirnya National Payment Gateway (NPG) diberlakukan. Namun bagi InfoBank, Perry Warjiyo memang kompeten dan layak menjadi Gubernur Bank Indonesia yang tetap independen.
Banyak yang memperkirakan, hadirnya Perry Warjiyo menjadi BI 1 tak lain untuk mendorong kinerja pemerintah, khususnya mendorong pertumbuhan yang hanya dikisaran 5 koma. Bisa jadi hal yang sama juga masuknya Wimboh Santoso sebagai ketua OJK juga untuk mendorong pertumbuhan lewat perbankan. Banyak yang bertanya ketika OJK menyelenggarakan pertemuan tahunan akhir tahun lalu, tema yang diusung OJK adalah “mendorong pertumbuhan” dan bukan stabilitas keuangan. Suka suka OJK lah mau tema apa.
Tidak ada yang salah, karena ini pilihan politik Jokowi menjelang tahun 2019, dimana akan dilakukan Pemilu Presiden 2019. Namun jika Bank Indonesia atau OJK bergeser perannya dari menjaga stabilitas rupiah dan sektor keuangan menjadi bertugas mendorong pertumbuhan – karena sering kali stabilitas berbenturan dengan pertumbuhan, tentu dipertanyakan. Jika keduanya sama sama “ngegas”, lalu siapa yang “ngerem”. Tentu perlu keseimbangan kebijakan. Perry dan Wimboh bisa jadi dapat “diandalkan” oleh Presiden Jokowi dalam mewujudkan pertumbuhan.
Poros Perry Warjiyo (BI) – Jokowi (Pemerintah) dan Wimboh Santoso (OJK) dilihat sebagai poros pertumbuhan. Kerap kali Presiden merasa heran, mengapa bank-bank seret memberikan kredit, sementara suku bunga sudah rendah dan bank-bank dalam kondisi yang aman dengan capital adequacy ratio (CAR) yang sangat memadai (23%).
Tulisan ini tidak mempertanyakan pilihan politik Jokowi dalam mendorong pertumbuhan, Presiden sangat wajar jika pemerintah perlu mendorong pertumbuhan tinggi sesuai janji politiknya. Pertumbuhan yang berkualitas akan menyerap banyak tenaga kerja di dalamnya. Kita hanya berharap, Bank Indonesia dan OJK tetap independen dengan tugas utama yang digariskan oleh Undang-Undang Bank Indonesia dan UU OJK.
Keduanya adalah lembaga independen dan bukan bagian dari pemerintah – meski tidak harus “Negara dalam Negara”. Bahwa, kebijakannya ikut mendorong kebijakan pemerintah tidak menjadi masalah, yang jadi soal jika kebijakannya atas “pesanan” atau intervensi pemerintah. Apalagi, BI dan OJK menomor duakan tugas pokoknya dan lebih sibuk mendorong pertumbuhan hanya karena keinginan Presiden yang akan maju dalam Pemilu 2019 mendatang.
Lima tahun ke depan tugas Bank Indonesia tidak ringan. Tantangan yang berubah dengan geopolitik yang berubah dengan cepat pula. Ke depan, Indonesia dihadapkan pada tantangan global, seperti normalisasi kebijakan moneter bank sentral negara maju, di antaranya The Fed, The European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ). Juga, adanya potensi perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok yang dapat berpotensi memengaruhi stabilitas makroekonomi.
Pada akhirnya Perry Warjiyo harus menyeimbangan kebijakan moneter — yang menjaga stabilitas nilai tukar dengan mendorong pertumbuhan. Rupiah harus stabil dulu, baru berpikir bagaimana mendorong pertumbuhan. Inflasi harus terkendali dan kebijakan makroprudensial yang tetap membuat stabilitas sistem keuangan. Setelah tugas pokok selesai baru sejalan berpikir mendorong pertumbuhan. Apalagi zaman now dengan perubahan pola perdagangan yang tentu membutuhkan pendekatan tersendiri. Hadirnya Fintech dan cryptocurrency sedikit banyak akan mengubah pola pendekatan BI.
Selamat bertugas Pak Perry semoga Bank Indonesia tetap independen dan mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Dan, terima kasih Pak Agus Marto yang bertugas dengan baik menjaga stabilitas dan banyak melakukan transformasi di tubuh BI — sehingga terpilih sebagai Central Bank of Year dan The Most Outstanding People. Sebuah estafet yang perlu diteladani.
Kini pekerjaan pertama Perry adalah menstabilkan nilai tukar rupiah. Kita yakin di bawah Gubernur Perry Warjiyo, BI mampu melakukannya dengan penuh independen.(*)
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Majalah Infobank.
JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi pasar pada semester II 2018 dipastikan masih penuh dengan volatilitas. Hal itu tak terlepas dari beberapa peristiwa yang terjadi selama periode tersebut. Gejolak pasar tersebut salah satunya disebabkan oleh aksi-aksi Donald Trump selaku Presiden AS. Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir menyampaikan agar pasar bisa menerima hal tersebut dan menganggapnya bukan sebagai sesuatu yang negatif. "Kedua akan ada Pilkada di bulan Juni. Harapannya kita optimis semoga di semester II volatilitas dari antisipasi terhadap pilkada sudah mereda karena Pilkada sudah selesai," jelas Silvano di Jakarta, Jumat (25/5/2018). Berbagai peristiwa lainnya seperti rapat The Fed pada Juni dan libur musim panas di sebagian negara pada periode Juli hingga Agustus, akan menyebabkan pasar sedikit sepi dari ingar bingar para investor. Pasalnya, kata Silvano, investor asing terutama dari Eropa dan Amerika mengambil day off sehingga pasar akan sedikit sepi selama Juli-Agustus. "Jadi baik global bond maupun IPO yang gede-gede mungkin agak sedikit terhenti di bulan Juli-Agustus karena investor is not in the office. Semoga di semester II dengan tidak ada faktor Pilkada dan dengan The Fed menaikkan rate sesuai ekspektasi, maka pada bulan Juni market bisa sedikit settle," terang Silvano.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Semester II 2018, Pasar Finansial Domestik Masih Penuh Volatilitas", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/26/093000026/semester-ii-2018-pasar-finansial-domestik-masih-penuh-volatilitas.
Penulis : Ridwan Aji Pitoko
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
JAKARTA, KOMPAS.com - Kondisi pasar pada semester II 2018 dipastikan masih penuh dengan volatilitas. Hal itu tak terlepas dari beberapa peristiwa yang terjadi selama periode tersebut. Gejolak pasar tersebut salah satunya disebabkan oleh aksi-aksi Donald Trump selaku Presiden AS. Direktur Utama Mandiri Sekuritas Silvano Rumantir menyampaikan agar pasar bisa menerima hal tersebut dan menganggapnya bukan sebagai sesuatu yang negatif. "Kedua akan ada Pilkada di bulan Juni. Harapannya kita optimis semoga di semester II volatilitas dari antisipasi terhadap pilkada sudah mereda karena Pilkada sudah selesai," jelas Silvano di Jakarta, Jumat (25/5/2018). Berbagai peristiwa lainnya seperti rapat The Fed pada Juni dan libur musim panas di sebagian negara pada periode Juli hingga Agustus, akan menyebabkan pasar sedikit sepi dari ingar bingar para investor. Pasalnya, kata Silvano, investor asing terutama dari Eropa dan Amerika mengambil day off sehingga pasar akan sedikit sepi selama Juli-Agustus. "Jadi baik global bond maupun IPO yang gede-gede mungkin agak sedikit terhenti di bulan Juli-Agustus karena investor is not in the office. Semoga di semester II dengan tidak ada faktor Pilkada dan dengan The Fed menaikkan rate sesuai ekspektasi, maka pada bulan Juni market bisa sedikit settle," terang Silvano.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Semester II 2018, Pasar Finansial Domestik Masih Penuh Volatilitas", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/26/093000026/semester-ii-2018-pasar-finansial-domestik-masih-penuh-volatilitas.
Penulis : Ridwan Aji Pitoko
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
🍉
per tgl 27 Mei 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi rumah tangga yang akan meningkat di kuartal kedua tahun ini sejalan dengan musim puasa dan lebaran, diperkirakan menjadi motor utama pertumbuhan ekonomi periode April-Juni 2018.
Ekonom memproyeksi, pertumbuhan ekonomi kuartal-II 2018 bisa mencapai 5,2%, lebih tinggi dibanding proyeksi Bank Indonesia (BI) yang mencapai hampir 5,15%.
Project Consultant Asian Development Bank Institute Eric Sugandi mengatakan, pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun ini bisa mencapai 5,2% dengan dorongan utama konsumsi rumah tangga yang secara historis meningkat di musim ramadan dan lebaran.
Namun tak hanya itu, Eric juga bilang, investasi dan pengeluaran pemerintah yang sesuai polanya, akan membaik di kuartal-II tahun ini.
"Kalau dibanding kuartal sebelumnya, investasu mungkin melambat. Tapi saya perkirakan secara year on year (YoY) meningkat karena tahun ini permintaan lebih baik," kata Eric kepada Kontan.co.id, Minggu (27/5).
Makanya, Eric optimistis, ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini masih bisa tumbuh sekitar 5,2%-5,3%, yang juga lebih tinggi dari proyeksi BI sebesar 5,2%.
Peneliti Institute Development of Economic and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara meramal, pertumbuhan ekonomi April-Juni 2018 akan ada di kisaran 5,1%-5,2%.
Pendorongnya, konsumsi rumah tangga yang lebih tinggi lantaran tunjangan hari raya (THR) untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI, dan Polri dan pensiunan, naik tinggi.
Meski begitu, ada faktor yang bisa menjadi penghambat konsumsi rumah tangga di periode itu, yaitu dari adanya tahun ajaran baru. "Tidak ada jaminan uang THR untuk belanja saat lebaran. Bisa jadi ditabung untuk keperluan anak sekolah," kata Bhima.
Secara keseluruhan, ia juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya akan mencapai 5,1%. Penyebabnya adalah tekanan net ekspor karena kenaikan impor. Selain itu, konsumsi rumah tangga juga masih akan ada di kisaran 4,9%.
"Dan soal investasi, kelihatannya tahun politik banyak yang menahan dulu baik di investasi langsung maupun portfolio," tambahnya.
🍅
per tgl 25 Mei 2018:
Jakarta detik - Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) pagi ini menjinak ke level Rp 14.150. Kemarin pagi, dolar menguat ke Rp 14.205.
Mengutip perdagangan Reuters, Jumat (25/5/2018), dolar AS pagi ini berada di level Rp 14.150.
Gejolak nilai tukar dolar AS terhadap rupiah sendiri sudah terjadi sejak awal tahun. Dolar AS yang sebelumnya ada di level Rp 13.500 merangkak naik hingga menembus level Rp 14.000.
Sejumlah Ekonom memprediksi dalam jangka pendek nilai dolar AS terhadap rupiah memang masih kuat. Namun penguatan ini juga terjadi pada mata uang negara maju lainnya.
Bank Indonesia (BI) pun dinilai membutuhkan waktu untuk mempengaruhi nilai Rupiah terhadap dolar AS. Penguatan dolar juga terjadi pada mata uang lain.
Dengan pergerakan nilai tukar ini banyak outflow atau aliran modal keluar. Kondisi ini akan menekan cadangan devisa (cadev) namun aliran masuk sangat terbatas. Dari data BI cadev RI per April 2018 tercatat US$ 126 miliar.
Baca juga: Dolar AS Naik Lagi, Parkir di Rp 14.205
|
(zlf/ara)
🍓
per tgl 23 Mei 2018:
Jakarta - PT PLN (persero) berkomitmen menerangi seluruh pelosok Nusantara. Tercatat hingga April kemarin sebanyak 76.487 desa di seluruh Indonesia sudah bisa mengakses listrik. Capaian tersebut meningkat hingga lebih dari 6.000 desa dibandingkan pada 2015 silam. Perusahaan listrik plat merah itu akan menggandeng mahasiswa pencinta alam dan TNI agar lebih masif dalam mewujudkan Indonesia terang benderang.
Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN I Made Suprateka mengatakan bukan perkara mudah menerangi Nusantara. Pasalnya keberadaan desa di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T) itu tersebar dengan keterbatasan akses jalan untuk menjangkaunya. Namun hal tersebut tidak menyurutkan komitmen PLN melistriki desa-desa di Tanah Air.
"Hingga April 2018, sebanyak 76.487 desa yang sudah dilistriki," kata Made dalam acara buka puasa dengan media, Selasa (23/05) malam.
Di tempat yang sama, Direktur Bisnis PLN Wilayah Maluku dan Papua Ahmad Rofiq menjelaskan dibutuhkan anggaran hingga Rp 20 triliun untuk menerangi 3.000 desa di Papua dan Maluku. Dia mencontohkan menerangi sekitar tiga desa di pulau Liran, Maluku menelan dana mencapai Rp 15 miliar. Liran merupakan pulau terluar Indonesia yang terletak di Selat Wetar dan berbatasan dengan negara Timor Leste. Untuk menerangi 300 rumah di Liran maka PLN membangun pembangkit dan jaringan infrastruktur listrik.
"Ada 300 rumah di sana di tiga desa. Berarti kurang lebih untuk satu desanya sekitar Rp 5 miliar," ujarnya.
Rofiq menuturkan pihaknya akan menggandeng mahasiswa pencinta alam dan TNI dalam meningkatkan ratio elektrifikasi di wilayah 3T. Dalam waktu dekat ini ada penandatanganan nota kesepahaman dengan Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Institute Teknologi Bandung, Institute Teknologi Sepuluh November dan Universitas Cenderawasih. Nantinya PLN, mahasiswa dan TNI bersama-sama mengindentifikasi desa-desa di wilayah 3T. Identifikasi itu antara lain meliputi sumber energi apa yang bisa dimanfaatkan untuk menerangi daerah tersebut. Misalnya ketersediaan sungai yang bisa dimanfaatkan pembangkit listrik mikro hidro.
"Kami koordinasi dengan TNI karena ada pulau terluar kita koordinasi dengan Lantamal. Kita butuh juga kontraktor yang banyak kita butuh bantuan Zeni membuat jaringan di pelosok desa. Ini dalam rangka melistrik daerah 3T," ujarnya.
Sumber: BeritaSatu.com
🍊
Jakarta - Sejalan dengan semakin membaiknya kondisi perekonomian dan berkembangnya tren desain modern, permintaan masyarakat dan konsumen untuk mencari layanan dekorasi hunian semakin meningkat.
Community Development Executive Dekoruma, Filicia, mengatakan, semakin meningkatnya minat dan kebutuhan masyarakat dalam sektor home and living, serta menjamurnya bisnis dekorasi hunian, membuat pihaknya mengajak kalangan desainer interior dan arsitek bersama-sama memanfaatkan dan mengembangkan peluang yang ada.
"Kemampuan desainer interior dan arsitek Indonesia tak kalah dengan negara lain. Hal itu pula yang melandasi kami menyelenggarakan seminar edukasi seputar desain interior, sekaligus sebagai sarana jaringan untuk para desainer interior dan arsitek," kata Filicia, dalam siaran pers yang diterima Beritasatu.com, di Jakarta, Rabu (23/5).
Filicia menambahkan, pihaknya mengadakan acara seminar Interior Design Gathering (IDG) 2018 dengan mengusung tema Interior Design Business and Its Future. "Selain edukasi oleh para pakar di bidangnya, acara ini diharapkan menjadi wadah bagi desainer interior untuk mengembangkan koneksi dan saling berbagi pengalaman," tambahnya.
Pendiri Ioor Studio, Nydia Orlatta, yang menjadi salah satu pembicara seminar ini, ikut berbagi pengalaman serta kiat sukses dalam mendirikan perusahaan desain interior desain.
"Saya menekankan pentingnya menentukan target market perusahaan dan membangun komunikasi yang baik dengan klien," ujarnya.
Sementara itu, dua arsitek dari Bitte Studio, Chrisye dan Seno, mengandalkan keahlian mendesain furnitur (product development) mereka sebagai salah satu strategi bisnis.
"Portfolio adalah achievement yang dimiliki seorang desainer dan achievement tersebut sangat menentukan kepercayaan klien terhadap perusahaan," kata Chrisye.
Sedangkan salah satu mitra desain Dekoruma, Anugrah Pramaditya, berbagi kesan tentang kemitraan yang dilakukannya bersama Dekoruma.
"Kemitraan bisa memperluas networking dan bisa menjadi satu opsi bijak agar para freelance tetap eksis di dalam bisnis desain interior," tandasnya.
Sumber: BeritaSatu.com
🍁
per tgl 22 Mei 2018:
Bisnis.com, JAKARTA - Emiten sektor barang konsumsi, perbankan, dan pertambangan menjadi tiga sektor pilihan yang diprediksi memberikan imbal hasil positif di pasar modal pada kuartal II/2018 sejalan dengan naiknya daya beli masyarakat.
Head of Research and Strategy PT Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto mengatakan, sejumlah sentimen positif akan mendorong peningkatan konsumsi masyarakat pada kuartal II/2018. Di antaranya Hari Raya Idulfitri, pilkada serentak, dan Asian Games.
“Ada acara-acara nasional yang bisa menambah dukungan terhadap demand atau konsumsi masyarakat. Kami melihat pada kuartal kedua diharapkan dari sisi domestic consumption akan lebih baik,” kata Helmy dalam keterangan resmi yang diterima, Senin (21/5/2018).
Pada kuartal I/2018, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,06% year on year (yoy), lebih rendah dari kuartal empat 2017 yang tercatat 5,19%. Konsumsi masyarakat pada kuartal I/2018 hanya tumbuh 4,95% yoy, lebih rendah dari kuartal empat 2017 sebesar 4,97%.
Kata Helmy, jika basic consumption bisa naik,akan memperbaiki produk domestik bruto (PDB). Dia menyebut tiga bulan kedua tahun ini sebagai musim perayaan, terutama karena adanya pilkada tiga provinsi di Jawa yang akan berpengaruh besar
Sebab itu, sektor potensial yang bisa dicermati investor konsumsi termasuk ritel, konsumsi pokok (consumer staples), dan media. Consumer staples biasanya berupa barang-barang yang tidak bisa dikurangi oleh masyarakat dari bujetnya di tengah kondisi finansial apapun.
Selama kuartal I/2018, sektor consumer masih tertekan sehingga dengan harapan naiknya konsumsipada kuartal II/2018 bisa membuat saham-saham di sektor ini akan naik kembali. Selama year to date per awal Mei 2018, sektor consumer tertekan sekitar 14%.
"Tertekannya sektor ini karena memang terus terang consumer ini memiliki komponen impor bahan baku cukup banyak cost-nya. Jadi kalau dolar AS semakin menguat, biaya emiten consumer cenderung akan naik," imbuhnya
Sektor pilihan lainnya ialah perbankan karena secara valuasi harga sahamnya masih cukup murah. Dari sisi performa, kinerja sektor perbankan juga masih baik, kualitas aset juga terjaga.
"Porsi sektor perbankan ke Indeks Harga Saham Gabungan [IHSG] kita sekitar 30%, kepemilikan asing juga rata-rata ya di perbankan."
Satu sektor lain yang juga prospektif ialah sektor pertambangan yang berbasis ekspor. Sektor ini berhubungan erat dengan depresiasi rupiah. Menurut Helmy, selama awal tahun ini sektor pertambangan yang berorientas ekspor terutama batu bara cukup mampu bertahan.
Potensi sektor ini diperkuat dengan tren kenaikan harga komoditas. Bloombergmencatat, harga minyak mentah dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk patokan pasar Amerika, sudah melesat 55% dalam setahun terakhir. Pada 9 Mei 2017, harga minyak masih di level US$45,88 per barel dan pada 9 Mei 2018 tembus di atas US$71 per barel.
Harga batu bara di Bursa ICE juga terus menanjak. Pada 8 Mei 2017 harga batu bara untuk pengiriman Januari 2019 masih di level US$66 per metrik ton, kemudian naik menjadi US$95,10 per metrik ton pada 9 Mei 2018.
"Harga batu bara juga kan memang terus terang masih cukup tinggi, jadi kami memasukkan sektor mining ini cukup baik karena sekali lagi mereka eksportir dengan pendapatan berbasis dolar AS," ujarnya.
Terkait dengan depresiasi rupiah yang menyentuh di atas Rp14.000 per dolar AS, Helmy menegaskan nilai fundamental rupiah sebetulnya masih di level Rp13.500-13.600. Data kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate atau JISDOR mencatat nilai tukar rupiah melemah di level Rp14.075 per dolar AS pada 9 Mei lalu.
"Level rupiah Rp14.000 ini bisa dibilang sedikit temporary sebenarnya, karena di Mei ini salah satu tekanannya ada pembayaran dividen. BI sepertinya akan lebih selektif dalam melakukan intervensi dengan menggunakan cadangan devisa. Namun jika demand naik, konsumsi naik, PDB kita membaik, seharusnya secara natural rupiah pun akan stabil," jelasnya.
🍅
Jakarta detik - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati berpandangan bahwa ekonomi Indonesia saat ini sangat berbeda dengan kondisi 20 tahun lalu atau pada saat krisis ekonomi 1997-1998.
Sri Mulyani menyebut perbedaan yang paling terlihat adalah saat ini pemerintah memiliki Bank Indonesia (BI) yang independen dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjadi lembaga pengawas sektor keuangan independen.
"Berbeda sama sekali. Pertama, dari sisi peraturan perundang-undangan di mana 20 tahun lalu sebelum krisis BI tidak independen. Kita tidak memiliki apa yang disebut institusi pengawas sektor keuangan yang independen," kata Sri Mulyani usai acara sosialisasi PP Nomor 14 Tahun 2018 di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (22/5/2018).
Perbedaan kondisi perekonomian juga terlihat dari pemerintah mengelola APBN. Menurut Sri Mulyani, saat ini pemerintah menganut defisit anggaran dan hal itu tercatat secara transparan. Sedangkan pada saat krisis ekonomi, defisit APBN tidak bisa diketahui.
"Jadi, sudah ada UU Keuangan Negara yang memberikan rambu-rambu mengenai berapa jumlah defisit dan utang. Kita juga punya KPK. Jadi, dari sisi setting dari 20 tahun lalu, banyak yang bisa dilakukan penyelewengan atau tata kelola yang buruk, bisa berjalan secara luas," ujar dia.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengungkapkan, BI menjadi otoritas moneter yang memiliki tugas menjaga stabilitas nilai tukar rupiah maupun inflasi. BI memiliki bauran kebijakan yang pada saat krisis ekonomi tidak dimiliki, begitu juga dengan OJK.
"Tata kelola makin transparan, banyak institusi ini (bank) sudah listed company, mereka melakukan publikasi dari keseluruhan neracanya. Dari sisi itu sudah berbeda sekali. Exchange rate kita juga fleksibel, artinya memang saat ekonomi, rupiah kita bisa menguat. Kalau sedang kena imbas seperti yang terjadi saat ini, maka sama seperti banyak mata uang lain, akan mengalami tekanan atau koreksi," tutur dia.
"Namun, koreksi mata uang kita walaupun fleksibel, masih dalam rangeyang tetap stabil untuk jangka menengah-panjang. Ada range yang kami jaga supaya kami, pemerintah, BI, OJK bisa memastikan sektor keuangan tetap sehat, Indonesia bisa tumbuh namun sustainable, dan BI bisa melakukan stabilisasi apabila diperlukan. Ini mekanisme yang berbeda dari 20 tahun lalu," tutup dia. (ara/ara)
🌷
per tgl 21 Mei 2018:
INILAHCOM, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengemukakan, dibandingkan negara-negara lain, Indonesia masih lebih baik dalam menghadapi dampak ketidakpastian global, ketidakpastian ekonomi global, volatilitas keuangan global yang dipicu kebijakan normalisasi moneter di Amerika Serikat.
“Kita masih jauh lebih baik dan faktor eksternal yang lain, seperti harga minyak, potensi perang dagang Amerika-Tiongkok, serta kondisi geopolitik internasional,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya pada rapat terbatas tentang Lanjutan Pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2019, di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Namun demikian, Presiden Jokowi mengingatkan agar selalu waspada terhadap resiko, terutama ketidakpastian global, ketidakpastian ekonomi global, dan volatilitas keuangan global.
“Kita juga perlu menyiapkan mitigasi ketidakpastian global ini, serta melakukan antisipasi pergerakan menuju keseimbangan baru perekonomian global,” tutur Presiden seperti mengutip dari setkab.go.id.
Presiden juga mengingatkan perlunya tetap fokus menjaga stabilitas keamanan, sehingga kerja untuk perbaikan kesejahteraan, penurunan kemiskinan, serta menciptakan lapangan pekerjaan terus dapat dipercepat, diperbaiki.
Sebelumnya pada awal pengantarnya, Presiden Jokowi meminta agar momentum pertumbuhan ekonomi nasional di kuartal pertama 2018 yang mencapai angka 5,06 persen terus lebih ditingkatkan lagi, dengan menjaga daya beli, meningkatkan investasi , dan meningkatkan daya saing ekspor.
Khusus untuk ekspor, Presiden Jokowi menekankan agar berbagai hambatan baik di perizinan, di perbankan, di pembiayaan, termasuk pajak, dan kepabeanan harus segera dihilangkan, bukan hanya dari pemerintah pusat termasuk yang berasal dari pemerintah daerah.
“Segera lakukan sekarang dan kita harapkan manfaatnya akan segera kelihatan,” tegas Presiden Jokowi.
Rapat terbatas itu dihadiri oleh Menko Polhukam Wiranto, Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko PMKM Puan Maharani, Mensesneg Pratikno, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menteri Pertahanan Ryamizard Riyacudu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Menteri Hukum dan HAM Yasonna M Laoly, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, Menteri BUMN Rini Sumarno, Menteri Perindustrian Airlangga Hartato, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono, dan Menteri Koperasi dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
🌷
per tgl 19 Mei 2018:
JAKARTA sindonews- Industri pengolahan masih memberikan kontribusi terbesar dalam penerimaan pajak berdasarkan sektor usaha utama pada periode Januari-April 2018. Sumbangan sektor manufaktur ini mencapai Rp103,07 triliun dengan mencatatkan pertumbuhan double digit sebesar 11,3%.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, industri pengolahan memiliki andil yang besar dalam menyumbangkan pajak nonmigas setiap tahunnya.
"Jadi, pelaku industri telah menunjukkan kepatuhannya terhadap wajib pajak," kata Airlangga Hartarto di Jakarta, Sabtu (19/5/2018).
Kontribusi penerimaan pajak selanjutnya, diikuti dari sektor perdagangan yang mencapai Rp76,41 triliun dan pertambangan Rp28,51 triliun. Selain itu, dari sektor konstruksi dan real estat sebesar Rp23 triliun, transportasi dan gudang Rp14,49 triliun, serta pertanian Rp7,47 triliun.
Menurut Airlangga, terjadinya pertumbuhan pada penerimaan pajak dari sektor industri pengolahan membuktikan adanya peningkatan produktivitas manufaktur.
"Capaian tersebut sejalan dengan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan, industri pengolahan besar dan sedang di dalam negeri nampak menggeliat pada kuartal I 2018," katanya.
Sektor manufaktur mencatatkan peningkatan produksi sebesar 0,88% dibanding kuartal IV 2017 (quarter to quarter/qtq) atau tumbuh 5,01% dari kuartal I 2017 (year on year/yoy).
Adapun pertumbuhan tahunan produksi manufaktur besar dan sedang pada tiga bulan awal tahun ini, mampu mengungguli pertumbuhan pada kuartal I 2016 sebesar 4,13% (yoy) dan kuartal I 2017 sebesar 4,46% (yoy).
(ven)
🍊
TEMPO.CO, Jakarta - Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, menganggap target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2019 sebesar 5,4-5,8 persen, seperti disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani, tidak realistis.
"Target pertumbuhan ekonomi ini overestimate alias tidak realistis. Padahal tahun ini pertumbuhan ekonomi diprediksi hanya 5,1 persen melihat perkembangan di triwulan pertama 2018 yang tumbuh 5,06 persen," ujar Bhima saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 19 Mei 2018.
Baca juga: Sri Mulyani Targetkan Ekonomi 2019 Tumbuh 5,4-5,8 Persen
Indikator lain, ucap Bhima, konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbesar ekonomi sebesar 56 persen porsinya tumbuh stagnan di angka 4,95 persen. "Gejala stagnasi pertumbuhan ekonomi ini akan berjalan sampai tahun depan," tutur Bhima.
Indikator lain, ucap Bhima, konsumsi rumah tangga sebagai kontributor terbesar ekonomi sebesar 56 persen porsinya tumbuh stagnan di angka 4,95 persen. "Gejala stagnasi pertumbuhan ekonomi ini akan berjalan sampai tahun depan," tutur Bhima.
Selain itu, kata dia, neraca perdagangan mengalami defisit pada April 2018 hingga mencapai US$ -1,63 miliar. "Angka ini terparah sejak 2014, karena kinerja ekspor non-migasnya turun. Secara fundamental, ekonomi kita sedang bermasalah," ucapnya.
Atas dasar indikator tersebut, Bhima menganggap target pertumbuhan ekonomi pemerintah pada 2019 tidak realistis. Dia juga mengingatkan, asumsi makro yang meleset jauh dari realisasi rentan membuat defisit anggaran melebar.
Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat, Jumat, 18 Mei 2018, Sri Mulyani optimistis dengan angka tersebut. Patokan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 sebesar 5,4-5,8 persen dia sampaikan dalam rapat itu.
Dalam dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2019 yang disampaikan Sri Mulyani, angka pertumbuhan tersebut di antaranya bersumber dari konsumsi rumah tangga dan lembaga nonprofit yang melayani rumah tangga (LNPRT) sebesar 5,1-5,2 persen dan PMTB 7,5-8,3 persen. Sedangkan konsumsi pemerintah sebesar 2,8-3,7 persen, ekspor 6-7,2 persen, dan impor 6,3-7,6 persen.
🌷
per tgl 16 Mei 2018:
ID: Direktur PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES) Sugiyanto Wibawa mengatakan, pihaknya mengharapkan adanya stabilitas nilai tukar untuk lebih mudah menghitung harga jual dan memroyeksikan kinerja perseroan.
“Kalau bicara stabilitas, secara jangka panjang kinerja kami cukup bagus. Kalau rupiah naik, harga barang juga naik,” tutur dia.
Dia menjelaskan, bagi perusahaan ritel, stabilitas nilai tukar dapat mendorong kepercayaan konsumen untuk berbelanja. Saat ini komposisi barang impor perseroan mencapai sekitar 80%. “Otomatis kami akan membebankan peningkatan harga jual kepada nilai barang ataupun konsumen,” ucap dia.
Corporate Secretary PT Tunas Baru Lampung Tbk (TBLA) Hardy Phan mengungkapkan, dalam merespons volatilitas rupiah, pihaknya dapat meningkatkan penjualan ekspor untuk menyeimbangkan nilai rupiah jika pelemahan rupiah terjadi dalam jangka waktu lebih panjang.
“Kami yakin pelemahan rupiah terjadi sesaat saja. Dolar AS akan kembali turun di bawah level Rp 14.000, karena BI dan pemerintah akan intervensi,” ucap dia.
Secara terpisah, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menekankan, OJK belum berniat mengeluarkan instruksi atau regulasi seperti buyback saham. “Soalnya, kondisi pasar masih baik hingga saat ini,” tegas dia. (tl/az)
🍁
Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah sepanjang sesi pertama perdagangan saham Rabu pekan ini. Aksi jual investor asing masih berlanjut turut menekan IHSG.Pada penutupan perdagangan saham sesi pertama, Rabu (16/5/2018), IHSG melemah 78,11 poin atau 1,34 persen ke posisi 5.760. Indeks saham LQ45 tergelincir dua persen ke posisi 916,65. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.
Pada sesi pertama, IHSG melemah ke posisi terendah 5,743,33. Sedangkan level tertinggi 5.821,08. Sebanyak 203 saham melemah sehingga menekan IHSG. 121 saham menguat dan 119 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 220.124 kali dengan volume perdagangan 5 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 4,6 triliun. Investor asing jual saham senilai Rp 277,34 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 14.103
.
10 sektor saham berada di zona merah. Sektor saham aneka industri susut 2,42 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham barang konsumsi tergelincir 2,22 persen dan sektor saham manufaktur melemah 1,88 persen.
Saham-saham yang mencatatkan penguatan antara lain saham FREN naik 22,89 persen ke posisi Rp 102 per saham, saham HELI melonjak 20,16 persen ke posisi Rp 149, dan saham PRIM menanjak 13,33 persen ke posisi Rp 850 per saham.
Sedangkan saham-saham yang melemah antara lain saham HEAL turun 16,22 persen ke posisi Rp 3.100 per saham, saham BBTN tergelincir 4,76 persen ke posisi Rp 2.800 per saham, dan saham AKRA susut 4,63 persen ke posisi Rp 4.530 per saham.
Sebagian besar bursa saham Asia tertekan kecuali indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,06 persen. Sedangkan indeks saham Hong Kong Hang Seng susut 0,22 persen, indeks saham Jepang Nikkei tergelincir 0,37 persen, indeks saham Thailand melemah 0,62 persen.
Selain itu, indeks saham Shanghai turun 0,26 persen, indeks saham Singapura merosot 0,22 persen dan indeks saham Taiwan tergelincir 0,03 persen.
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada awal perdagangan saham Rabu pekan ini. Pergerakan IHSG ini ikuti bursa saham global.
Pada pra pembukaan perdagangan saham, Rabu 16 Mei 2018, IHSG melemah 57,23 poin atau 0,98 persen ke posisi 5.780,87. Pada pukul 09.00 WIB, IHSG susut 58,30 poin atau satu persen ke posisi 5.779,80. Indeks saham LQ45 tergelincir 0,46 persen ke posisi 931,03. Sebagian besar indeks saham acuan tertekan.
Pada awal sesi, IHSG sempat berada di level tertinggi 5.820,58 dan terendah 5.777,20. Sebanyak 107 saham melemah sehingga menekan IHSG. 95 saham menguat dan 89 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham 28.486 kali dengan volume perdagangan 553,9 juta saham. Nilai transaksi harian saham Rp 441 miliar. Investor asing jual saham Rp 33,98 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat di kisaran Rp 14.089.
Sebagian besar sektor saham tertekan kecuali sektor saham pertanian naik 0,11 persen. Sektor saham infrastruktur merosot 0,69 persen, dan catatkan penurunan terbesar. Disusul sektor saham perdagangan melemah 0,54 persen dan sektor saham aneka industri turun 0,47 persen.
Saham-saham yang menguat antara lain saham TRIL naik 5,41 persen ke posisi Rp 78, saham TAXI melonjak 5,19 persen ke posisi Rp 142 per saham, dan saham FREN mendaki 4,82 persen ke posisi Rp 87 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan antara lain saham HEAL anjlok 31,08 persen ke posisi Rp 2.550 per saham. Padahal saham HEAL merupakan pendatang baru di BEI. Kemudian saham LPPF susut 3,26 persen ke posisi Rp 8.900 per saham dan saham TLKM tergelincir 2,08 persen ke posisi Rp 3.300 per saham.
Bursa saham Asia sebagian besar tertekan. Indeks saham Hong Kong Hang Seng melemah 0,97 persen, indeks saham Jepang Nikkei tergelincir 0,45 persen, indeks saham Shanghai susut 0,47 persen, dan indeks saham Singapura merosot 0,46 persen.Selain itu, indeks saham Taiwan susut 0,02 persen.
🌱
ID: Di tengah terpaan sentiment negatif baik karena faktor global maupun situasi keamanan dalam negeri, perekonomian Indonesia saat ini membutuhkan sentimen positif guna membalikkan keadaan di sektor finansial yang bergejolak.
Selain menunggu keputusan penaikan suku bunga acuan Bank Indonesia pada Kamis pekan ini, pelaku pasar sangat menunggu kabar positif neraca perdagangan April yang diumumkan Badan Pusat Statistik, Selasa (15/5).
Sayangnya, data kinerja perdagangan internasional bulan April mengecewakan, mengalami deficit sebesar US$ 1,63 miliar. Defisit terutama dipicu sektor migas yang mencapai US$ 1,13 miliar, serta deficit nonmigas sebesar US$ 495,6 juta. Defisit juga terjadi karena laju impor yang jauh lebih tinggi dibanding ekspor. Ekspor April hanya tumbuh 9% secara tahunan (yoy), sedangkan impor melonjak 35%.
Tapi yang menggembirakan, laju impor yang tinggi didominasi oleh impor barang modal dan bahan baku. Impor barang modal pada April tumbuh 41% (yoy) dan impor bahan baku/penolong melonjak 33%. Tingginya impor barang modal dan bahan baku merupakan fenomena yang bagus, karena hal itu mengindikasikan bakal bergairahnya investasi ke depan.
Sayangnya sisi positif dari data impor itu tidak dibaca oleh investor di pasar modal. Mereka hanya melihat neraca perdagangan yang defisit, sehingga bereaksi negative yang membuat indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia terpangkas 1,83% ke posisi 5.838 pada perdagangan kemarin.
Dengan perkembangan ini, IHSG sudah merosot 8,14% sejak awal tahun (year to date). Investor asing kemarin mencatat penjualan bersih (net selling) sebesar Rp 1,16 triliun, sehingga sejak awal tahun asing membukukan net selling senilai Rp 38,98 triliun, hampir menyamai total net selling asing sepanjang tahun lalu. Nilai tukar rupiah pun masih bertengger di level Rp 14.000-an per dolar AS.
Bagaimanapun, reaksi investor di pasar finansial terhadap data neraca perdagangan ini perlu mendapat perhatian pemerintah. Mungkin itu sebuah alarm tanda bahaya. Yang patut dicermati adalah impor migas, karena Indonesia kini menjadi net importer minyak. Sejalan dengan harga minyak yang terus melejit, sudah tembus US$ 70 per barel, impor migas bakal kian membebani perekonomian.
Impor minyak berpotensi membengkak, karena konsumsi BBM bersubsidi yang terus bertambah. Janji pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM bersubsidi hingga akhir tahun bakal membuat sebagian konsumen enggan beralih ke BBM nonsubsidi.
Celakanya, dalam kondisi kurs rupiah yang melemah saat ini, impor minyak semakin terasa memberatkan keuangan Pertamina. Impor minyak yang membengkak disertai kurs rupiah yang melemah, sementara harga BBM bersubsidi tidak dinaikkan, akan memberikan dampak negatif terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Mau tidak mau, asumsi harga minyak dan besaran subsidi harus direvisi.
Selain ancaman dari pembengkakan impor migas, neraca perdagangan kita juga dibayangi oleh lemahnya ekspor produk manufaktur. Mayoritas ekspor Indonesia, sekitar 65%, masih didominasi komoditas yang bernilai tambah rendah. Sedangkan ekspor produk manufaktur masih kurang maksimal. Bahkan yang terjadi, Indonesia diserbu produk manufaktur negara lain, khususnya Tiongkok.
Terbukti, defisit neraca perdagangan dengan Negeri Tirai Bambu itu sudah mencapai US$ 5,7 miliar selama Januari-April. Dalam konteks itu, Indonesia harus segera membenahi struktur industri yang selama ini menjadi pekerjaan rumah terbesar. Sektor industri yang lemah, mulai dari hulu, industri dasar, hingga hilir di manufaktur harus benar-benar diperkokoh. Pemerintah perlu memberikan insentif yang tepat sasaran dan mendukung dengan kebijakan yang kondusif.
Ekspor produk manufaktur bisa digenjot dengan mengimplementasikan Making Indonesia 4.0 secara konsisten, yang menetapkan lima industri prioritas, yakni sektor tekstil, otomotif, elektronik, kimia, serta makanan dan minuman. Selain itu, ekspor manufaktur juga bakal meningkat jika Indonesia segera menyelesaikan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement) dengan sejumlah negara dan kawasan, khususnya Uni Eropa.
Strategi lain untuk menggenjot ekspor adalah terus mencari pasarpasar baru di luar pasar tradisional yang sudah mapan seperti Amerika Serikat, Jepang, Tiongkok, dan Uni Eropa. Sejumlah pasar di negara-negara Timur Tengah memiliki potensi ekspor yang menjanjikan, demikian pula India, Rusia, sejumlah negara di Afrika, dan beberapa negara di Amerika Latin.
Kita berharap pemerintah dan otoritas terkait tanggap terhadap defisit neraca perdagangan ini. Jika tidak dikendalikan, defisit ini akan membahayakan neraca transaksi berjalan yang selama ini menjadi ancaman utama perekonomian. Neraca transaksi berjalan yang defisit juga menimbulkan persepsi negative bagi investor global, sehingga akan memberikan tekanan terhadap pasar modal dan pasar uang. (*)
🍓
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,27% sampai dengan akhir sesi 1 ke level 5.871,51. Pelemahan IHSG senada dengan bursa saham kawasan regional yang juga terperangkap di zona merah: Indeks Nikkei turun 0,1%, indeks Shanghai turun 0,22%, indeks Hang Seng turun 0,9%, indeks Strait Times turun 0,28%, indeks Kospi turun 0,63%, dan indeks SET (Thailand) turun 0,49%.
Nilai transaksi tercatat sebesar Rp 4,6 triliun dengan volume sebanyak 5,2 miliar saham. Frekuensi perdagangan adalah 210.972 kali.
Saham-saham yang berkontribusi signifikan bagi koreksi IHSG diantaranya: PT Bank Central Asia Tbk/BBCA (-3,59%), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk/TLKM (-3,67%), PT Unilever Indonesia Tbk/UNVR (-3,29%), PT Bank Mandiri Tbk/BMRI (-3,47%), dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk/BBRI (-1,88%).
Dari sisi eksternal, panasnya tensi di Gaza menjadi fokus utama bagi investor. Kemarin, sebanyak 55 warga Palestina dibunuh oleh pasukan bersenjata Israel kala melakukan protes terkait dengan pemindahan kedutaan besar AS di Israel dari Tel Aviv Ke Yerusalem. Pada hari ini, aksi lanjutan melawan Israel akan dilakukan.
Dari dalam negeri, neraca perdagangan bulan April yang secara mengejutkan membukukan defisit telah menekan laju IHSG. Sepanjang bulan April, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor hanya tumbuh sebesar 9,01% YoY, lebih rendah dibandingkan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia yakni 12% YoY. Sementara itu, impor meroket hingga 34,68% YoY, jauh di atas konsensus yang sebesar 19,09% YoY.
Dengan demikian, neraca perdagangan mencatatkan defisit hingga US$ 1,63 miliar, jauh di bawah konsensus yang memperkirakan akan ada surplus sebesar US$ 672 juta. Sebagai catatan, neraca perdagangan Indonesia pada bulan Januari dan Februari mencatatkan defisit, masing-masing sebesar US$ 756 juta dan US$ 52,9 juta. Barulah pada bulan Maret neraca dagang berhasil membukukan surplus, yaitu senilai US$ 1,09 miliar. Defisit neraca perdagangan bulan April lantas merupakan yang ketiga pada tahun ini.
Wajar jika pelaku pasar menanggapi negatif defisit neraca perdagangan bulan April. Pasalnya, sepanjang kuartal-I Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) membukukan defisit sebesar US$ 3,85 miliar, jauh lebih buruk dibandingkan periode yang sama tahun lalu yaitu surplus US$ 4,51 miliar, terlepas dari neraca perdagangan barang yang positif. Jika kini neraca perdagangan barang negatif, bisa diekspektasikan bahwa defisit NPI kuartal-II akan membengkak.
Hal tersebut lantas memberikan tekanan kepada rupiah yang hingga melemah hingga 0,47% ke level Rp 14.030/dolar AS. Merespon pelemahan rupiah, investor asing telah mencatatkan jual bersih sebesar Rp 547,7 miliar. (ank/ank)
🍆
Rupiah sedang remuk redam. Pada awal Januari 2018, mata uang NKRI masih segar bugar di level Rp 13.542 per dolar AS. Memaski pekan pertama Februari, rupiah mulai limbung, sebelum terhuyung dan terempas ke level Rp 13.700. Pada 8 Mei, rupiah terpelanting ke posisi Rp 14.036 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah bukan saja sudah menabrak level psikologis Rp 14.000, tetapi juga terus menjauh dari asumsi APBN sebesar Rp 13.400 per dolar AS. Memang tak hanya rupiah, mata uang negara lain pun sedang babak belur dihajar dolar AS. Namun, dengan pelemahan yang mencapai 3,65 persen selama tahun berjalan (year to date/ytd), rupiah termasuk yang paling merana.
Pelemahan rupiah dipicu banyak faktor, terutama faktor eksternal berupa rencana Bank Sentral AS (The Fed) menaikkan suku bunga acuan (Fed funds rate/FFR) secara lebih agresif (hawkish). Kenaikan FFR mendorong para pengelola hedge fund global mengalihkan dananya dari negara-negara emerging markets, termasuk Indonesia, ke Negeri Paman.
Keputusan para fund manager global memulangkan dana-dananya dari emerging markets ke negara-negara maju, khususnya AS, bisa dimaklumi. Jika suku bunga di AS naik, instrumen investasi di AS akan memberikan imbal hasil (yield) yang lebih menguntungkan. Yieldobligasi pemerintah AS (US Treasury Bond) tenor 10 tahun sudah naik dari 2,4 persen ke level 3 persen.
Penyebab lain terjadinya arus modal keluar (capital outflow) dari emerging markets yang menyebabkan rupiah dan mata uang lain terpuruk adalah ancaman perang dagang AS-RRT dan kebijakan proteksionisme Donald Trump. Dua kondisi ini telah menorehkan kekhawatiran terhadap nasib ekonomi global yang sedang berjuang untuk pulih, setelah didera krisis finansial 2008-2009.
Selain faktor eksternal, faktor internal diduga turut memicu kejatuhan rupiah. Itulah jawaban mengapa rupiah tercatat sebagai salah satu mata uang yang terbenam paling dalam. Para pelaku pasar disebut-sebut mengkhawatirkan fundamental ekonomi Indonesia yang tidak begitu kokoh. Buktinya, perekonomian nasional pada kuartal I 2018 cuma tumbuh 5,06 persen secara tahunan (year on year/yoy), lebih rendah dari kuartal IV 2018 sebesar 5,19 persen.
Dengan pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 yang di bawah ekspektasi, para pelaku pasar ragu target pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini sebesar 5,4 persen dapat dicapai. Padahal, bangsa Indonesia sedang bersiap menggelar pemilihan kepala daerah (pilkada) pada akhir Juni mendatang sebagai pemanasan menuju Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Pilkada serentak di 171 daerah bisa saja menjadi amunisi baru bagi pertumbuhan ekonomi akibat meningkatnya konsumsi masyarakat. Namun, bagi para investor portofolio, tensi politik yang meningkat adalah potensi ketidakpastian. Terlebih tahun depan, ingar-bingar pesta demokrasi yang sesungguhnya bakal digelar.
Sebagian investor merespons ketidakpastian itu dengan tetap bertahan di Indonesia. Sebagian lagi meresponsnya dengan mengalihkan (shifting) portofolio ke negara-negara maju. Itu sebabnya, pasar saham dan pasar obligasi di dalam negeri tertekan. Indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok 9,14 persen secara year to date ke level 5.774,71. Seperti rupiah, pasar saham domestik termasuk yang melemah paling dalam di emerging markets.
Lazimnya tumpukan kartu domino yang runtuh, pelemahan rupiah dan IHSG berlangsung simultan, diikuti aksi jual secara masif oleh investor asing. Investor asing sudah membukukan jual bersih (net sell) saham senilai Rp 36,85 triliun (ytd). Sedangkan di pasar surat berharga negara (SBN), asing sudah melepas kepemilikan senilai Rp 24,46 triliun sejak akhir Januari 2018.
Kita sepakat bahwa kondisi rupiah sudah mengkhawatirkan. Otoritas, dunia usaha, dan ekonom mungkin menganggap rupiah belum memasuki fase darurat (emergency). Namun, bila tak diambil langkah-langkah taktis, rupiah bisa terperosok lebih dalam, sehingga mata uang Garuda lebih sulit untuk dievakuasi.
Harus diakui, misi penyelamatan rupiah serba dilematis. Jika Bank Indonesia (BI) menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI 7-DRRR), ada kemungkinan perekonomian domestik terkontraksi. Faktanya, kredit perbankan per Februari baru tumbuh 8,22 persen (yoy). Inflasi April (0,10 persen bulanan, 1,09 persen tahun kalender, 3,41 persen tahunan) adalah indikasi masih lemahnya daya beli masyarakat yang terkonfirmasi oleh rendahnya pertumbuhan ekonomi kuartal I.
Apakah itu berarti BI harus terus menahan suku bunga acuan? Ini juga bukan opsi yang ideal. Jika BI 7-DRR terus ditahan pada level 4,25 persen, cadangan devisa bisa terkuras karena bank sentral harus terus melakukan operasi pasar, baik di pasar valas maupun pasar obligasi. Selama tahun berjalan, cadangan devisa sudah menyusut US$ 7,12 miliar menjadi US$ 124,86 miliar.
Berarti rupiah harus ditumbalkan demi menjaga pertumbuhan ekonomi agar angka kemiskinan dan pengangguran tidak menggelembung? Tidak juga. Bila rupiah melambung tinggi, masyarakat--selain dunia usaha--akhirnya akan terpukul. Impor Indonesia yang besar bakal mendorong inflasi barang impor (imported inflation), sehingga daya beli masyarakat semakin lemah. Belum lagi jika terjadi PHK besar-besaran karena korporasi kolaps.
Lagi pula, jika rupiah dibiarkan menjadi bulan-bulanan dolar AS, implikasinya bisa merembet ke mana-mana. Selain bisa menghancurkan pasar saham dan pasar obligasi, kejatuhan rupiah bisa mendorong keluar investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) akibat turunnya kepercayaan investor kepada Indonesia. Lagi-lagi, ini akan menimbulkan efek domino.
Maka misi penyelamatan rupiah harus dipertimbangkan secara cermat, matang, hati-hati, dan masif, serta melibatkan segenap pemangku kepentingan negeri ini. Pemerintah, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) harus bahu-membahu mencari formula yang tepat untuk menjinakkan dolar AS, sekaligus menenangkan rupiah.
Ada baiknya BI mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan dalam level yang aman bagi sektor riil dan pertumbuhan ekonomi, misalnya sebesar 25 basis poin (bps). Mungkin kenaikan suku bunga acuan sebesar itu tidak nendang, tetapi keputusan bank sentral menaikkan BI 7-DRRR akan memberikan sinyal positif kepada pasar bahwa otoritas cukup sigap merespons situasi.
Kenaikan BI 7-DRRR saja tak akan mampu menenangkan pasar. BI perlu menambahnya dengan--misalnya-- mengeluarkan kebijakan makroprudensial. Untuk mengimbangi risiko kenaikan suku bunga, bank sentral bisa melonggarkan aturan rasio loan to value (LTV) untuk kredit properti, rasio financing to value (FTV) untuk pembiayaan properti, serta uang muka untuk kredit atau pembiayaan kendaraan bermotor.
Agar pasar saham dan obligasi tidak terjun bebas, OJK bersama Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa memfasilitasi pembelian kembali saham (buyback) oleh emiten pada harga yang mampu menahan kejatuhan pasar. Upaya ini akan efektif bila pemerintah melalui Kementerian BUMN mendorong emiten-emiten pelat merah menjadi motor buyback di pasar modal.
Namun, upaya-upaya ini tetap tak akan membuahkan hasil optimal bila pemerintah tidak membuat gebrakan fundamental di bidang ekonomi. Misalnya memberikan insentif fiskal dan nonfiskal besar-besaran kepada dunia usaha, atau mengeksekusi paket-paket kebijakan ekonomi yang sampai sekarang belum diimplementasikan.
Di luar itu, tentu kita berharap semua elemen bangsa tetap tenang dan berpikir jernih. Kecemasan dan kepanikan hanya akan membuat masalah semakin kompleks. Di sinilah pentingnya dukungan dunia usaha, dengan tidak melakukan pembelian dolar AS secara berlebihan di luar kebutuhan bisnisnya. Masyarakat juga jangan ikut-ikutan menubruk dolar.
Kita, suka atau tidak suka, harus sepakat bahwa depresiasi rupiah yang kerap terjadi adalah bukti bahwa fundamental ekonomi kita masih rentan terhadap gejolak eksternal. Karena itu, kita tak akan pernah bosan mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi struktural, terutama di bidang industri manufaktur.
Rupiah mudah labil karena perekonomian kita terus digerogoti defisit neraca transaksi berjalan (current account deficit/CAD). Salah satu sumber CAD di sisi neraca perdagangan adalah besarnya impor barang modal dan bahan baku. Ekspor kita juga rendah karena mengandalkan sumber daya alam, bukan produk jadi bernilai tambah tinggi. Maka membangun industri manufaktur yang kuat, dari hulu, antara, sampai hilir mutlak harus dilakukan pemerintah, secepatnya.
Pada akhirnya, kita sependapat bahwa penyelamatan rupiah tidak boleh ditunda-tunda. Rupiah bukan cuma bertali-temali dengan variabel-variabel ekonomi yang dapat menjerumuskan bangsa ini ke dalam jurang krisis. Lebih dari itu, rupiah adalah maskot bangsa. Semakin rupiah terdepresiasi, semakin rendah kebanggaan dan martabat kita sebagai anak bangsa.
🌹
per tgl 14 Mei 2018:
JAKARTA – Aksi teror bom di Surabaya, Jawa Timur, Minggu (13/5/2018), hingga menewaskan 13 orang, tak lantas membuat khawatir warga Jakarta. Pusat perbelanjaan yang ada di wilayah Jakarta Timur pun masih tetap dipenuhi pengunjung untuk menghabiskan akhir pekannya.
Seperti yang terlihat di Pusat Grosir Cililitan (PGC), Kramatjati, Jakarta Timur, Minggu (13/5) malam. Pusat perbelanjaan ini masih tetap diserbu pengunjung yang datang dari beberapa daerah. Bahkan, beberapa orang terlihat hadir bersama keluarganya demi menghabiskan libur pekan ini.
Rosita (38), petugas keamanan pusat perbelanjaan tersebut mengatakan, pengunjung yang datang masih seperti biasanya. Setiap pekan, menurutnya, memang terlihat cukup banyak warga yang datang ke PGC. “Ya ramai seperti biasa saja, warga dari pagi hingga malam ini juga keluar masuk ke sini,” ujarnya, Minggu (13/5/2018).
Menurut Rosita, teror bom yang terjadi di Surabaya, memang tak mempengaruhi warga Jakarta. Tak ada ketakutan warga akan adanya aksi teror yang terjadi sejak beberapa hari belakangan ini. “Orang-orang yang datang kesini juga cuek-cuek saja, malah pada bawa anak-anak juga. Jadi nggak ada yang berasa takut,” ungkapnya. (Ifand/ys)
🌷
per tgl 12 Mei 2018:
JAKARTA okezone- Bank Indonesia mengakui pelemahan Rupiah yang terjadi belakangan ini sudah tidak sesuai dengan kondisi fundamental ekonomi Indonesia. Untuk itu, bank sentral siap mengambil langkah-langkah yang tegas untuk memastikan terciptanya stabilitas perekonomian.
Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo mengatakan, melihat masih besarnya potensi tantangan dari kondisi global yang dapat berpotensi menganggu kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah panjang, Bank Indonesia akan secara tegas dan konsisten mengarahkan dan memprioritaskan kebijakan moneter pada terciptanya stabilitas.
BERITA TERKAIT+
“Di tengah meningkatnya tantangan global saat ini, Bank Indonesia tengah dan akan mengambil langkah-langkah yang tegas untuk memastikan terciptanya stabilitas perekonomian,” kata dia dalam keterangan tertulis, Jumat (11/5/2018).
Baca Selengkapnya: Tembus Rp14.000/USD, BI Sebut Kurs Rupiah Tidak Sesuai dengan Fundamental Ekonomi
(dni)
🌸
Bisnis.com, JAKARTA -- Pemerintah mengklaim kas negara dalam kondisi yang baik, dalam menjawab tantangan peningkatan ketegangan global.
Beberapa ketegangan global yang dimaksud adalah, potensi kenaikan suku bunga The Fed yang diperkirakan pada Juni mendatang, potensi proteksionisme dalam perdagangan global yang disebabkan Amerika dan China, dan ketegangan dalam geopolitik yang disebabkan oleh kesepakatan nuklir antara Amerika dan Iran.
Yang mana, hal-hal tersebut dapat memberikan ketidakpastian kepada investor, yang berujung pada peningkatan fluktuasi di pasar keuangan global.
"APBN 2018 jauh lebih kuat dibanding APBN tahun sebelumnya," kata Menteri Keuangan Sri mulyani Indrawati, di Jakarta, Jumat (11/5/2018).
Dia memaparkan, hingga 30 April, defisit APBN mencapai Rp55,1 triliun, atau lebih kecil dari tahun sebelumnya, yakni Rp72,2 triliun.
Keseimbangan primer juga memberikan surplus yang lebih baik yakni Rp24,2 triliun, atau jauh lebih besar dibanding tahun lalu Rp3,7 triliun.
Selain itu, Menkeu mengatakan, penerimaan perpajakan sampai April juga menunjukkan pertumbuhan sehat.
Penerimaan pajak telah mencapai Rp416,9 triliun, atau tumbuh 11,2% jika dimasukkan amnesti pajak, atau 15% jika tanpa amnesti pajak
Dari sisi pembiayaan, Sri Mulyani menjelaskan, pihaknya mempersiapkan antisipasi dari ketidakpastian tersebut dengan memperluas alternatif sumber pembiayaan.
Dia memaparkan, pemerintah dapat menerbitkan SBN melalui private placement, dan pinjaman program dari developement partner, baik bilateral atau multilateral, dengan potensi pembiayaan Rp1,3 milyar USD, dan Rp850 juta EURO.
Selain itu, ada juga samurai bond yang bisa ditingkatkan pembiayaannya hingga 150 milliar yen.
Pemerintah juga memiliki Badan Layanan Umum (BLU) yang mampu menyerap SBN hingga Rp12 triliun. Bahkan, pemerintah telah menyiagakan Bond Stabilization Framework (BSF), guna menjaga pembiyaan secara stabil dan berkelanjutan.
Adapun, BSF merupakan kerangka kerja jangka pendek dan menengah untuk mengantisipasi dampak krisis pasar SBN domestik.
Langkah tersebut bertujuan untuk mengembalikan stabilisasi sistem keuangan, dengan kata lain mengembalikan nilai tukar rupiah ke nilai fundamentalnya.
🌸
per tgl 11 Mei 2018:
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono meragukan pernyataan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang dampak positif pelemahan rupiah ke peningkatan ekspor. Kalla sebelumnya menyebut pelemahan rupiah terhadap dollar AS akan mendorong peningkatan pendapatan dari ekspor, meski di sisi lain berdampak pada kenaikan harga bahan baku impor. "Indonesia ekspornya masih banyak mengandung natural resources atau primary product, itu tidak berarti kalau kelapa sawit kita lebih murah terus ekspornya naik, kan enggak juga," kata Tony melalui sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Rabu (9/5/2018). Tony menceritakan bagaimana kondisi pelemahan rupiah yang dialami Indonesia saat krisis Mei 1998 silam. Saat itu, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS melonjak tajam, dari Rp 2.300 jadi Rp 15.000. Baca juga: Kelemahan Ekspor Indonesia: Lebih Banyak untuk Pesanan Dari hal tersebut, meski dilanda krisis ekonomi, secara perlahan Indonesia bisa menarik keuntungan melalui manfaat ekspor yang semakin lama semakin meningkat. Bahkan sebut Tony, dia masih ingat ketika orang Indonesia berbondong-bondong mengekspor produk mereka untuk dijual ke luar negeri. "Di Yogya itu, orang bongkarin rumah, dijual ke luar negeri, saking murahnya untuk ukuran asing. Memang waktu itu harus diakui, pelemahan rupiah jadi salah satu faktor yang membuat pelan-pelan ekonomi Indonesia recover," tutur Tony. Perbaikan kondisi ekonomi salah satunya memang ditandai dengan meningkatnya jumlah ekspor. Jika kondisinya seperti itu, Tony masih sepakat dengan pernyataan Kalla, tetapi untuk saat ini situasinya sudah berbeda karena pelemahan nilai tukar rupiah hanya naik sedikit, dari Rp 13.700 jadi Rp 14.000. "Kemudian, yang mengalami depresiasi tidak hanya rupiah. Jadi, semua negara berpikir yang sama sekarang ini. Kalau kita berpikir rupiah murah, orang Thailand juga bilang baht murah. Jadi mohon maaf, menurut saya tidak seperti itu," ujar Tony. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekspor per kuartal I 2018 tercatat sebesar 6,17 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Namun, ekspor masih kalah dengan pertumbuhan impor sebesar 12,75 persen pada kuartal I 2018.Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Dampak Positif Pelemahan Rupiah ke Peningkatan Ekspor Diragukan", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/10/153347926/dampak-positif-pelemahan-rupiah-ke-peningkatan-ekspor-diragukan.
Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Erlangga Djumena
🍉
per tgl 09 Mei 2018:JAKARTA - Pasar saham Indonesia masih terjebak di zona merah. Tercatat, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pagi ini dibuka di level 5.734,18.
Membuka perdagangan, ada 115 saham menguat, 86 saham melemah, dan 105 saham stagnan. Pagi ini, transaksi perdagangan mencapai Rp511 miliar dari 1,23 miliar lembar saham diperdagangkan.
Indeks LQ45 naik 1,6 poin atau 0,17% menjadi 922,14, Jakarta Islamic Index (JII) turun 6,46 poin atau 0,98% ke 655,39, indeks IDX30 naik 1,17 poin atau 0,23% ke 501,97 dan indeks MNC36 naik 0,99 poin atau 0,31% ke 324,11.
Mayoritas sektor penggerak IHSG melemah dengan pelemahan yang paling dalam di sektor industri dasar 0,91% dan sektor infrastruktur 0,68. Sementara itu sektor pertambangan dan keuangan masih menguat.
Adapun saham-saham yang bergerak dalam jajaran top gainers, antara lain saham PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) naik Rp45 atau 8,82% ke Rp555, saham PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) naik Rp14 atau 3,68% ke Rp394, dan saham PT Elnusa Tbk (ELSA) naik Rp12 atau 2,94% ke Rp420.
IHSG Cetak Rekor Tertinggi Baru dengan Ditutup Naik 33,70 Poin
Adapun saham-saham yang bergerak dalam jajaran top losers, antara lain PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) turun Rp5 atau 5,68% ke Rp83, saham PT Matahari Departemen Store Tbk (LPPF) turun Rp350 atau 4,01% ke Rp8.375, dan saham PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) turun Rp55 atau 3,78% ke Rp1.400.
🍉
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar saham Indonesia belum aman dari guncangan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kemarin ditutup merosot 1,88% menuju 5.774,72. Sebanyak 83 saham menguat, 304 saham melemah dan sisanya bergeming.
Dana asing masih mengalir keluar dari Bursa Efek Indonesia. Investor asing kemarin mencatatkan penjualan bersih (net sell) Rp 180,90 miliar. Sejak awal tahun hingga saat ini, dana asing telah keluar mencapai Rp 36,41 triliun.
BACA JUGA
Analis Royal Investium Sekuritas Indonesia Wijen Ponthus menilai, IHSG tak hanya tertekan rupiah. Sebab, rupiah yang menembus Rp 14.000 per dollar AS sudah diprediksi dan bukan kejutan.
Pelemahan pada indeks terus berlanjut lantaran ada dugaan investor asing mulai mengalihkan dana ke China, seiring penyesuaian indeks MSCI. "Jadi ada info makin banyak outflow dari Indonesia ke China. Ini yang membuat IHSG terkoreksi dalam," kata Wijen, Selasa (8/5).
Sekadar info, beberapa waktu lalu MSCI mengumumkan berencana memasukkan saham A berdenominasi yuan ke dalam indeks. Hal ini akan dimulai Juni nanti.
Wijen menyebut, kini Tiongkok menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di Asia, bahkan dunia. Hal ini bisa menjadi alasan banyak pengelola dana asing akhirnya melirik negeri tersebut, sebagai tujuan investasi. "Ada portofolio baru dari indeks MSCI, sehingga bobot asing ada yang dikurangi," terang Wijen.
Kekuatan ekonomi
Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia Teuku Hendry Andrean menilai, ada juga kemungkinan investor asing pindah ke emerging market lain. Misalnya ke Vietnam, lantaran pertumbuhan ekonomi di negara tersebut lebih bagus.
Apalagi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2018 masih di bawah ekspektasi. Pada kuartal II-2018, ada kekhawatiran pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa lebih rendah lagi. "Apalagi saat lebaran tahun lalu juga pertumbuhan ekonomi Indonesia malah turun," kata Teuku. Dia memprediksi support terdekat IHSG di posisi 5.650, dengan level psikologis 5.500.
Teuku menilai, pelemahan IHSG belakangan ini masih berkaitan dengan rupiah. Jika rupiah masih tertekan terhadap dollar AS, maka ada kecenderungan indeks tertekan. "Sekarang ini kalau bermain jangka pendek sudah cukup berat. Intervensi pemerintah juga sudah, tapi rupiah masih tertekan. Jadi mindset harus jangka panjang," imbuh dia.
Investor berharap pemerintah mengambil kebijakan tepat agar pasar merasakan adanya kepastian. Ini tergantung sikap pemerintah dan harus ada kebijakan yang bisa menenangkan pasar. "Gonjang-ganjing The Fed masih ada, jadi mungkin IHSG tahun ini masih di bawah 6.000," prediksi Teuku.
Saat ini banyak orang menganggap pasar Indonesia dalam tren bearish. Padahal, jika dilihat secara historis, menurut Wijen, di tahun politik IHSG cenderung mendaki. Dia melihat, rata-rata selama empat periode pemilihan umum, indeks saham terus bergerak naik. "Seharusnya 2019 akan naik lagi," kata dia.
Wijen memperkirakan, secara teknikal, IHSG pada pekan depan akan bergerak dengan rentang support 5.6505.675. Potensi penurunan masih terlihat, tapi cenderung terbatas. Dia menilai, koreksi yang terjadi pada indeks saham sudah cukup dalam.
Wijen menyebut, akibat terus merosot, posisi IHSG saat ini sudah dekat dengan bottom. "Sepertinya ini adalah momentum terakhir untuk bisa mendapatkan saham murah, terutama saham blue chip," ungkap Wijen.
🌸
per tgl 07-08 Mei 2018:
POSISI cadangan devisa Indonesia akhir April 2018 tercatat US$124,9 miliar. Meski tergolong masih cukup tinggi, jumlah itu lebih rendah dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2018 sebesar US$126,0 miliar.
Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,7 bulan impor atau 7,4 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
"Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia , Agusman, melalui keterangan resmi, Selasa (8/5).
Penurunan cadangan devisa pada April 2018 terutama dipengaruhi oleh penggunaan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi.
"Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai didukung terjaganya keyakinan terhadap prospek perekonomian domestik yang membaik dan kinerja ekspor yang tetap positif," tukas Agusman.
Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Bisnis UGM Tony Prasetiantono mengatakan Bank Indonesia semestinya segera menaikkan suku bunga acuan. Sebab, cadangan devisa sudah banyak dipakai untuk intervensi.
"Yang ternyata tidak ada hasilnya," tukas Tony saat dihubungi, Selasa (8/5).
Tidak heran, biarpun pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2018 sebesar 5,06%, lebih tinggi ketimbang periode yang sama tahun lalu sebesar 5,01%. Nyatanya tetap tidak mampu menguatkan rupiah dari depresiasi karena di bawah ekspektasi pasar.
"Tidak bisa menjadi sentimen positif, karena pertumbuhan ekonomi 5,06% tidak cukup meyakinkan. Terlalu tipis," tukas Tony. (X-12)
🌹
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah pada penutupan perdagangan, Senin (7/5) telah menembus level Rp 14.000 per dollar AS. Secara teknikal analis memproyeksikan, nilai tukar rupiah hingga akhir bulan ini masih berpotensi lanjutkan pelemahan bila BI tidak melakukan intervensi.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot pada pukul 17.00 WIB mencapai Rp 14.001 per dollar AS atau melemah 0,41% dibandingkan penutupan pekan lalu. Kurs tengah Bank Indonesia juga mencatat rupiah terdepresiasi 0,09% menjadi Rp 13.956 per dollar AS.
BACA JUGA
Analis Monex Investindo, Putu Agus Pransuamitra memproyeksikan hingga akhir bulan ini jika rupiah terus melemah maka bisa menyentuh Rp 14.120 per dollar AS. Hal ini mungkin terjadi bila BI tidak melakukan intervensi.
Untung saja, Bank Indonesia kini aktif di pasar keuangan melakukan intervensi dengan memanfaatkan cadangan devisa sehingga pelemahan rupiah berpotensi terbatas.
Bahkan bila, pelanjutan pelemahan rupiah masih terjadi, BI juga siap untuk menaikkan suku bunga. "Kenaikan suku bunga saya rasa adalah langkah terakhir jika semua instrumen tidak bisa menahan pelemahan rupiah," kata Putu, Senin (7/5).
Menurut Putu, BI masih akan menunggu untuk menaikkan suku bunga acuan sampai Juni 2018 dan melihat reaksi rupiah merespon kebijakan The Fed.
🍮
JAKARTA, KOMPAS.com—Bank Indonesia (BI) menyatakan pertumbuhan ekonomi di level 5,06 persen pada kuartal I/2018 merupakan yang tertinggi untuk kurun waktu yang sama sejak 2015. " Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2018 merupakan capaian tertinggi di pola musiman triwulan I sejak tahun 2015," ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman dalam keterangan tertulisnya, Senin (7/5/2018). Menurut BI, ekonomi Indonesia pada periode Januari-Maret 2018 tetap kuat dengan dukungan permintaan domestik. Inventori, misalnya, pada periode ini tumbuh 6,07 persen dibandingkan setahun lalu (year on year atau yoy) dan naik 5,94 persen dibandingkan kuartal IV/2017.itu, permintaan domestik tanpa memperhitungkan inventori tumbuh 5,86 persen yoy dan lebih tinggi dibandingkan capaia pertumbuhan 5,62 persen pada kuartal IV/2017.BI memperkirakan pemulihan ekonomi Indonesia terus berlanjut terutama ditopang investasi yang tumbuh tinggi. Prediksi ini ditopang pula oleh daya saing dan iklim investasi yang membaik, terjaganya stabilitas makroekonomi, serta tetap kuatnya belanja pemerintah dan belanja lembaga non-profit rumah tangga. "Pemulihan ekonomi juga didukung oleh struktur lapangan usaha yang membaik sehingga menjadi landasan berlanjutnya proses pemulihan ekonomi ke depan," imbuh Agusman. Adapun permintaan domestik yang meningkat pada triwulan I/2018 didukung oleh naiknya investasi diiringi oleh kuatnya konsumsi swasta.
Agusman menyatakan, investasi pada kuartal I/2018 tumbuh 7,95 persen (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 7,27 persen (yoy). "Itu merupakan capaian tertinggi investasi dalam lima tahun terakhir," imbuh Agusman. Menurut Agusman, pertumbuhan investasi terjadi lantaran didorong investasi non-bangunan tumbuh 13,56 persen (yoy), sejalan dengan berlanjutnya akselerasi investasi untuk mendukung proses produksi. Adapun investasi bangunan masih tumbuh 6,16 persen (yoy), didorong proyek infrastruktur pemerintah.
Sementara itu, kuatnya konsumsi swasta terutama didorong oleh meningkatnya belanja terkait penyelenggaraan pilkada. "Kuatnya permintaan domestik juga kemudian mendorong pertumbuhan impor yang cukup tinggi, yakni 12,75 persen yoy, khususnya bersumber dari impor barang modal dan bahan baku. Sementara itu, ekspor tetap tumbuh kuat yakni sebesar 6,17 persen yoy, meskipun melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya," papar Agusman
Berdasarkan lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi triwulan I/2018 ditopang struktur pertumbuhan yang lebih merata dengan kontribusi utama dari lapangan usaha Industri Pengolahan, Perdagangan, Informasi dan Komunikasi, Pertanian, serta Transportasi dan Pergudangan. Pertumbuhan industri pengolahan membaik dari 4,46 persen yoy pada triwulan IV/2017 menjadi 4,50 persen yoy pada kuartal I/2018, didorong permintaan ekspor dan domestik termasuk dalam mengantisipasi permintaan musiman menjelang seasonal Lebaran. Adapun dari sisi spasial, perbaikan kinerja ekonomi terjadi di wilayah Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta Maluku dan Papua.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BI: Pertumbuhan 5,06 Persen di Kuartal I/2018 Tertinggi sejak 2015", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/07/221122426/bi-pertumbuhan-506-persen-di-kuartal-i2018-tertinggi-sejak-2015.
Penulis : Ridwan Aji Pitoko
Editor : Palupi Annisa Auliani
JAKARTA, KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik ( BPS) merilis hasil pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen. Angka ini tumbuh lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi kuartal I 2017 (year on year) sebesar 5,01 persen. "Angka ini sangat menjanjikan karena lebih tinggi dari kuartal I tahun-tahun sebelumnya," kata Kepala BPS Suhariyanto melalui konferensi pers di kantornya, Senin (7/5/2018) siang. Suhariyanto menyebutkan, secara umum pertumbuhan ekonomi pada kuartal I 2018 didukung oleh harga komoditas migas dan nonmigas di pasar internasional yang mengalami peningkatan. Selain itu, kondisi perekonomian global juga turut berkontribusi, meski laju pertumbuhannya masih lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya. Baca juga: Pertumbuhan Ekonomi Asia Tenggara Masih Jadi Tumpuan Selain itu, sepanjang kuartal I 2018 tingkat inflasi masih terjaga di angka 3,40 persen (year on year) dibanding Maret 2017. Juga didapati peningkatan pada realisasi pelaksanaan APBN, di antaranya realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 419,06 triliun atau tumbuh 18,87 persen dari pagu 2018 sebesar Rp 2.220,70 triliun. Jika dibandingkan dengan kuartal I 2017, realisasi belanja pemerintah hanya Rp 400,4 triliun atau 18,75 persen dari pagu 2017 sebesar Rp 2.133,30 triliun. "Kenaikan realisasi belanja pemerintah berasal dari realisasi kenaikan belanja pemerintah pusat, termasuk bantuan sosial," ujar Suhariyanto. Hal lain yang mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi juga dari nilai ekspor kuartal I 2018 sebesar 44,26 miliar dollar AS atau tumbuh 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. "Tapi, nilai impornya lebih tinggi, mencapai 43,98 miliar dollar AS atau naik 20,12 persen dibanding kuartal I 2017. Itulah yang menyebabkan Januari dan Februari defisit neraca perdagangan," ucapnya.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "BPS: Kuartal I 2018, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 5,06 Persen", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/05/07/113925626/bps-kuartal-i-2018-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-506-persen.
Penulis : Andri Donnal Putera
Editor : Erlangga Djumena
🌸
per tgl 05 Mei 2018:
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar finansial domestik masih dikepung sentimen negatif. Investor mengirim sinyal waspada: credit default swap (CDS) Indonesia merangkak naik.
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pasar finansial domestik masih dikepung sentimen negatif. Investor mengirim sinyal waspada: credit default swap (CDS) Indonesia merangkak naik.
Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (3/5), nilai CDS Indonesia tenor 5 tahun naik ke level 109,29. Adapun CDS Indonesia tenor 10 tahun menembus 180,85.
BACA JUGA
Kedua angka CDS itu merupakan yang tertinggi sejak sembilan bulan terakhir. Kenaikan premi risiko tersebut mencerminkan investor kembali mencemaskan prospek pasar finansial Indonesia.
Analis Fixed Income Fund Manager Ashmore Asset Management Indonesia Anil Kumar, mengatakan, salah satu pemantik kecemasan tersebut adalah defisit neraca perdagangan Indonesia dan kenaikan imbal hasil US Treasury. "Jika mau menarik lagi arus modal asing ke Indonesia, imbal hasil obligasi di Indonesia harus naik. Jika tidak naik, mata uang bisa dilemahkan," ujar dia kepada Kontan.co.id, kemarin.
Bank Indonesia masih enggan menaikkan suku bunga acuan, yang saat ini sebesar 4,25%. Tak heran jika rupiah semakin tertekan. Kemarin, rupiah di level 13.954 per dollar AS, menyusut hampir 3% sejak awal tahun ini.
Ekonom Samuel Sekuritas Ahmad Mikail menyebut, tekanan sentimen negatif rupiah cukup besar. "Ada ketakutan rupiah melemah lagi karena harga minyak yang tinggi, sementara harga CPO dan batubara belum terlihat naik," ujar dia. Dus, pasar berasumsi neraca dagang Indonesia bakal kembali defisit di kuartal ketiga dan keempat tahun ini.
Pasar saham domestik juga mengekor kejatuhan rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun 7,82% menjadi 5.858,73. Bahkan, kapitalisasi pasar emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menguap Rp 464,12 triliun menjadi Rp 6.531 triliun.
Di bursa saham Indonesia, dana asing sudah keluar sebesar Rp 34 triliun. Demikian pula di pasar obligasi. Asing cenderung mengurangi kepemilikannya (lihat infografik). Apalagi, Juni nanti The Fed berencana kembali mengerek suku bunga acuan mereka. "Investor asing hanya mengkhawatirkan pergerakan valas dan imbal hasil dalam negeri," terang Anil.
Selain itu, investor asing juga keluar dari pasar sebagai dampak rebalancing portofolio. Hal ini terlihat dari komposisi saham dalam beberapa indeks internasional yang menjadikan bursa saham Indonesia sebagai aset dasar. Salah satunya indeks iShare MSCI Indonesia ETF (EIDO).
Bobot sejumlah saham tampak mengalami perubahan dalam indeks tersebut. Ambil contoh, bobot PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) turun dari 2,32% di akhir tahun 2016 menjadi 1,47% per 27 April lalu. Jason Nasrial, Senior Vice President Royal Investium Sekuritas, menyebut, wajar asing melakukan profit taking pada sejumlah saham, lantaran IHSG sudah naik dalam 10 tahun terakhir.
Kepala Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menyebut pelaku pasar saat ini menanti rilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia. "Tahun kemarin, data pertumbuhan ekonomi dirilis di minggu pertama bulan Mei, tahun ini belum keluar," kata dia.
IHSG berpotensi melemah lebih dalam jika pertumbuhan ekonomi Indonesia tak memuaskan dan pergerakan rupiah menembus Rp 14.000 per dollar AS. "Sejauh ini, titik support terendah IHSG berada di 5.700 hingga akhir Mei," ujar Alfred.
Di saat seperti ini, peran investor lokal bisa menyelamatkan kondisi pasar domestik dari terpaan sentimen global. Soalnya, untuk menutupi defisit neraca perdagangan, Indonesia membutuhkan banyak dana untuk membiayai pengeluaran APBN. "Maka harus ada yang bayar, sebenarnya investor lokal yang seharusnya membeli obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah," kata Anil.
🍸
per tgl 02-03 Mei 2018:
Bisnis.com, JAKARTA-- Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara pada triwulan I 2018 mencapai 3,67 juta kunjungan, naik 14,87% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 3,19 juta.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti memaparkan, jumlah kunjungan wisman pada Maret 2018 naik 28,76% dibandingkan periode sama tahun lalu, yaitu dari 1,06 juta kunjungan menjadi 1,36 juta kunjungan.
"Jumlah kunjungan wisman pada Maret 2018 juga mengalami kenaikan 13.62% dari Februari 2018, cukup signifikan. Ini lebih dipengaruhi kondisi Bali yang mulai recovery," ujarnya saat konferensi pers, Rabu (02/05).
Dia menjelaskan, meletusnya Gunung Agung Bali pada periode Juli-Agustus pada 2017 lalu sempat memukul pariwisata nasional, dan mengakibatkan penurunan jumlah kunjungan wisman dari 1,39 juta kunjungan pada Agustus 2017, berangsur menurun menjadi 1,25 juta pada September dan bahkan menyentuh titik terendahnya pada November dengan jumlah kunjungan 1,06 juta kunjungan.
"Desember 2017 kondisinya mulai recovery dan kembali ke kondisi normal," tambahnya.
Dia menambahkan, mayoritas wisman masih masuk ke Indonesia melalui jalur udara sebesar 62%, diikuti jalur laut, 22% melalui laut, dan 16% melalui darat.
Jumlah kunjungan wisman ke Indonesia yang datang melalui pintu masuk udara pada Maret mengalami kenaikan sebesar 13,05% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu.
Adapun kenaikan kunjungan wisman tersebut terjadi di 10 pintu masuk udara, dengan persentase kenaikan tertinggi terjadi di Bandara Supadio, Kalimantan Barat yang mencapai 168,74%, diikuti Bandara Juanda Jawa Timur 96,35%, dan Bandara Sam Ratulangi Sulawesi Utara 95,7%
Sementara itu, penurunan jumlah kunjungan wisman pada Maret 2018 terjadi di lima pintu masuk udara dengan persentase penurunan paling tinggi di Bandara Sultan Badaeudin II Sumatera Selatan sebesar 30,86% dan penurunan paling rendah terjadi di Bandara Internasional Lombok Nusa Tenggara Barat sebesar 12,61%.
🍃
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Pusat Statistik menyatakan tingkat inflasi April 2018 sebesar 0,10 persen.
Sementara itu, tingkat inflasi secara tahun kalender 0,91 persen dan tingkat inflasi secara tahunan sebesar 3,41 persen.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik Yunita Rusanti mengatakan, tingkat inflasi pada April 2018 lebih rendah jika dibandingkan inflasi Maret 2018 sebesar 0,20 persen. Namun lebih tinggi dibandingkan inflasi April 2017 yakni sebesar 0,09 persen.
“Secara umum perkembangan harga konsumen April 2018 cukup rendah karena masih dipengaruhi panen raya,” ungkap Yunita di kantor BPS, Jakarta, Rabu (2/5/2018).
BPS mencatat, inflasi terjadi karena adanya kenaikan harga yang ditunjukkan oleh naiknya sebagian besar indeks kelompok pengeluaran.
Kelompok makanan jadi menyumbang andil inflasi sebesar 0,05 persen. Kelompok perumahan menyumbang andil inflasi sebesar 0,04 persen, sandang 0,02 persen.
Kelompok kesehatan memberikan andil inflasi 0,01 persen, menyumbang andil 0,03 persen. Kelompok pendidikan tidak memberikan andil terhadap inflasi nasional atau 0,0 persen.
Sementara kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi adalah adalah kelompok bahan makanan, yakni -0,05 persen.
Dari 82 kota yang dipantau BPS, sebanyak 54 kota mengalami inflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Kota Merauke mencapai 1,32 persen dan inflasi terendah ada di Padang dan Kudus sebesar 0,01 persen,
Sisanya, sebanyak 28 kota mengalami deflasi, deflasi tertinggi ada di Kota Tual sebesar 2,26 persen dan deflasi terendah di Kota Medan, BandarLampung dan Tegal sebesar 0,01 persen.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BPS: Inflasi April 0,10 Persen, http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/05/02/bps-inflasi-april-010-persen.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Fajar Anjungroso
🌱
PEKANBARU okezone - Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengklaim jumlah pengangguran Indonesia saat ini mencapai 5,5% merupakan titik terendah sepanjang sejarah reformasi pemerintahan.
"Selama reformasi pemerintahan, ini adalah poin terendah," ucap Hanif Dhakiri disela kunjungannya di Pekanbaru, Selasa (27/2/2018).
BERITA TERKAIT+
Hal tersebut diakuinya berdasarkan data yang telah dihimpun sampai awal 2018 di mana angka pengangguran telah mencapai 5,5%.
Dia menjelaskan bahwa menurunnya angka pengangguran tersebut tak lepas dari peran serta sektor pendidikan yang dinilai mengalami peningkatan pesat. Sektor pendidikan dinilai Hanif Dhakiri saat ini mampu menciptakan tenaga kerja dengan keahlian yang mampu bersaing dengan serbuan tenaga kerja asing.
Kendati demikian, dia mengatakan bahwa bahwa angka tersebut masih belum maksimal mengingat target yang ingin dicapai pemerintah berada di kisaran 5%. Untuk itu, pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak yang berkaitan langsung dengan sektor "pencetak tenaga kerja" tersebut untuk dapat menelurkan tenaga kerja yang berkualitas.
Selain itu, maraknya perkembangan sektor informatika maupun sektor daring juga dikatakannya memilikki andil yang besar dalam mengurangi angka pengangguran tersebut. Salah satunya ialah soal transportasi berbasis daring yang kini marak di berbagai wilayah di Indonesia. Baginya terlepas pro-kontra soal keberadaan transportasi daring tersebut, sektor transportasi daring telah terbukti mampu menyerap banyak tenaga kerja.
"Ini adalah masalah nasional. Tingginya angka pengangguran adalah masalah yang harus diselesaikan bersama," katanya kemudian.
Faktor lainnya yang dinilai cukup berperan penting dalam pengurangan angka pengangguran tersebut adalah meningkatnya sektor usaha kreatif yang dalam hal ini menyangkut Usaha Kecil Menengah (UKM). Baginya usaha kreatif yang terus tumbuh tersebut juga memiliki peran dalam pengurangan angka pengangguran di Indonesia. Ia mencotohkan sebuah usaha konveksi yang mampu mempekerjakan lima sampai 10 orang dalam satu unit produksi.
Hal tersebut juga diakuinya sebagai sebuah alternatif yang cukup ampuh mengingat banyak masyarakat yang masih terfokus untuk mencari pekerjaan, sedangkan untuk beberapa lainnya mampu menciptakan lapangan kerja.
"Itu baru satu usaha. Bagaimana dengan usaha lain?," imbuhnya.
Oleh karena itu pihak pemerintah dikatakannya kemudian terus berupaya untuk mendorong berbagai sektor kreatif tersebut untuk dapat terus berkembang. Sehingga selain mampu menyerap pengangguran, usaha kreatif maupun berbagai usaha lainnya tersebut akan mendatangkan investasi yang juga membantu peningkatan perekonomian di Indonesia.
(dni)
🌸
per tgl 29 April 2018:
JAKARTA sindonews- Kapasitas terpasang pembangkit listrik panas bumi (PLTP) hingga triwulan I tahun 2018 ini mencapai 1.924,5 MW dari target hingga akhir tahun sebesar 2.058,5 MW. Dengan capaian sebesar 1.924,5 MW tersebut menempatkan Indonesia pada posisi kedua di dunia setelah Amerika Serikat dalam memanfaatkan panas bumi sebagai tenaga listrik, menggeser posisi kedua yang sebelumnya ditempati Filipina.
Saat ini Indonesia memiliki cadangan panas bumi sebesar 17.506 MW dan sumber daya sebesar 11.073 MW. Dengan pemanfaatan yang masih sekitar 11,03% dari cadangan yang ada ini menjadi peluang besar bagi para investor untuk mengembangkan panas bumi sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional.
"Hingga triwulan I tahun 2018 atau hingga akhir bulan Maret 2018 sebesar 1.924,5 MW. Dengan capaian ini kita patut bangga karena dengan capaian sebesar itu kita melebihi Filipina yang sebesar 1.870 MW. Artinya itu, kita telah menjadi produsen panas bumi nomor 2 di dunia," ujar Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE), Rida Mulyana di Jakarta, Sabtu (28/4).
Rida menyampaikan penambahan kapasitas terpasang PLTP tahun 2018 berasal dari beroperasinya PLTP Karaha Unit 1 (30 MW) dan PLTP Sarulla Unit 3 (110 MW, COD 2 April 2018: 86 MW). Sementara itu, akan menyusul pada pada semester kedua di tahun ini PLTP Sorik Marapi Modullar Unit 1 (20 MW) (Agustus 2018), PLTP Sorik Marapi Marapi Modullar Unit 2 (30 MW) (Desember 2018), PLTP Lumut Balai Unit 1 (55 MW) (Desember 2018) dan PLTP Sokoria Unit 1 (5 MW) (Desember 2018).
"Potensi panas bumi di Indonesia termasuk yang terbesar di dunia dengan potensi sumber daya sebesar 11.073 MW dan cadangan sebesar 17.506 MW. Indonesia memiliki potensi panas bumi yang melimpah dengan 331 titik potensi yang tersebar dari Sabang sampai Merauke," paparnya.
Setelah menggeser posisi Filipina sebagai produsen listrik panas bumi kedua terbesar di dunia, Pemerintah memproyeksikan Indonesia akan menjadi penghasil listrik dari tenaga panas bumi terbesar di dunia pada 2023 mendatang mengalahkan Amerika dengan kapasitas listrik panas bumi mencapai 3.729,5 MW.
Untuk memasifkan pemanfaatan panas bumi sebagai energi, Pemerintah terus memberikan kemudahan kepada para investor panas bumi melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal. Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan regulasi khusus mengenai panas bumi yaitu Undang-Undang No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2017 tentang Panas Bumi Untuk Pemanfaatan Tidak Langsung serta peraturan-peraturan teknis lainnya.
Dua regulasi tersebut mengubah mindset lama bahwa pengembangan panas bumi bisa dilakukan di kawasan hutan konservasi karena tidak lagi dikategorikan sebagai usaha pertambangan.
(akr)
🍑
Jakarta detik- Baru-baru ini Rizal Ramli kembali menggemparkan publik terkait dengan keinginannya debat terbuka dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Si Raja Kepret itu ingin debat soal utang pemerintah yang sudah tembus Rp 4.000 triliun, bahkan posisi utang per Maret mencapai Rp 4.136,39 triliun.
Menyikapi hal itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun langsung merespons tantangan debat Rizal Ramli. Jawaban Kemenkeu dipaparkan Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti.
Dia mengunggah penjelasan panjang melalui akun Facebook-nya, Jakarta, Sabtu (28/4/2018). Menurut Frans, Sri Mulyani sudah menjelaskan dengan menggunakan data dan fakta tentang utang pada acara wawancara di televisi, kuliah umum, konferensi pers, door stop dan juga pres rilis yang di keluarkan Kementerian Keuangan.
Begitu pula setiap kali ada kritik tentang utang, Kementerian Keuangan selalu memberikan jawaban dengan memberikan data dan fakta.
Berikut jawaban lengkapnya:
Masih perlukah debat terbuka RR dan SMI ?
Beberapa hari terakhir ini muncul berita tentang adanya keinginan dari Pak Rizal Ramli (RR) untuk melakukan debat terbuka dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI). Hal ini berawal berita media online tentang dialog Presiden Jokowi dengan Najwa Shihab dalam acara Mata Najwa.
Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi menanggapi Najwa yang menanyakan tentang kritikan dari masyarakat terkait utang. Presiden Jokowi berkata bahwa kalau Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan ekonom-ekonom yang mengerti masalah makro juga saling beradu argumen didasari dengan angka-angka dengan basis data yang jelas, itu bagus. Beliau juga mempersilakan untuk beradu argumen dengan data dan angka yang jelas: "Silakan, silakan, saling beradu argumen dengan menteri keuangan yang juga memiliki angka-angka."
Berita tersebut langsung dikomentari oleh RR melalui twitter "Wah ini asyik - Tolong diatur debat terbuka RR vs SMI di TV - biar ketahuan siapa yg manipulatif, dan merupakan bagian dari masalah". Seperti biasanya, kalimatnya bernada sedikit menuduh. Netizen dan media onlinepun ramai membahasnya.
Melihat tayangan Mata Najwa tersebut, dapat disaksikan bahwa Presiden Jokowi sangat mempercayai dan sama sekali tidak meragukan kredibilitas dan track record Menkeu SMI. Pesan kunci yang hendak disampaikan beliau adalah bahwa boleh saja melakukan kritik, sepanjang menggunakan data dan informasi yang akurat. Argumentasi harus menggunakan data dan fakta.
Melihat semua ini, Menkeu SMI sudah melakukan apa yang menjadi pembicaraan Presiden tersebut. Sepanjang jabatannya sebagai Menkeu; beliau sudah beberapa kali menjelaskan dengan menggunakan data dan fakta tentang utang pada acara wawancara di televisi, kuliah umum, konferensi pers, door stop dan juga pres rilis yang di keluarkan Kementerian Keuangan.
Begitu pula setiap kali ada kritik tentang utang, Kementerian Keuangan selalu memberikan jawaban dengan memberikan data dan fakta. Hampir semua pengamat ekonomi termasuk Faisal Basri dan lembaga penelitian INDEF sepakat bahwa utang tetap diperlukan untuk menambah kapasitas fiskal pemerintah. Yang penting untuk menjadi perhatian adalah penggunaan utang pemerintah tersebut untuk hal yang bersifat produktif sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di masa yang akan datang.
Hal inipun sudah dijawab dalam data dan angka dalam rilis APBN pemerintah. Contohnya adalah output pembangunan selama 2015-2017 yang sudah dihasilkan dan disalurkan berupa: 6 bandara baru; 9.544 km jalan rekonstruksi, pelebaran dan pembangunan baru; 105 bendungan baru; 818 km'sp rel kereta api, 341,5 ribu unit rusun, rumah khusus, dan rumah swadaya (termasuk peningkatan kualitas). Untuk pembangunan Dana Desa; dalam tahun 2017, telah dibangun 109,3 ribu km jalan desa; 852,2 km jembatan; 303.473 unit sambungan air bersih; 3.715 embung desa; 38.330 posyandu; 16.794 pasar desa; 28.792 PAUD Desa; 264.031 sumur dan MCK; dan 182.919 drainase dan irigasi.
Sedangkan untuk Dana Alokasi Khusus Fisik ke daerah, capaian di 2017 berupa: 241 unit ambulans; 692 puskesmas keliling; 5.463 pembangunan/rehabilitasi sarana kesehatan; 2.790 pembangunan perumahan; 53.922 peningkatan kualitas rumah; 184.483 hektar pembangunan jaringan irigasi; 344.698 hektar rehabilitasi irigasi; 12.334 km peningkatan, pemeliharaan, dan pembangunan jalan; 8.956 m pemeliharaan, penggantian, dan pembangunan jembatan.
Sementara itu, RR masih berkutat dengan angka terkait utang dan tuduhan ugal-ugalan. Hal inipun sudah dijelaskan secara komprehensif sebulan yang lalu. Kini beliau masuk ke ranah personal dengan menyerang kebijakan SMI saat menjadi Menkeu yang pertama kalinya. RR mengatakan bahwa kebijakan SMI menjual giverment bond dengan yield lebih tinggi dari negara Philipina adalah kesalahan besar.
RR mungkin tidak melihat kondisi saat itu. Yield Surat Utang Negara pada tahun 2006 memang sedikit lebih tinggi dibandingkan negara tetangga (Filipina). Hal ini mengingat inflasi Indonesia dan volatilitas nilai tukar Rupiah yang masih cukup tinggi serta mempertimbangkan credit rating Filipina yang satu level lebih baik dari Indonesia saat itu. Dengan demikian cukup wajar jika yield Indonesia masih di atas Filipina dan tidak mungkin untuk menekannya di bawah yield negara tersebut.
Penerbitan obligasi pemerintah saat itu karena kebutuhan untuk menutup APBN dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Melalui kebijakan fiskal pada masa 2006-2010 dibawah kempimpinan SMI, telah berhasil mempertahankan pertumbuhan Indonesia cukup tinggi secara konsisten (rata-rata: 5,8% per tahun).
Indonesia bahkan mampu melewati krisis keuangan global dengan baik di tahun 2008 untuk tumbuh tinggi di tahun berikutnya (6,2% th 2010). Padahal saat krisis 2008, situasi perekonomian dunia mengalami ancaman keterpurukan, resiko default seluruh dunia meningkat sangat tinggi diukur dengan Credit Default Risk (CDR).
Melihat semua ini, rasanya tidak perlu dilakukan debat terbuka. Data dan fakta sudah disajikan sesuai arahan Presiden Jokowi. Baik Presiden maupun Najwa Shihab pun tidak menyebut nama RR untuk melakukan argumentasi data (bukan debat terbuka). Entah mengapa RR sepertinya berkeinginan sekali untuk melakukan debat terbuka dengan SMI. Apakah ada maksud atau obsesi tertentu?
Kalau masih ada yang meragukan tentang kredibilitas SMI dan Kementerian Keuangan, tidak perlu debat, biarkan data yang berbicara.
Kalaupun RR masih ingin debat, rasanya cukup dengan pejabat Kementerian Keuangan. Biarlah energi Menkeu SMi digunakan untuk memikirkan hal yang lebih strategis untuk negara ini, agar dapat mencapai masyarakat yang adil makmur serta bermartabat.
🍝
per tgl 25 April 2018:
Warta Ekonomi.co.id, Surabaya -
Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Impor (GPEI) Jawa Timur Isdarmawan Asrikan mengatakan kenaikan nilai tukar memengaruhi biaya logistik pelabuhan, khususnya biaya penanganan angkutan.
"Sebab saat ini tarif proses di pelabuhan menggunakan tarif dolar meski pembayarannya sudah menggunakan mata uang rupiah," kata Isdarmawan dikonfirmasi di Surabaya, Selasa.
Ia mengatakan, komponen biaya logistik kini masuk harga produk sebesar 25 persen, atau lebih tinggi dibanding sebelumnya.
"Otomatis bila biaya logistik tinggi, harga produk lebih tinggi. Ada kenaikan harga yang akhirnya pilihan kembali ke konsumen, apakah ambil tetap di harga tinggi atau menunggu harga turun," tuturnya.
Ia mengaku akibat kenaikan itu ada pengusaha yang menahan untuk belanja, khususnya bila produk tersebut menggunakan bahan baku impor yang sudah pasti harga akan naik lagi.
"Namun, memang tidak begitu besar karena belanja bahan baku umumnya jangka panjang. Tiga bulan sekali atau enam bulan sekali. Bila saat ini nilai tukar sedang tinggi, bisa ditahan untuk tidak belanja bahan baku impor dulu," katanya.
Ia menjelaskan, imbas lain adanya kenaikan harga produk lokal, ekspor dan produk berbahan baku impor yang diproduksi dari saat nilai tukar tinggi.
Ia berharap fluktuasi nilai tukar ini tidak terjadi secara drastis.
"Baik turun maupun naik. Kami (pengusaha) butuh stabil di kisaran berapa ke berapa untuk memberi kepastian dalam mengambil langkah bisnis," katanya.
Sementara itu, nilai tukar yang hampir Rp14 ribu per dolar menguntungkan pengusaha ekspor dan memberi dampak positif bagi eksportir.
Ketua Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas) Nur Cahyudi mengatakan bagi eksportir produk dengan bahan baku impor bisa dapat untung karena sebelumnya dapat belanja bahan baku dengan harga di bawah dolar yang saat ini.
"Eksportir dengan bahan baku lokal juga sudah pasti untung besar," katanya.
Nur mengaku, pengusaha sebenarnya saat ini masih menunggu kepastian nilai tukar untuk bisa mengambil langkah usaha.
"Kami perlu yang stabil untuk bisa mengambil langkah bisnis. Kalau fluktuasinya drastis akan berat," katanya.
🌸
PADANG okezone - Peresmian operasional kereta api Bandara Internasional Minangkabau (BIM) di Padang, Sumatera Barat, kemungkinan akan dilakukan pada 8 Mei saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Sumbar.
"Presiden akan berkunjung lagi ke Sumbar pada 8 Mei 2018. Kami berharap beliau bisa sekalian meresmikan operasional KA bandara," kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di Padang, Senin.
BERITA TERKAIT+
Dia menjelaskan, peresmian kereta api BIM semula diundur hingga Juni bersamaan dengan peresmian light rail transit Palembang, Sumatera Selatan.
KA bandara yang dinamakan Minangkabau Ekspress sudah melakukan uji coba beberapa kali dan dinyatakan sudah memenuhi unsur keamanan. Operasional menunggu peresmian yang menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan.
Kehadiran KA itu diharapkan menjadi salah satu alternatif transportasi bagi masyarakat terutama yang tidak ingin terkena macet pada waktu-waktu tertentu seperti saat wisuda lulusan Universitas Negeri Padang (UNP) yang selalu menyebabkan lalu lintas terhambat.
Tarif yang relatif terjangkau karena masih disubsidi oleh pemerintah kemungkinan akan menjadikan moda transportasi ini sebagai favorit bagi masyarakat Padang.
Selain meresmikan KA bandara, Presiden Joko Widodo menurut Nasrul Abit juga akan meninjau revitalisasi kawasan saribu rumah gadang di Solok Selatan dan sejumlah proyek padat karya.
Revitalisasi kawasan saribu rumah gadang itu merupakan perintah langsung Presiden saat berkunjung ke Sumbar pada puncak Hari Pers Nasional (HPN) 2017. Demikian juga perbaikan Desa Pariangan yang merupakan salah satu desa terindah di dunia.
Sebelumnya Kepala Dinas Perhubungan Sumbar Amran mengatakan peresmian operasional KA bandara batal diresmikan sesuai rencana pada Sabtu (21/4). Jadwal pasti peresmiannya belum diinformasikan oleh Kementerian Perhubungan, tetapi ada kemungkinan bersamaan dengan operasional Light Rail Transit (LRT) Palembang, Sumatera Selatan, pada Juni 2018.
Namun, jika Presiden jadi berkunjung ke Sumbar, peresmian akan dilakukan orang nomor satu di Indonesia itu.
(rzy)
🍁
per tgl 24 April 2018:ekspektasi sederhana: indeks dolar terhadap 7 mata uang kuat global menunjukkan adanya tren pembalikan arah, walo mase sedikit kekuatannya.
🍊
Merdeka.com - Nilai tukar Rupiah bergerak fluktuatif terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) pada perdagangan kemarin. Rupiah ditutup melemah 82 poin atau 0,59 persen ke level Rp 13.975 per USD dibanding penutupan akhir pekan lalu. Posisi ini tercatat menjadi yang terparah sejak 2016.
BERITA TERKAIT
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, mengatakan melemahnya Rupiah disebabkan kondisi pasar global di mana harga minyak semakin meningkat hingga mencapai USD 70 per barel. Selain itu, Fed Fund Rate juga dinilai mempengaruhi pelemahan Rupiah.
"Ada pembobotan bahwa ada kenaikan sekali lagi fed fund rate, ini sangat mempengaruhi investor. Kalau kita lihat saat ini salah satu indikatornya itu US treasury 10 tahun ini sudah mendekati 3 yaitu 2,9 dan menunjukkan ada flow. Jadi ada flow bahwa sudah banyak melepas untuk yang jangka panjang," kata Darmawan.
Kondisi tersebut, lanjutnya, membuat para investor asing yang ada di Indonesia mulai melepas aset-asetnya. "Ini membuat kalau di Indonesia, investor asing sudah mulai banyak yang jual, dia pegang Rupiah pasti dia beli USD."
Kepala Grup Asesmen Ekonomi BI, Firman Mochtar mengatakan pihaknya akan terus memantau pergerakan nilai tukar agar bisa menciptakan kepastian pasar. "Kurs ini kan harga dari devisa ya, ekspor impor, valuta asing harganya adalah kurs, kalau dia berfluktuasi, dia akan menciptakan ketidakpastian. Orang akan susah melakukan perencanaan. Kita berupaya untuk meminimalisir ketidakpastian ini," kata Firman.
Firman melanjutkan, BI akan tetap menjaga nilai tukar tetap terkendali dengan terus memantau pasar sehingga tidak akan menimbulkan banyak ekspektasi. "Kita selalu ada di pasar, jadi kurs stabil. Jadi tetap menjaga stabilitas ekonomi. Peran cadangan devisa ini sangat penting. Kita manfaatkan ini tetap terjaga," ujarnya. [bim]
🍘
Merdeka.com - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya masih menunggu tindakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemangku kebijakan dalam menangani nilai Rupiah yang terus melemah. Rupiah saat ini hampir menyentuh angka Rp 14.000 per USD.
"Jadi kalau ditanya bagaimana Rupiahnya, ya tergantung kebijakan BI. Jadi, ini menyangkut sekali dari kebijakan moneter BI. Apakah memang kurs di bawah Rp 14.000 ini akan terus dipertahankan dengan catatan misalnya dalam kurun waktu 8 bulan lagi tidak ada kenaikan rupiah," kata dia di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (23/4).
Menurut dia, pengaruh nilai tukar Rupiah yang melemah akan berdampak pada sisi ekspor dan impor. "Meskipun itu salah satu faktor, tapi yang kita mesti lihat adalah ekspor dan impor, negatif atau positif ketersediaan Dolar di pasaran," tuturnya.
Dia juga mengungkapkan, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) berencana akan menaikkan suku bunga kreditnya tahun ini sebanyak tiga sampai empat kali. The Fed telah menaikkan suku bunganya menjadi 1,5 persen hingga 1,75 persen atau 25 basis poin (bsp).
"Kita tidak tahu nantinya seperti apa Fed arahnya. Artinya, paling tidak masih ada dua kali lagi. Jadi, kalau diantisipasi seperti itu, bunga USD pasti akan bergerak naik. USD akan pengaruhi juga currency lain di Euro, Poundsterling, Yen, dan major currency," katanya.
"Biasanya pakemnya, kalau Dolar naik, yang lain akan mengikuti menyesuaikan. Interestnya berapa ya, tergantung justifikasi tiap negara," sambung Jahja.
Sebelumnya, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Rahmatullah, mengatakan Rupiah yang saat ini tengah terpuruk memiliki peluang untuk kembali menguat (rebound) terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Tercatat sejak awal tahun hingga tiga hari lalu, Rupiah telah terdepresiasi hingga 2,23 persen.
"Bisa saja (rebound), namanya juga nilai tukar dan yield itu bergerak sangat fluktuatif artinya bisa naik bisa turun," kata Rahmatullah, di Gedung BI Jakarta.
Dia menjelaskan, rebound bisa terjadi dengan adanya sejumlah sentimen global. Di mana, salah satunya, tidak menutup kemungkinan The Fed akan mengeluarkan pernyataan yang bisa mengurangi gejolak dan kekhawatiran yang saat ini tengah terjadi di pasar global.
Sebagai informasi, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak fluktuatif pada perdagangan Senin (23/4) ini. Rupiah dibuka pada level Rp 13.908 atau melemah dibanding penutupan perdagangan kemarin pada posisi Rp 13.789 per USD.
🌹
per tgl 25 April 2018:
SEMARANG, KOMPAS.com - Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menyoroti inflasi AS yang menurut dia berada pada angka yang pas. Dia pun membandingkannya dengan inflasi yang terjadi di Indonesia. Menurut Tony, inflasi tidak berbeda dengan menyantap hidangan sate, baik sate kambing maupun sate ayam. " Inflasi seperti makan sate, harus ada range yang tetap memberi semangat, tidak terlalu rendah, tapi tidak mematikan," sebut Tony pada diskusi Diseminasi Laporan Perekonomian Indonesia (LPI) 2017 di Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Jawa Tengah di Semarang, Rabu (25/4/2018). Kalau diperhatikan, satu tusuk sate kerap kali terdiri dari daging dan lemak. Lemak tersebut bukan tanpa manfaat, yakni untuk menambah cita rasa dan kepuasan saat menyantapnya.
Apabila tidak ada lemak dalam sate, cita rasa sate cenderung kurang nikmat. Akan tetapi, apabila terlalu banyak lemak dalam sate, maka akan menimbulkan penyakit bagi mereka yang menyantapnya. Oleh sebab itu tutur Tony, takaran lemak dan daging dalam sate harus pas. Jangan terlalu sedikit, jangan terlalu banyak, namun juga jangan sampai tidak ada. Lalu, apa hubungannya dengan inflasi? Tony beranggapan, inflasi tak ubahnya menyantap sate yang berlemak, tidak boleh kebanyakan, tak boleh terlampau sedikit, dan tak boleh pula tidak ada sama sekali. Ia mencontohkan, inflasi AS yang saat ini berada dalam sasaran target 2 persen adalah angka yang pas. Pemerintah dan bank sentral AS tidak ingin inflasi terlampau tinggi ataupun terlampau rendah. "Ketika inflasi 1 persen, Gubernur The Fed (Ben) Bernanke, (Janet) Yellen tidak mau, harus ditingkatkan," ujar Tony. Tony mengatakan, bagi AS apabila inflasi terlalu rendah, gairah belanja di AS akan lemah. Namun demikian, apabila inflasi terlalu tinggi, maka daya beli masyarakat akan rusak.
Adapun dalam kasus inflasi di Indonesia, bank sentral mematok target inflasi sebesar 3,5 plus minus 1 persen pada tahun 2018 ini. Pada tahun 2017 lalu, inflasi Indonesia mencapai 3,61 persen, sejalan dengan sasaran target, yakni 4 plus minus 1 persen. Tony memproyeksikan, inflasi Indonesia pada tahun 2018 akan mencapai 4 persen. Angka tersebut dipandangnya sudah baik bagi Indonesia. "Jangan terlalu mengejar inflasi lebih rendah, tidak baik," tuturnya. Ia mencontoh Jepang yang inflasinya sangat rendah, bahkan mencapai angka minus. Angka tersebut menurut Tony bukan angka yang baik. Tony pun kembali ke topik perihal sate. Layaknya menyantap sate berlemak, inflasi harus dalam kondisi range atau kisaran yang tetap memberikan semangat untuk mengejar target yang sesuai. Ini seperti menyantap sate yang dalam tiap tusuknya ada sebongkah kecil lemak. Tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, namun tetap ada.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul ""Inflasi Itu Ibarat Makan Sate..."", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/04/25/211200126/-inflasi-itu-ibarat-makan-sate--.
Penulis : Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor : Erlangga Djumena
🍓
per tgl 21-22 April 2018:
AKIBAT dari INFLASI (tinggi) (menurut INVESTOPEDIA)
Catatan: # 8 : RISIKO TERBURUK.
1. Erodes Purchasing Power
This first effect of inflation is really just a different way of stating what it is. Inflation is a decrease in the purchasing power of currency due to a rise in prices across the economy. Within living memory, the average price of a cup of coffee was a dime. Today the price is closer to two dollars.
Such a price change could conceivably have resulted from a surge in the popularity of coffee, or price pooling by a cartel of coffee producers, or years of devastating drought/flooding/conflict in a key coffee-growing region. In those scenarios, the price of coffee would rise, but the rest of the economy would carry on largely unaffected. That example would not qualify as inflation, since the only the most caffeine-addled consumers would experience significant depreciation in their overall purchasing power.
Inflation requires prices to rise across a "basket" of goods and services, such as the one that comprises the most common measure of price changes, the consumer price index (CPI). When the prices of goods that are non-discretionary and impossible to substitute – food and fuel – rise, they can affect inflation all by themselves. For this reason, economists often strip out food and fuel to look at "core" inflation, a less volatile measure of price changes.
6. Reduces Unemployment
There is some evidence that inflation can push down unemployment. Wages tend to be sticky, meaning that they change slowly in response to economic shifts. John Maynard Keynes theorized that the Great Depression resulted in part from wages' downward stickiness: unemployment surged because workers resisted pay cuts and were fired instead (the ultimate pay cut). The same phenomenon may also work in reverse: wages' upward stickiness means that once inflation hits a certain rate, employers' real payroll costs fall, and they're able to hire more workers. (See also, Giants of Finance: John Maynard Keynes.)
That hypothesis appears to explain the inverse correlation between unemployment and inflation — a relationship known as the Phillips curve – but a more common explanation puts the onus on unemployment. As unemployment falls, the theory goes, employers are forced to pay more for workers with the skills they need. As wages rise, so does consumers' spending power, leading the economy to heat up and spur inflation; this model is known as cost-push inflation. (See also, How Inflation and Unemployment Are Related.)
2. Encourages Spending and Investing
A predictable response to declining purchasing power is to buy now, rather than later. Cash will only lose value, so it is better to get your shopping out of the way and stock up on things that probably won't lose value.
For consumers, that means filling up gas tanks, stuffing the freezer, buying shoes in the next size up for the kids, and so on. For businesses, it means making capital investments that, under different circumstances, might be put off until later. Many investors buy gold and other precious metals when inflation takes hold, but these assets' volatility can cancel out the benefits of their insulation from price rises, especially in the short term.
Over the long term, equities have been among the best hedges against inflation. At close on Dec. 12, 1980, a share of Apple Inc. (AAPL
AAPL
Apple Inc
165.72
-4.10%
) cost $29 in current (not inflation-adjusted) dollars. According to Yahoo Finance, that share would be worth $7,035.01 at close on Feb. 13, 2018, after adjusting for dividends and stock splits. The Bureau of Labor Statistics' (BLS) CPI calculator gives that figure as $2,449.38 in 1980 dollars, implying a real (inflation-adjusted) gain of 8,346%.
Say you had buried that $29 in the backyard instead. The nominal value wouldn't have changed when you dug it up, but the purchasing power would have fallen to $10.10 in 1980 terms; that's about a 65% depreciation. Of course not every stock would have performed as well as Apple: you would have been better off burying your cash in 1980 than buying and holding a share of Houston Natural Gas, which would merge to become Enron.
7. Increases Growth
Unless there is an attentive central bank on hand to push up interest rates, inflation discourages saving, since the purchasing power of deposits erodes over time. That prospect gives consumers and businesses an incentive to spend or invest. At least in the short term, the boost to spending and investment leads to economic growth. By the same token, inflation's negative correlation with unemployment implies a tendency to put more people to work, spurring growth.
This effect is most conspicuous in its absence. In 2016, central banks across the developed world found themselves vexingly unable to coax inflation or growth up to healthy levels. Cutting interest rates to zero and below did not seem to be working; neither did buying trillions of dollars' worth of bonds in a money-creation exercise known as quantitative easing. This conundrum recalled Keynes's liquidity trap, in which central banks' ability to spur growth by increasing the money supply (liquidity) is rendered ineffective by cash hoarding, itself the result of economic actors' risk aversion in the wake of a financial crisis. Liquidity traps cause disinflation, if not deflation. (See also, Why Didn't Quantitative Easing Lead to Hyperinflation?)
In this environment, moderate inflation was seen as a desirable growth-driver, and markets welcomed the increase in inflation expectations due to Donald Trump's election. In February 2018, however, markets sold off steeply due to worries that inflation would lead to a rapid increase in interest rates. (See also, The Recovery Eats Its Children.)
3. Causes More Inflation
Unfortunately, the urge to spend and invest in the face of inflation tends to boost inflation in turn, creating a potentially catastrophic feedback loop. As people and businesses spend more quickly in an effort to reduce the time they hold their depreciating currency, the economy finds itself awash in cash no one particularly wants. In other words, the supply of money outstrips the demand, and the price of money – the purchasing power of currency – falls at an ever-faster rate.
When things get really bad, a sensible tendency to keep business and household supplies stocked rather than sitting on cash devolves into hoarding, leading to empty grocery store shelves. People become desperate to offload currency, so that every payday turns into a frenzy of spending on just about anything so long as it's not ever-more-worthless money.
The result is hyperinflation, which has seen Germans papering their walls with the Weimar Republic's worthless marks (1920s), Peruvian cafes raising their prices multiple times a day (1980s), Zimbabwean consumers hauling around wheelbarrow-loads of million- and billion-Zim dollar notes (2000s) and Venezuelan thieves refusing even to steal bolívares (2010s).
8. Reduces Employment and Growth
Wishful talk about inflation's benefits is likely to sound strange to those who remember the economic woes of the 1970s. In today's context of low growth, high unemployment (in Europe) and menacing deflation, there are reasons think a healthy rise in prices – 2% or even 3% per year – would do more good than harm. On the other hand, when growth is slow, unemployment is high and inflation is in the double digits, you have what a British Tory MP in 1965 dubbed "stagflation."
Economists have struggled to explain stagflation. Early on, Keynesians did not accept that it could happen, since it appeared to defy the inverse correlation between unemployment and inflation described by the Phillips curve. After reconciling themselves to the reality of the situation, they attributed the most acute phase to the supply shock caused by the 1973 oil embargo: as transportation costs spiked, the theory went, the economy ground to a halt. In other words, it was a case of cost-push inflation. Evidence for this idea can be found in five consecutive quarters of productivity decline, ending with a healthy expansion in the fourth quarter of 1974. But the 3.8% drop in productivity in the third quarter of 1973 occurred before Arab members of OPEC shut off the taps in October of that year.
The kink in the timeline points to another, earlier contributor to the 1970s' malaise, the so-called Nixon shock. Following other countries' departures, the U.S. pulled out of the Bretton Woods Agreement in August 1971, ending the dollar's convertibility to gold. The greenback plunged against other currencies: for example, a dollar bought 3.48 Deutsche marks in July 1971, but just 1.75 in July 1980. Inflation is a typical result of depreciating currencies.
And yet even dollar devaluation does not fully explain stagflation, since inflation began to take off in the mid-to-late 1960s (unemployment lagged by a few years). As monetarists see it, the Fed was ultimately to blame. M2 money stock rose by 97.7% in the decade to 1970, nearly twice as fast as gross domestic product (GDP), leading to what economists commonly describe as "too much money chasing too few goods," or demand-pull inflation.
Supply-side economists, who emerged in the 1970s as a foil to Keynesian hegemony, won the argument at the polls when Reagan swept the popular vote and electoral college. They blamed high taxes, burdensome regulation and a generous welfare state for the malaise; their policies, combined with aggressive, monetarist-inspired tightening by the Fed, put an end to stagflation. (See also, Understanding Supply-side Economics.)
4. Raises the Cost of Borrowing
As these examples of hyperinflation show, states have a powerful incentive to keep price rises in check. For the past century in the U.S. the approach has been to manage inflation using monetary policy. To do so, the Federal Reserve (the U.S. central bank) relies on the relationship between inflation and interest rates. If interest rates are low, companies and individuals can borrow cheaply to start a business, earn a degree, hire new workers, or buy a shiny new boat. In other words, low rates encourage spending and investing, which generally stoke inflation in turn. (See also, What is the relationship between inflation and interest rates?)
By raising interest rates, central banks can put a damper on these rampaging animal spirits. Suddenly the monthly payments on that boat, or that corporate bond issue, seem a bit high. Better to put some money in the bank, where it can earn interest. When there is not so much cash sloshing around, money becomes more scarce. That scarcity increases its value, although as a rule, central banks don't want money literally to become more valuable: they fear outright deflation nearly as much as they do hyperinflation (see section 7). Rather, they tug on interest rates in either direction in order to maintain inflation close to a target rate (generally 2% in developed economies and 3% to 4% in emerging ones).
Another way of looking at central banks' role in controlling inflation is through the money supply. If the amount of money is growing faster than the economy, money will be worth less and inflation will ensue. That's what happened when Weimar Germany fired up the printing presses to pay its World War I reparations, and when Aztec and Inca bullion flooded Habsburg Spain in the 16th century. When central banks want to raise rates, they generally cannot do so by simple fiat; rather they sell government securities and remove the proceeds from the money supply. As the money supply decreases, so does the rate of inflation. (See also, How Central Banks Control the Supply of Money.)
9. Weakens (or Strengthens) the Currency
High inflation is usually associated with a slumping exchange rate, though this is generally a case of the weaker currency leading to inflation, not the other way around. Economies that import significant amounts of goods and services – which, for now, is just about every economy – must pay more for these imports in local-currency terms when their currencies fall against those of their trading partners. Say that Country X's currency falls 10% against Country Y's. The latter doesn't have to raise the price of the products it exports to Country X for them to cost Country X 10% more; the weaker exchange rate alone has that effect. Multiply cost increases across enough trading partners selling enough products, and the result is economy-wide inflation in Country X.
But once again, inflation can do one thing, or its polar opposite, depending on the context. When you strip away most of the global economy's moving parts it seems perfectly reasonable that rising prices lead to a weaker currency. In the wake of Trump's election victory, however, rising inflation expectations drove the dollar higher for several months. The reason is that interest rates around the globe were dismally low – almost certainly the lowest they've been in human history – making markets likely to jump on any opportunity to earn a bit of money for lending, rather than paying for the privilege (as the holders of $11.7 trillion in sovereign bonds were doing in June 2016, according to Fitch). (See also, How Negative Interest Rates Work.)
Because the U.S. has a central bank (see section 4), rising inflation generally translates into higher interest rates. The Fed has raised the federal funds rate five times following the election, from 0.5%-0.75% to 1.5%-1.75%.
5. Lowers the Cost of Borrowing
When there is no central bank, or when central bankers are beholden to elected politicians, inflation will generally lower borrowing costs.
Say you borrow $1,000 at a 5% annual rate of interest. If inflation is 10%, the real value of your debt is decreasing faster than the combined interest and principle you're paying off. When levels of household debt are high, politicians find it electorally profitable to print money, stoking inflation and whisking away voters' obligations. If the government itself is heavily indebted, politicians have an even more obvious incentive to print money and use it to pay down debt. If inflation is the result, so be it (once again, Weimar Germany is the most infamous example of this phenomenon).
Politicians' occasionally detrimental fondness for inflation has convinced several countries that fiscal and monetary policymaking should be carried out by independent central banks. While the Fed has a statutory mandate to seek maximum employment and steady prices, it does not need a congressional or presidential go-ahead to make its rate-setting decisions. That does not mean the Fed has always had a totally free hand in policy-making, however. Former Minneapolis Fed president Narayana Kocherlakota wrote in 2016 that the Fed's independence is "a post-1979 development that rests largely on the restraint of the president." (See also, Breaking Down the Federal Reserve's Dual Mandate.)
Read more: 9 Common Effects of Inflation | Investopedia https://www.investopedia.com/articles/insights/122016/9-common-effects-inflation.asp#ixzz5DMZpPsWW
Follow us: Investopedia on Facebook
🌹
per tgl 23 April 2018:
Laporan Reporter Kontan, RR Putri Werdiningsih
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Valuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) tertekan di pengujung pekan lalu.
Di tengah minimnya katalis dari dalam negeri, mata uang Garuda banyak mendapatkan sentimen negatif dari perbaikan ekonomi di negeri Paman Sam. Bahkan rupiah jatuh ke level terendah baru sejak Januari 2016.
Mengacu kurs tengah Bank Indonesia (BI), pada penutupan perdagangan Jumat (20/4/2018) rupiah ditutup terkoreksi 0,19% dibandingkan hari sebelumnya ke level Rp 13.804 per dollar AS.
Sedangkan mengacu pasar spot, pada saat yang sama mata uang Garuda melemah lebih dalam hingga 0,78% dibandingkan hari sebelumnya ke level Rp 13.893 per dollar AS.
Pelemahan di pasar spot terus berlanjut hingga sesi perdagangan AS.
Meski seperti dikutip dari RTI rupiah ditutup melemah 0,43% ke level Rp 13.863 per dollar AS, tetapi menjelang rampungnya perdagangan di negeri Paman Sam pergerakannya sempat menyentuh level Rp 13.946 per dollar AS.
Baca: Jadi Rebutan Selfie dan Tanda Tangan Pengunjung, Monster El Toro Loco Bintang Pameran IIMS 2018
“Penyebabnya sentimen dari global khususnya AS,” ujar Andry Asmoro, PT Bank Mandiri Tbk kepada Kontan.co.id, Minggu (22/4/2018).
Ia lebih melihat kejatuhan rupiah terjadi karena ekspektasi kenaikan suku bunga acuan The Fed yang lebih cepat dari perkiraan.
Hal itu mendorong cukup banyak dana asing yang keluar dan kembali ke negeri Paman Sam.
Secara fundamental menurutnya kondisi ekonomi Indonesia cukup stabil. Pertumbuhan ekonomi, inflasi dan rasio utang sejauh ini masih cukup terjaga.
Kata Andry saat ini satu-satunya yang perlu diwaspadai hanya defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD). Secara umum defisit transaksi berjalan kemungkinan akan naik di tahun ini.
Sementara itu David Sumual, Ekonom PT Bank Central Asia Tbk lebih menyoroti kejatuhan rupiah disebabkan karena naiknya imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun yang hampir menyentuh level 3%.
"Ditambah lagi data-data terakhir cukup baik seperti data klaim pengangguran dan data non farm payrolls," urainya kepada Kontan.co.id, Minggu (22/4/2018).
Perbaikan data ekonomi tersebut berhasil membawa indeks dollar AS kembali menguat. Menjelang penutupan perdagangan Jumat (20/4/2018) ia sempat menyentuh level 90,404. Hanya saja akhirnya indeks ditutup sedikit melemah di level 90,316.
Namun ia melihat kejatuhan rupiah ini tidak semata-mata terjadi karena alasan fundamental ekonomi Indonesia.
Menurutnya tekanan eksternal ini juga terjadi pada hampir semua mata uang negara berkembang. Bahkan Thailand dan Malaysia saja yang neraca perdagangannya surplus turut tumbang.
Seperti dikutip dari Bloomberg, pada Jumat ringgit Malaysia ditutup melemah 0,17% ke level 3,8977 per dollar AS, sedangkan bath Thailand ditutup melemah 0,35% ke level 31,345 per dollar AS.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Lukman Leong Analis PT Valbury Asia Futures.
Menurutnya semua mata uang juga tertunduk di hadapan dollar AS. Ia malah melihat tidak ada sentimen negatif yang menekan rupiah.
Menurutnya mata uang Garuda masih mendapatkan sedikit sokongan dari kenaikan peringkat utang oleh Moody’s.
Baginya, kondisi fundamental ekonomi tidak hanya tercermin dari mata uangnya saja, tetapi lebih ditentukan oleh tujuan ekonomi suatu negara.
Penurunan suku bunga acuan bisa dilakukan untuk mengakomodir pertumbuhan ekonomi. Walaupun ini berimbas pada pelemahan mata uang tetapi ini bisa berdampak pada ekspor.
“Perlemahan belakangan ini masih dalam range yang wajar,” cetusnya.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Waspada! Rupiah Sentuh Level Terlemah Sejak Januari 2016, http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/04/23/waspada-rupiah-sentuh-level-terlemah-sejak-januari-2016.
Editor: Choirul Arifin
Lombok infobank – Bank Indonesia (BI) diperkirakan bakal menaikan suku bunga acuan BI 7-day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) pada akhir tahun ini, setelah Bank Sentral melonggarkan kebijakan moneternya sebanyak 200 basis points (bps) hingga Februari 2018.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Head of Economic and Market Research UOB, Enrico Tanuwidjaja, dalam diskusi yang bertema “Kondisi Perekonomian Terkini dan Respon Kebijakan BI” di Lombok, Sabtu, 21 April 2018. Menurutnya, tekanan global memicu kebijakan moneter BI diperketat.
“Ruang gerak untuk menurunkan BI 7-day Repo Rate sudah nol. Justru BI 7-day Repo Rate kemungkinan dinaikkan 25 bps di akhir Desember tahun ini,” ujarnya.
Lebih lanjut dirinya menambahkan, rencana kenaikan Bank Sentral (The Fed) yang diperkirakan BI akan naik sebanyak dua kali lagi di tahun ini, juga menjadi alasan kuat BI untuk mengetatkan kebijakan moneternya sebesar 25 bps menjadi 4,50 persen. Risiko inflasi di dalam negeri juga bakal menjadi perhatian BI.
Dirinya mengungkapkan, bahwa risiko inflasi sampai dengan akhir tahun diprediksi bakal meningkat baik dari dalam maupun luar negeri. Dari luar negeri ada ancaman kenaikan harga minyak mentah dunia, sementara kenaikan konsumsi di dalam negeri juga akan berdampak pada meningkatnya level inflasi.
Meski begitu, menurut Enrico, level inflasi saat ini masih sejalan dengan harapan BI yang dipatok sebesar 3,5 plus minus satu persen sehingga suku bunga acuan masih bisa ditahan di April 2017. Namun jika inflasi meningkat di luar batas, maka BI akan mempertimbangkan untuk menaikan suku bunga acuan.
“Kami cukup inline ya karena inflasi masih dalam batas official target. Kita lihat, hubungan antara rupiah dan BI policy rate cukup konsisten. Tapi kita lihat ruang gerak untuk menurunkan sudah hampir nol. Nah, bagaimana ruang gerak untuk menaikan melawan keep it unchanged (inflasi tidak meningkat),” tegasnya.
Sejauh ini dirinya menilai kebijakan suku bunga BI juga masih mampu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hanya saja dengan berbagai risiko, termasuk kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang lebih agresif, akan dipertimbangkan untuk bank sentral mengetatkan kebijakan moneternya.
“Ini very supportive dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kestabilan finansial dalam 6-7 bulan ke depan. Tapi ada ancaman inflasi, harga minyak terus naik permintaan domestik juga akan meningkat. Kemungkinan ada ruang gerak suku bunga ini (naik) di Desember,” tutupnya. (*)
🌰
Batam infobank – Bank Indonesia (BI) menilai, percepatan pengembangan industri berorientasi ekspor diyakini menjadi salah satu strategi penting untuk mendukung surplus neraca transaksi berjalan (current account), yang pada akhirnya akan memperkuat stabilitas makroekonomi dan struktur perekonomian.
Demikian pernyataan tersebut seperti disampaikan oleh Gubernur BI Agus DW Martowardojo, di Batam, Jumat, 13 April 2018. Menurutnya, kondisi ini merupakan prasyarat untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif.
Oleh sebab itu, kata Agus, Bank Sentral besama dengan pemerintah pusat dan pemerintah daerah akan terus melakukan koordinasi dan melakukan berbagai usaha untuk mendorong pengembangan industri berorientasi ekspor melalui perluasan akses pasar dan optimalisasi kawasan industri.
“Sinergi yang semakin baik diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang tepat sasarann” ujarnya.
Stabilitas makroekonomi yang terjaga disertai struktur perekonomian yang kuat merupakan prasyarat untuk membawa pertumbuhan ekonomi Indonesia yang lebih kuat, berkelanjutan, berimbang, dan inklusif. Upaya untuk mencapai tujuan ini perlu didukung oleh perbaikan neraca transaksi berjalan yang masih defisit.
Salah satu strategi penting yang perlu ditempuh adalah melalui percepatan pengembangan industri berorientasi ekspor, baik padat karya maupun berteknologi tinggi (technology intensive), termasuk industri hilir. Perluasan akses pasar komoditas manufaktur serta penyediaan kawasan industri diyakini dapat mendorong berkembangnya industri nasional. (*)
🍟
Jakarta – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Indonesia pada Maret 2018 mencapai US$15,58 miliar atau mengalami peningkatan sebesar 10,24 persen bila dibandingkan dengan ekspor Februari 2018. Demikian juga dibandingkan Maret 2017 yang tercatat meningkat 6,14 persen.
Kendati nilai ekspor Indonesia meningkat 10,24 persen di Maret 2018, namun tak dibarengi oleh penurunan nilai impor Indonesia. Per Maret 2018 impor Indonesia mencapai US$14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding Februari 2018, demikian pula jika dibandingkan Maret 2017 meningkat 9,07 persen.
Kepala BPS Suhariyanto merincikan, meningkatnya nilai impor Indonesia didorong oleh naiknya impor nonmigas sebesar 2,3 persen menjadi US$12,23 miliar per Maret 2018 dibanding Februari 2018. Sementara jika dibandingkan dengan bulan Maret 2017 tercatat mengalami peningkatan 11,08 persen.
Peningkatan impor nonmigas terbesar di bulan Maret 2018 dibanding Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik yang seesar US$286,9 juta (14,84 persen), sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar US$153,1 juta (9,19 persen).
Negara pemasok barang impor nonmigas terbesar peridoe Januari-Maret 2018 ditempati oleh
Tiongkok dengan nilai US$10,16 miliar (27,30 persen),
Jepang US$4,33 miliar (11,64 persen), dan
Thailand US$2,57 miliar (6,89 persen). Impor nonmigas dari
ASEAN 20,84 persen, sementara dari
Uni Eropa 9,41 persen.
Nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari–Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08 persen, 18,35 persen, dan 27,72 persen
“Untuk impor migas Maret 2018 juga naik menjadi US$2,26 miliar atau naik 1,24 persen dibanding Februari 2018, namun turun 0,64 persen dibanding Maret 2017,” ujarnya di Jakarta, Senin, 16 April 2018.
Sedangkan peningkatan nilai ekspor Indonesia di Maret 2018, ditopang oleh ekspor nonmigas Maret 2018 yang tercatat mencapai US$14,24 miliar, atau mengalami kenaikan mencapai 11,77 persen dibanding Februari 2018. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas Maret 2017 naik 8,16 persen.
Secara kumulatf, kata dia, nilai ekspor Indonesia periode Januari-Maret 2018 tercatat mencapai US$44,27 miliar atau meningkat 8,78 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai US$40,21 miliar atau meningkat 9,53 persen.
Peningkatan terbesar ekspor nonmigas Maret 2018 terhadap Februari 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$358,9 juta (18,58 persen), sementara penurunan terbesar terjadi pada timah sebesar US$92,5 juta (45,25 persen).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari-Maret 2018 naik 4,60 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 41,48 persen, sementara ekspor hasil pertanian turun 9,32 persen.
Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu US$2,36 miliar, disusul Amerika Serikat US$1,59 miliar dan Jepang US$1,43 miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 37,78 persen. Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar US$1,53 miliar. (*)
🍻
per tgl 19 April 2018:Bisnis.com, JAKARTA -- Target pertumbuhan ekonomi sebesar 7% diestimasi dapat tercapai dalam 5 tahun ke depan, dengan catatan seluruh proyek infrastruktur yang saat ini tengah dikerjakan pemerintah selesai tepat waktu.
Seperti diketahui, total nilai investasi pembangunan pembangkit listrik, jalan tol, pelabuhan dan proyek infrastruktur lainnya dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) mencapai US$342 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak US$100 miliar tengah dalam pembangunan fisik dan beberapa sudah selesai dibangun pada Desember 2017.
Berdasarkan hasil studi perusahaan konsultan strategis bidang infrastruktur Tusk Advisory, penyelesaian proyek senilai US$100 miliar tersebut pada 2019 dan 2020 diperkirakan dapat mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi hingga 7,2% pada 2023.
Direktur Tusk Advisory Raj Kannan mengatakan bahwa terselesaikannya proyek infrastruktur prioritas tersebut akan mendorong program industri 4.0 yang baru diluncurkan Presiden Joko Widodo.
"Selain meningkatkan pertumbuhan PDB, juga menurunkan tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi," ujarnya di Jakarta, Rabu (18/4/2018).
Dalam studi tersebut, tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi dapat berkurang menjadi 8%, dari posisi saat ini yang sebesar 10,9%, pada 2030. Perhitungan tersebut juga dengan catatan proyek PSN dapat terealisasi lagi minimal setengahnya menjadi US$212,91 miliar pada 2030.
Bila penyelesaian proyek terealisasi, pertumbuhan ekonomi diprediksi bakal mencapai 9,3% pada 2030.
Kendati demikian, studi Tusk menilai pemerintah harus mempertimbangkan strategi pendanaan alternatif bagi BUMN dan memaksimalkan peran swasta untuk mengatasi keterbatasan dana yang dihadapi untuk membangun proyek yang tersisa. Bentuk pembiayaan inovatif selain yang saat ini sudah dilakukan, seperti penerbitan instrumen sekuritisasi sampai Komodo bonds didorong untuk terus dikembangkan.
Saat ini, pemerintah tengah memfinalisasi payung hukum skema hak pengelolaan terbatas (limited concession scheme) yang dinilai dapat menjadi salah satu suntikan modal untuk terus melanjutkan pembangunan PSN sampai selesai, sesuai waktu yang ditargetkan.
🌹
per tgl 18 April 2018:
Liputan6.com, Jakarta - Jumlah trafik penumpang di 13 bandara yang dikelola PT Angkasa Pura I (Persero) terus meningkat seiring dengan pengembangan yang terus dilakukan oleh perusahaan. Pada kuartal I 2018, terjadi peningkatan trafik penumpang sebesar 10 persen dibanding periode yang sama pada 2017.
"Angkasa Pura I terus melakukan pengembangan bandara untuk memicu dan mengantisipasi potensi pertumbuhan penumpang tiap tahunnya. Pengembangan dilakukan juga untuk menjaga standar layanan kepada pengguna jasa bandara,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi dalam keterangan tertulis, Rabu (18/4/2018).
Pada kuartal I 2018 ini, trafik penumpang di 13 bandara Angkasa Pura I dicatat mencapai 22,38 juta orang. Pertumbuhan itu naik sebesar 10 persen dibanding periode yang sama pada 2017 yang mencapai 20,35 juta orang.
Trafik penumpang tertinggi terjadi di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali dengan jumlah penumpang sebanyak 5,16 juta orang atau berkontribusi sekitar 23 persen dari total trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I. Jumlah ini tumbuh 6,95 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,83 juta orang.
Trafik tertinggi kedua pada kuartal ini terjadi di Bandara Juanda Surabaya dengan total trafik sebesar 4,98 juta orang atau sekitar 22 persen dari total trafik bandara Angkasa Pura I. Jumlah ini tumbuh 8,23 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar 4,6 juta orang.
Pertumbuhan trafik penumpang tertinggi terjadi di Bandara Ahmad Yani Semarang dengan pertumbuhan sebesar 18,79 persen yaitu menjadi 1,19 juta orang dari 1 juta orang pada kuartal I tahun lalu. Pertumbuhan tertinggi kedua terjadi di Bandara Frans Kaisisepo Biak yaitu sebesar 17,96 persen menjadi 116.925 penumpang dari 99.119 penumpang pada triwulan I 2017 lalu.
Sementara itu, Bandara Adisutjipto Yogyakarta mengalami pertumbuhan penumpang tertinggi ketiga dengan pertumbuhan 17,5 persen pada kuartal I 2018 ini menjadi 1,98 juta orang dari 1,69 juta orang pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Melihat tren pertumbuhan ini dan kondisi lack of capacity terutama di bandara-bandara dengan pertumbuhan tinggi seperti Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Bandara Ahmad Yani Semarang dan lainnya; Angkasa Pura I tengah melakukan pengembangan bahkan pembangunan bandara baru.
Misalnya terminal baru Bandara Ahmad Yani Semarang yang direncanakan dapat dioperasikan pada Juni 2018 mendatang sehingga dapat melayani arus mudik Lebaran 2018.
Sebagai informasi, kapasitas ideal Bandara Ahmad Yani Semarang hanya dapat menampung 800 ribu penumpang tiap tahunnya. Sedangkan pada 2017, trafik penumpang Bandara Ahmad Yani Semarang sudah mencapai 4,4 juta orang. “Oleh karena itu Angkasa Pura I membangun terminal baru di utararunway dengan konsep eco-green airport,” kata Faik Fahmi.
Selain itu, bandara yang tengah dibangun saat ini untuk memfasilitasi pertumbuhan penumpang yaitu Bandara Internasional Baru Yogyakarta di Kulonprogo di mana sebagian besar penerbangan menuju Yogyakarta akan dipindahkan ke bandara tersebut dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta.
Kapasitas ideal Bandara Adisutjipto saat ini yaitu dapat menampung 1,7 juta penumpang setahun. Namun pada 2017 lalu, trafik penumpang bandara ini sudah mencapai 7,8 juta orang.
Dana Investasi
Angkasa Pura I Maksimalkan Perbaikan Apron Bandara Ngurah Rai
Memanfaatkan status penutupan operasional bandara akibat erupsi Gunung Agung, Angkasa Pura 1 lakukan perbaikain apron bandara.
Pada 2018, Angkasa Pura I menganggarkan dana investasi pengembangan dan pemeliharaan bandara sebesar Rp 18,8 triliun. Dari dana itu, sekitar Rp 14,8 triliun digunakan untuk pengembangan bandara dan Rp 4 triliun digunakan untuk operasional rutin.
Faik menjelaskan, untuk mendukung dan mendorong pertumbuhan trafik, Angkasa Pura I mengembangkan hampir di seluruh bandara yang dikelola.
Beberapa di antaranya yaitu Proyek Pembangunan Bandara Internasional Baru Yogyakarta di Kulonprogo, Proyek Pengembangan Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin, dan Proyek Pengembangan Bandara Ahmad Yani Semarang di mana ketiga bandara ini termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
"Dana investasi untuk ketiga proyek bandara ini pada 2018 yaitu sebesar Rp 5,2 triliun,” kata Faik Fahmi.
Selain tiga bandara, bandara lainnya yang dikembangkan pada 2018 ini yaitu Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Lombok Praya, Stasiun Kereta Api Bandara Adi Soemarmo Solo, Bandara Sam Ratulangi Manado, dan Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. (Yas)
"Angkasa Pura I terus melakukan pengembangan bandara untuk memicu dan mengantisipasi potensi pertumbuhan penumpang tiap tahunnya. Pengembangan dilakukan juga untuk menjaga standar layanan kepada pengguna jasa bandara,” kata Direktur Utama PT Angkasa Pura I (Persero) Faik Fahmi dalam keterangan tertulis, Rabu (18/4/2018).
Pada kuartal I 2018 ini, trafik penumpang di 13 bandara Angkasa Pura I dicatat mencapai 22,38 juta orang. Pertumbuhan itu naik sebesar 10 persen dibanding periode yang sama pada 2017 yang mencapai 20,35 juta orang.
Trafik penumpang tertinggi terjadi di Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali dengan jumlah penumpang sebanyak 5,16 juta orang atau berkontribusi sekitar 23 persen dari total trafik penumpang di bandara Angkasa Pura I. Jumlah ini tumbuh 6,95 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,83 juta orang.
Trafik tertinggi kedua pada kuartal ini terjadi di Bandara Juanda Surabaya dengan total trafik sebesar 4,98 juta orang atau sekitar 22 persen dari total trafik bandara Angkasa Pura I. Jumlah ini tumbuh 8,23 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu yang sebesar 4,6 juta orang.
Pertumbuhan trafik penumpang tertinggi terjadi di Bandara Ahmad Yani Semarang dengan pertumbuhan sebesar 18,79 persen yaitu menjadi 1,19 juta orang dari 1 juta orang pada kuartal I tahun lalu. Pertumbuhan tertinggi kedua terjadi di Bandara Frans Kaisisepo Biak yaitu sebesar 17,96 persen menjadi 116.925 penumpang dari 99.119 penumpang pada triwulan I 2017 lalu.
Sementara itu, Bandara Adisutjipto Yogyakarta mengalami pertumbuhan penumpang tertinggi ketiga dengan pertumbuhan 17,5 persen pada kuartal I 2018 ini menjadi 1,98 juta orang dari 1,69 juta orang pada periode yang sama tahun sebelumnya.
Melihat tren pertumbuhan ini dan kondisi lack of capacity terutama di bandara-bandara dengan pertumbuhan tinggi seperti Bandara Adisutjipto Yogyakarta, Bandara Ahmad Yani Semarang dan lainnya; Angkasa Pura I tengah melakukan pengembangan bahkan pembangunan bandara baru.
Misalnya terminal baru Bandara Ahmad Yani Semarang yang direncanakan dapat dioperasikan pada Juni 2018 mendatang sehingga dapat melayani arus mudik Lebaran 2018.
Sebagai informasi, kapasitas ideal Bandara Ahmad Yani Semarang hanya dapat menampung 800 ribu penumpang tiap tahunnya. Sedangkan pada 2017, trafik penumpang Bandara Ahmad Yani Semarang sudah mencapai 4,4 juta orang. “Oleh karena itu Angkasa Pura I membangun terminal baru di utararunway dengan konsep eco-green airport,” kata Faik Fahmi.
Selain itu, bandara yang tengah dibangun saat ini untuk memfasilitasi pertumbuhan penumpang yaitu Bandara Internasional Baru Yogyakarta di Kulonprogo di mana sebagian besar penerbangan menuju Yogyakarta akan dipindahkan ke bandara tersebut dari Bandara Adisutjipto Yogyakarta.
Kapasitas ideal Bandara Adisutjipto saat ini yaitu dapat menampung 1,7 juta penumpang setahun. Namun pada 2017 lalu, trafik penumpang bandara ini sudah mencapai 7,8 juta orang.
Dana Investasi
Angkasa Pura I Maksimalkan Perbaikan Apron Bandara Ngurah Rai
Memanfaatkan status penutupan operasional bandara akibat erupsi Gunung Agung, Angkasa Pura 1 lakukan perbaikain apron bandara.
Pada 2018, Angkasa Pura I menganggarkan dana investasi pengembangan dan pemeliharaan bandara sebesar Rp 18,8 triliun. Dari dana itu, sekitar Rp 14,8 triliun digunakan untuk pengembangan bandara dan Rp 4 triliun digunakan untuk operasional rutin.
Faik menjelaskan, untuk mendukung dan mendorong pertumbuhan trafik, Angkasa Pura I mengembangkan hampir di seluruh bandara yang dikelola.
Beberapa di antaranya yaitu Proyek Pembangunan Bandara Internasional Baru Yogyakarta di Kulonprogo, Proyek Pengembangan Bandara Syamsuddin Noor Banjarmasin, dan Proyek Pengembangan Bandara Ahmad Yani Semarang di mana ketiga bandara ini termasuk dalam proyek strategis nasional (PSN).
"Dana investasi untuk ketiga proyek bandara ini pada 2018 yaitu sebesar Rp 5,2 triliun,” kata Faik Fahmi.
Selain tiga bandara, bandara lainnya yang dikembangkan pada 2018 ini yaitu Bandara Sultan Hasanuddin Makassar, Bandara Juanda Surabaya, Bandara Lombok Praya, Stasiun Kereta Api Bandara Adi Soemarmo Solo, Bandara Sam Ratulangi Manado, dan Bandara I Gusti Ngurah Rai Bali. (Yas)
🍧
JAKARTA okezone - Apple Inc dipastikan menginjakkan kaki secara langsung di Indonesia. Perusahaan teknologi informasi (TI) raksasa asal Amerika Serikat itu tengah membuka pusat inovasi yang akan bertempat di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD), Tangerang.
Kehadiran Apple Innovation Center di Tanah Air ini merupakan ketiga di dunia setelah di Brasil dan Italia. Bersaman dengan di Indonesia, perusahaan yang berbasis di Silicon Valley, Cupertino, California juga tengah membangun kantor yang sama di India dan China.
BERITA TERKAIT+
Dengan demikian, keberadaan Apple Innovation Center ini merupakan pertama kali di Asia Tenggara. Keberadaan Apple Innovation Center juga diharapkan bisa mendorong terwujudnya ambisi Indonesia sebagai the next digital hub dunia.
Baca Selengkapnya: Apple Bangun Pabrik, RI Target Jadi Pusat Teknologi Digital
(mrt)
🌸
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam dua tahun terakhir, jumlah penumpang pesawat terbang meningkat cukup signifikan. Merujuk data Kementerian Perhubungan, dari tahun 2016 hingga 2017, kenaikan jumlah penumpang pesawat rata-rata mencapai 11%.
Guna mengimbangi tren kenaikan jumlah penumpang tersebut, perusahaan maskapai terus menambah jumlah armada pesawat. Misalnya, maskapai penerbangan Batik Air yang berencana mengadakan empat unit AirBus A321 Neo pada tahun depan. Kelak, pesawat yang akan didatangkan itu digunakan untuk penerbangan internasional ke Jepang.
BACA JUGA
Direktur Utama Batik Air Achmad Luthfie mengatakan, saat ini Batik Air sudah memiliki 54 unit pesawat. "Dengan 308 flightsehari," ungkap dia saat dihubungi KONTAN, akhir pekan lalu.
Sebelumnya, induk perusahaan Batik Air, yakni Lion Air Group akan memborong sebanyak 1.200 pesawat terbang lebih hingga tahun 2035 mendatang. Terkait rencana tersebut, Luthfie menyebutkan, belum ada pembagian jumlah pesawat itu ke anak-anak perusahaan.
Adapun langkah pembelian pesawat baru oleh Lion Air Group tidak lain mengantisipasi lonjakan pertumbuhan angkutan penumpang, terutama ke destinasi pariwisata yang diperkirakan akan tumbuh pesawat dalam beberapa tahun ke depan.
Berdasarkan catatan KONTAN, dalam tiga tahun terakhir penumpang Lion Air Group terus meningkat. Pada 2015, jumlah penumpang Lion Air Group tercatat sekitar 33,25 juta penumpang, naik menjadi 44,79 juta penumpang pada 2016. Kenaikan jumlah penumpang berlanjut sampai tahun lalu, yang tercatat sebanyak 50,84 juta.
Tidak jauh berbeda dengan PT Citilink Indonesia yang juga sudah merencanakan penambahan pesawat anyar. Selain mengantisipasi pertumbuhan penumpang, anak usaha maskapai milik negara, yakni Garuda Indonesia itu mendatangkan armada baru guna mengganti pesawat yang telah habis masa sewanya. "Jadi, penambahan armada tidak hanya dilakukan untuk memperkuat line up," sebut Ranty Astari Rachman, VP Corporate Secretary & CSR Citilink kepada KONTAN, pekan lalu.
Sayang, ia tidak merinci jumlah penambahan pesawat baru untuk tahun ini. Begitu juga dengan jumlah pesawat yang habis masa sewanya, Ranty tidak menyebutkan angka.
Meski demikian, armada pesawat Citilink yang beroperasi saat ini masih bisa mengakomodasi kebutuhan penerbangan baik domestik maupun mancanegara. "Secara total (pesawat) masih sama jumlahnya, tahun ini tetap 50 armada A320," kata Ranty.
Sejatinya, pengadaan pesawat baru bagi Citilink menjadi bagian untuk mendukung ekspansi penerbangan ke sejumlah negara di kawasan Asia Tenggara. Pada 25 Maret 2018 lalu, Citilink melakukan penerbangan perdana rute Jakarta-Penang, Malaysia.
Penerbangan ini diharapkan bisa mendukung pertumbuhan ekonomi kedua kota tersebut. Penerbangan Jakarta-Penang merupakan perluasan ekspansi sekaligus memperkuat konektivitas di langit Asean. Sehingga, bisa mendukung mobilitas masyarakat, yang pada akhirnya bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi kawasan.
Citilink membidik penerbangan ke sejumlah negara Asean ini karena pasarnya potensial dan rutenya juga terbilang ramai. Alhasil, potensi pasar yang besar ini bisa memberikan manfaat bagi pertumbuhan pariwisata serta perdagangan.
🍋
Jakarta detik- Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah merampungkan 30 proyek strategis nasional (PSN) periode 2016-2017 senilai Rp 94,8 triliun. Jumlah proyek tersebut berdasarkan data Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), yang dikutip, Selasa (17/4/2018).
Berikut rinciannya:
20 PSN selesai pada 2016 senilai Rp 33,3 triliun
1. Jalan Tol Gempol - Pandaan, Jatim 14km (Rp 1,47 triliun)
2. Bandara Sentani, Jayapura, Papua (Rp 1,47 triliun)
3. Bandara Juwata, Tarakan, Kaltara (Rp 1,39 triliun)
4. Bandara Fatmawati Soekarno, Bengkulu (Rp 1,67 triliun)
5. Bandara Mutiara, Palu (Rp 1,39 triliun)
6. Bandara Matahora, Wakatobi, Sultra (Rp 662 miliar)
7. Bandara Labuan Bajo, Pulau Komodo, NTT (Rp 662 miliar)
8. Pengembangan Bandara Soekarno Hatta (Termasuk Terminal 3), Banten (Rp 4,7 triliun)
9. Pelabuhan Kalibaru, DKI Jakarta (Rp 12,0 triliun)
10. Pipa Gas Belawan-Sei Mengkei kapasitas 75 mmscfd, Sumut (Rp 1,21 triliun)
11. PLBN & SP Entikong, Kab. Sanggau, Kalbar (Rp 152 miliar)
12. PLBN & SP Mota'ain, Kab. Belu, NTT (Rp 82 miliar)
13. PLBN & SP Motamassin, Kab. Malaka, NTT (Rp 128 miliar)
14. PLBN & SP Skouw, Kota Jayapura, Papua (Rp 166 miliar)
15. Bendungan Paya Seunara, Kota Sabang, NAD (Rp 57 miliar)
16. Bendungan Rajui, Kab. Pidie, NAD (Rp 138 miliar)
17. Bendungan Jatigede, Kota Sumedang, Jabar (Rp 4,82 triliun)
18. Bendungan Bajulmati, Banyuwangi, Jatim (Rp 454 miliar)
19. Bendungan Nipah, Madura, Jatim (Rp 213 miliar)
20. Bendungan Titab, Kab. Buleleng, Bali (Rp 496 miliar)
10 PSN selesai pada 2017 senilai Rp 61,5 triliun
1. Jalan Tol Soreang - Pasirkoja, Jabar 11km (Rp 1,51 triliun)
2. Jalan Tol Mojokerto - Surabaya, Jatim 36,3km (Rp 4,98 triliun)
3. Jalan Akses Tanjung Priok, DKI Jakarta 16,7km (Rp 6,27 triliun)
4. Bandara Raden Inten II, Lampung (Rp 1,47 triliun)
5. Pengembangan Lapangan Jangkrik dan Jangkrik North East Wilayah Kerja Muara Bakau, Kaltim (Rp 45,5 triliun)
6. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Nanga Badau, Kab Kapuas Hulu, Kalbar (Rp 154 miliar)
7. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Aruk, Kab Sambas, Kalbar (Rp 131 miliar)
8. Pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) & Sarana Penunjang Wini, Kab Timor Tengah Utara, NTT (Rp 130 miliar)
9. Bendungan Teritip, Kaltim (Rp 262 miliar)
10. Pembangunan Saluran Suplesi Daerah Irigasi Umpu Sistem (Way Besai), Lampung (Rp 1,078 triliun).
Sebagai informasi, berdasarkan data KPPIP, pada 2016 total PSN 225 Proyek ditambah 1 Program. Hal ini tertuang dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016.
Hasil evaluasi pada awal 2017, KPPIP menetapkan 15 proyek dikeluarkan dari daftar PSN, dan terdapat 55 proyek tambahan dan 1 program yaitu pengembangan industri pesawat, serta 20 PSN yang selesai.
Sehingga pada 2017 total PSN menjadi 245 dan 2 program tambahan yang tertuang dalam Perpres 58 Tahun 2017 yang merupakan revisi dari Perpres Nomor 3 Tahun 2016.
Pada awal 2018, pemerintah kembali mengevaluasi PSN. Hasil evaluasi KPPIP menetapkan ada 14 proyek yang dicoret dari daftar, sebanyak 10 proyek yang rampung di akhir 2017. Lalu ada 1 tambahan proyek dan 1 program, sehingga total saat ini ditetapkan 222 PSN dan 3 program tambahan senilai Rp 4.100 triliun.
🌸
per tgl 17 April 2018:
Bisnis.com, JAKARTA - Banyak negara emerging market mulai menyerupai pasar negara maju karena tingkat inflasi jatuh dan risiko krisis mata uang mereda, menurut Goldman Sachs Group Inc.
Analis Goldman Sachs termasuk Jan Hatzius dan Jari Stehn menulis dalam sebuah laporan bahwa hubungan yang melemah antara kebijakan pasar emerging market dan tingkat AS menunjukkan bahwa normalisasi Federal Reserve tidak mungkin menghasilkan siklus kenaikan tajam oleh negara-negara berkembang,
Dilansir Bloomberg, pembuat kebijakan di negara emerging market menghadapi kebingungan karena pertumbuhan telah meningkat tajam namun masih rendah menurut standar historis, demikian menurut laporan yang menganalisis 15 bank sentral yang menargetkan inflasi dan memiliki nilai tukar mengambang.
Berikut ini sejumlah temuan Goldman Sachs:
1. Kebijakan moneter kelomponk negara emerging market saat ini menyerupai kebijakan pasar negara maju dalam hal-hal penting. Secara khusus, bank-bank sentral di negara ini sekarang lebih fokus pada output dan kesenjangan inflasi daripada pertumbuhan PDB atau nilai tukar.
2. Satu perbedaan tersisa adalah menetapkan peran yang lebih penting untuk suku bunga AS daripada yang biasanya terjadi di bank-bank sentral pasar negara maju. Namun, ada bukti bahwa fokus pada suku bunga AS telah melemah dari waktu ke waktu.
3. Inflasi yang rendah dan sisa kapasitas cadangan akan menjaga normalisasi kebijakan negara emerging market berjalan secara bertahap, bahkan jika pertumbuhan tetap kokoh dan The Fed melanjutkan jalur pengetatannya. Kesimpulan ini umumnya konsisten dengan prospek Goldman Sachs yang optimistis terhadap pertumbuhan negara-negara emerging market.
4. Sejauh mana pasar negara berkembang menderita "dosa asal" yang merupakan ketidakmampuan untuk menerbitkan utang dalam mata uang mereka sendiri, telah menurun secara signifikan sejak tahun 1990-an. Penurunan ketidakcocokan mata uang telah mengurangi risiko krisis mata uang, dan memberikan ruang lebih besar bagi bank-bank sentral untuk mengejar tujuan seperti stabilitas harga.
Model temuan Goldman Sachs ini menunjukkan tekanan yang besar pada kebijakan suku bunga di Brasil serta Eropa Tengah dan Timur, sementara Meksiko lebih hawkish, mengingat kondisi makroekonomi yang dijamin oleh model ini. Sebaliknya, tingkat suku bunga di India dan Afrika Selatan tetap pada tingkat yang sesuai, kata para analis.
🌷
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemkeu) mencatat, realisasi pembiayaan yang dilakukan hingga Maret 2018 mencapai Rp 149,79 triliun (45,96% dari target APBN 2018).
Rinciannya, pembiayaan melalui penerbitan surat berharga negara (SBN) neto sebesar Rp 143,81 triliun atau 34,69% dari target penerbitan di tahun 2018 dan pengadaan pinjaman neto sebesar Rp 4,41 triliun atau minus 28,79% dari target tahun 2018.
BACA JUGA
Adapun jumlah utang pemerintah hingga akhir Maret 2018 mencapai Rp 4.136,39 triliun atau berada pada rasio 29,78% terhadap PDB.
“Meningkatnya rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dibandingkan dengan akhir Februari lalu lebih disebabkan oleh strategi front loadingpembiayaan APBN,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di Kantor Kemkeu, Jakarta, Senin (16/4).
Strategi front loading ini dilakukan untuk mengantisipasi dampak meningkatnya Fed Fund Rate serta ketidakpastian global secara keseluruhan, seperti isu perang dagang, ekskalasi geopolitik, dan lainnya.
Namun demikian, ia mengatakan bahwa setelah semester pertama ini, rasio utang akan menurun seiring dengan meningkatnya PDB. “Dengan makin membaiknya fundamental perekonomian dan peringkat kredit Indonesia maka pembiayaan utang biayanya semakin rendah,” ucapnya.
Ia mengatakan keputusan lembaga pemeringkat utang, Moody’s untuk menaikkan sovereign credit rating (SCR) Indonesia dari Baa3/Outlook Positif menjadi Baa2/Outlook Stabil, yield utang Indonesia langsung mengalami penurunan.
“Waktu Moody’s 13 April lalu kami melihat untuk yield obligasi berdenominasi dollar AS-nya menurun 0,8 bps, untuk obligasi berdenominasi euro turun 2 bps, dan obligasi berdenominasi rupiah turun 5 bps. Ini immediately (langsung) kita alami,” kata dia.
🌴
Bisnis.com, JAKARTA -- Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Februari 2018 tumbuh melambat sebesar 9,5% secara year-on-year (yoy), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 10,4% secara tahunan.
Dengan demikian, ULN per Februari 2018 tercatat menjadi US$356,2 miliar. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$181,4 miliar, serta utang swasta sebesar US$174,8 miliar.
BACA JUGA :
Perlambatan ULN terjadi baik di sektor pemerintah maupun sektor swasta.
"Pengelolaan ULN pemerintah sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan produktif dan investasi," tulis Bank Indonesia (BI) dalam laporan statistik ULN, Senin malam (16/4/2018).
Secara rinci, BI mencatat ULN pemerintah tercatat sebesar US$177,9 miliar, yang terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh non residen sebesar US$121,5 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar US$56,3 miliar. Jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya, terutama disebabkan oleh penurunan kepemilikan asing pada SBN domestik sebesar US$3 miliar.
"Sementara itu, biaya ULN pemerintah semakin rendah seiring dengan meningkatnya kepercayaan investor terhadap Indonesia, yang didukung oleh membaiknya fundamental perekonomian dan peringkat utang Indonesia," papar BI.
Adapun pemanfaatan ULN pemerintah diprioritaskan untuk kegiatan yang sifatnya produktif dan merupakan investasi dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi, termasuk memperkuat kemampuan membayar ULN tersebut.
Di sisi lain, ULN swasta tumbuh melambat terutama dipengaruhi oleh ULN sektor keuangan. Secara tahunan, pertumbuhan ULN sektor keuangan tercatat 5,1% pada Februari 2018, lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 6,7%.
Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor pertambangan meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pangsa ULN sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan terhadap total ULN swasta mencapai 72,2%, atau relatif sama dengan periode sebelumnya.
Dengan demikian, bank sentral menegaskan perkembangan ULN total pada Februari 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Menurut BI, hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Februari 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34%.
"Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers," lanjut BI.
Berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir Februari 2018 tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki porsi 85,5% dari total ULN.
BI menyatakan akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu demi mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian.
🌹
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Badan Pusat Statistik menyatakan neraca perdagangan Indonesia sepanjang Maret 2018 mengalami surplus sebesar 1,09 miliar dolar AS. Hal ini mencatatkan rekor setelah dua bulan terakhir secara berturut-turut mengalami defisit.
Direktur Statistik Distribusi Anggoro Dwitjahyono mengakui, neraca dagang mencacatkan surplus lantaran pertumbuhan nilai ekspor lebih tinggi daripada impor.
“Nilai neraca perdagangan Indonesia Maret 2018 mengalami surplus 1,09 miliar dolar AS dipicu oleh surplus sektor nonmigas 2,02 miliar dolar AS, walaupun neraca perdagangan sektor migas defisit 0,92 miliar dolar AS,” kata Anggoro dalam Berita Resmi Statistik yang diterbitkan BPS, Senin (16/4/2018).
BPS mencatat, nilai ekspor Indonesia sepanjang Maret 2018 mencapai 15,58 miliar dolar AS atau meningkat 10,24 persen dibanding ekspor Februari 2018.
Sementara itu, ekspor nonmigas Maret 2018 mencapai 14,24 miliar, naik 11,77 persen dibanding Februari 2018.
Ada pun, nilai impor Indonesia pada Maret 2018 mencapai 14,49 miliar atau naik 2,13 persen dibanding Februari 2018.
Impor nonmigas Maret 2018 mencapai 12,23 miliar dolar AS atau naik 2,30 persen dibanding Februari 2018, sementara jika dibanding Maret 2017 meningkat 11,08 persen.
“Impor migas Maret 2018 mencapai 2,26 miliar dolar AS atau naik 1,24 persen dibanding Februari 2018,” kata dia.
Anggoro menambahkan, peningkatan impor nonmigas terbesar Maret 2018 dibanding Februari 2018 adalah golongan mesin dan pesawat mekanik yakni sebesar 286,9 juta dolar AS, sedangkan penurunan terbesar adalah golongan mesin dan peralatan listrik sebesar 153,1 juta dolar AS.
Tercatat, nilai impor semua golongan penggunaan barang baik barang konsumsi, bahan baku/penolong dan barang modal selama Januari–Maret 2018 mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun sebelumnya masing-masing 22,08 persen, 18,35 persen, dan 27,72 persen.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul BPS: Neraca Perdagangan RI Surplus 1,09 Miliar Dolar AS, http://www.tribunnews.com/bisnis/2018/04/16/maret-2018-neraca-perdagangan-ri-surplus-109-miliar-dolar-as.
Penulis: Syahrizal Sidik
Editor: Sanusi
🍳
JAKARTA okezone - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pengeluaran masyarakat selama 2017 rata-rata per kapita sebesar Rp10,66 juta per tahun. Angka tersebut diperoleh dari kesimpulan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) 2017.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan, IPM disusun dengan menggunakan tiga dimensi, salah satunya dimensi standar hidup layak. Dimensi ini mewakili kualitas hidup manusia dengan pengeluaran per kapita selama satu tahun.
BERITA TERKAIT+
"Pada 2017, masyarakat Indonesia memenuhi kebutuhan hidup dengan rata-rata pengeluaran per kapita sebesar Rp10,66 juta per tahun atau meningkat Rp244.000 dibandingkan tahun sebelumnya," tuturnya, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Senin (16/4/2018).
Dalam hal ini, lanjut Kecuk, peningkatan pengeluaran dapat dipandang sebagai indikasi adanya peningkatan pendapatan masyarakat. Tercatat selama tujuh tahun terakhir, pengeluaran per kapita masyarakat meningkat sebesar 1,76% per tahun.
- "Pada 2010 pengeluaran itu Rp9,4 juta,
- 2011 sebesar Rp9,6 juta,
- 2012 sebesar Rp9,8 juta,
- 2013 sebesar Rp9,858 juta. Kemudian
- 2014 Rp9,9 juta,
- 2015 Rp10,150 juta,
- 2016 sebesar Rp10,4 juta dan
- 2017 sebesar Rp10,66 juta," tuturnya.
(rzy)
🌹
Merdeka.com - Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi meninjau langsung pembangunan east connection dan pengerjaan pembangunan run way atau landasan pacu ke-3 dan apron kargo Bandara Soekarno-Hatta, Minggu (15/4).
BERITA TERKAIT
Menhub Budi berharap, perluasan pembangunan kawasan Bandara Soekarno-Hatta mampu mendukung peningkatan kapasitas penumpang di Bandara untuk tahun-tahun mendatang.
"Intinya Soekarno-Hatta akan meningkatkan kapasitas, yang sekarang 62 juta penumpang bisa menjadi 100 juta penumpang pada 2025," katanya di proyek pengerjaan Taxy way Bandara Soetta, Minggu (16/4).
Dengan target itu, dari 81 pergerakan pesawat setiap jamnya, akan bertambah menjadi 114 pergerakan pesawat per jam dengan peningkatan kapasitas yang saat ini tengah dalam pengerjaan.
"Kalau diterjemahkan dalam bentuk movement, sekarang ini sudah 81 pergerakan per jam, nanti kita harapkan 114 pergerakan, karenanya akan kita bangun run way 3 disertai dengan taxy way. Selain itu kita juga membangun kargo village karena permintaan akan barang ini banyak sekali," ucap Budi.
Presiden Direktur PT Angkasa Pura II, M. Awaludin menargetkan penyelesaian pembangunan run way 3 Bandara Soekarno-Hatta pada Agustus 2019 mendatang. Menurutnya saat ini, pembangunan itu sudah dimulai secara paralel, yang diawali dengan pembangunan taxy way.
Saat ini dari total 216 hektar lahan yang akan dibebaskan, 115 hektar telah dibayarkan kepada pemiliknya. Sambil proses pembebasan itu berjalan, pihaknya melakukan pembangunan secara paralel untuk proyek ini.
"Pembebasan lahan sampai Jumat (14/4) kemarin sudah 115 hektar dari rencana 216 hektar. Jadi masih sisa 101 hektar, asumsi ini akan kita selesikan bulan Agustus atau september 2018," ucap dia.
Untuk percepatan penyelesaian pembangunan ini, dia juga akan segera melakukan pembangunan pada lahan run way yang sudah dibayarkan, pada akhir April 2018 ini. "Pekerjaan ini dilakukan paralel, dan terhadap lahan yang sudah bisa dibangun untuk run way, kita akan mulai di ahir bulan ini oleh PT PP selaku kontraktor," terang Awaludin.
Hingga saat ini, progres pembangunan taxy way sudah 10 persen, dan ditargetkan selesai pada Agustus 2019 besok. "Untuk run way 16 bulan, kita hitung sekitar Juli atau Agustus 2019. Jadi target Agustus 2019 nanti bisa selesai."
🌿
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan peringkat yang dilakukan oleh Moody's untuk surat utang Indonesia pada pekan lalu, menjadi angin segar bagi pasar modal Indonesia. Beberapa analis beranggapan bahwa hal ini akan menjadi hal yang bisa mengerek Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
"Tentu akan menjadi sentimen positif bagi indonesia, naiknya peringkat berarti adanya penurunan risiko investasi terutama di mata investor asing jadi akan ada kemungkinan inflow asing ke indonesia." Kata Juan Harahap, Analis Artha Sekuritas Indonesia kepada Kontan.co.id, Minggu (15/4).
BACA JUGA
Selain itu menurutnya, dengan menurunnya risiko akan berdampak pada penurunan imbal hasil surat berharga di Indonesia, yang nantinya akan berdampak pada penurunan bunga yang dibayarkan sehingga baik perusahaan maupun negara akan membayar bunga kupon yg lebih kecil.
Namun hal ini akan menjadi sentimen jangka pendek dikarenakan sebelumnya Indonesia sudah mendapat BBB-pada tahun 2017 dari S&P dan BBB dari Fitch rating pada tahun yang sama.
🌸
JAKARTA okezone - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapannya mengenai kenaikan rating utang yang diberikan Moodys kepada Indonesia hari ini. Tanggapan tersebut dilayangkan Sri Mulyani melalui video singkat di laman Facebook resminya.Berikut isi tanggapan Sri Mulyani yang dikutip Okezone melalui Facebook pada Jumat (13/4/2018).
Hari ini, lembaga pemeringkat Moody's mengupgrade rating utang bagi Indonesia, dari Baa3 positif outlook menjadi Baa2 stable outlook (setara dengan level BBB). Dengan demikian, Indonesia sudah mendapat peringkat Baa2/BBB dari empat lembaga, yakni Fitch pada Desember 2017, JCRA pada 12 Februari 2018, R&I pada 7 Maret 2018, dan Moody's.
Baca Juga: Moody's Upgrade Rating Utang Indonesia, Gubernur BI: Ini Level Tertinggi
Dalam laporannya, Moody's menyatakan bahwa peningkatan rating ini didukung antara lain oleh kerangka kebijakan Pemerintah dan otoritas lainnya yang lebih kredibel dan efektif dalam mendukung stabilitas kondisi ekonomi makro. Menurut Moody's, kebijakan fiskal yang lebih hatihati serta kebijakan moneter yang kondusif dapat meredam tekanan yang bersumber dari internal maupun eksternal.
Moody's juga menilai bahwa membaiknya diversifikasi basis ekspor turut mendukung terjaganya stabilitas perekonomian, khususnya dalam perbaikan defisit neraca transaksi berjalan. Selain itu, tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi dan stabil serta sistem perbankan yang sehat turut menjadi catatan positif dalam kenaikan rating Indonesia.
Dari sisi fiskal, deflsit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang selalu berada di bawah 3% menjadi indikasi disipIin Pemerintah dalam menjaga keberlangsungan dan kesehatan fiskal. Berdasarkan hasil proyeksi Moody's, dengan mempertimbangkan kebutuhan pembiayaan akselerasi belanja produktif, tingkat utang Pemerintah Indonesia akan tetap di bawah negara lainnya yang berada dalam kelompok investment grade.
Baca Juga: Moody's Upgrade Rating Indonesia, World Bank : Ada Perbaikan Fundamental
Hal ini menunjukkan optimisme pihak eksternal terhadap kesehatan fiskal Indonesia, baik saat ini maupun pada masa yang akan datang. Berdasarkan definisi rating Moody’s, peringkat BaaZ berarti surat berharga yang diterbitkan Indonesia ada dalam kategori moderate credit risk dan "medium grade.
Stable outlook menggambarkan posisi rating yang akan stabil dalam beberapa waktu ke depan, serta menunjukkan risiko yang berimbang. Beberapa negara yang berada dalam posisi rating sama dengan Indonesia antara Iain Spanyol, Kolombia, Uruguay, Filipina, Bulgaria, India, Italia, dan Panama.
Keputusan Moody's untuk menaikkan rating Indonesia menunjukkan bahwa reformasi struktural dan fiskal yang dilakukan Pemerintah bersama dengan pemangku kepentingan lainnya, termasuk Bank Indonesia dinilai baik.
Namun demikian, Pemerintah juga menyadari bahwa masih banyak tantangan yang harus diatasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang Iebih berkelanjutan dan berkeadilan. Pemerintah telah dan akan terus melakukan langkah-langkah proaktif untuk mewujudkan hal tersebut melalui pengelolaan APBN dan kebijakan fiskal yang kredibel dan efektif.
🍟
bloomberg: Indonesia won a sovereign rating upgrade from Moody’s Investors Service, months after Fitch Rating increased its own score, as the nation improves its resilience to global shocks.
The rating on the nation’s long-term, foreign currency-denominated debt was raised one level to Baa2 with a stable outlook, Moody’s said in a statement on Friday. The upgrade brings Moody’s in line with the assessment of Fitch and puts Indonesia on par with the Philippines and India.
Indonesia’s improving resilience and capacity to respond to shocks are among the key rating drivers, Moody’s said. The upgrade would boost President Joko Widodo’s efforts to finance hundreds of billions of dollars of infrastructure to fire up the economy ahead of a presidential election next year.
"This is a near-term positive for markets and a strong validation to Indonesia’s improving fundamentals, putting it in a good position to weather recent external storms," said Euben Paracuelles, an economist at Nomura Holdings Inc. in Singapore.
Benchmark 10-year bond yields were down three basis points. The rupiah rose 0.1 percent to 13,758 per dollar as of 9:19 a.m. on Friday while Indonesia’s benchmark equity index was little changed after gaining as much as 0.4 percent.
Southeast Asia’s biggest economy has been growing at about 5 percent and is expected to pick up pace this year, but is still well short of the 7 percent targeted by Widodo, known as Jokowi.
Controlled Deficits
The government’s adherence to its legally mandated budget deficit cap at 3 percent of gross domestic product and the central bank’s track record of prioritizing macroeconomic stability over promoting short-term growth are among the rating drivers, Moody’s said.
The government plans to narrow the fiscal deficit to below 2 percent of GDP next year from the 2.19 percent targeted in the 2018 budget.
"The acknowledgment is a great achievement on the back of ongoing global economic uncertainty affecting economic development in the region," Bank Indonesia Governor Agus Martowardojo said in a statement. The central bank would continue to monitor global risks and optimize its policy mix, he said.
Bank Indonesia has succeeded in bringing down inflation to less than 4 percent, giving policy makers room to hold interest rates since October. Foreign reserves were at $126 billion in March after reaching a record $132 billion in January.
“While the upgrade helps support the rupiah and other assets, it won’t be enough to drastically change the trend as the nation has already won investment grades from the three major agencies”, said Teppei Ino, an analyst at MUFG Bank Ltd. in Singapore. The impact would be bigger if Indonesia was raised to A grade while the current-account balance is a more significant factor for the currency, he said.— With assistance by Yumi Teso
🌸
Jakarta, CNN Indonesia -- (Kemenkeu) memastikan selalu menjaga dan mengelola profil risiko dari keuangan (BUMN) konstruksi dan ketenagalistrikan terkait dengan penugasan pembangunan infrastruktur yang diberikan oleh pemerintah. Pernyataan ini disampaikan menanggapi kekhawatiran yang beredar di publik lantaran Standard and Poor's (S&P) sempat memberi perhatian kepada kondisi keuangan sejumlah BUMN kedua sektor itu. Menurut lembaga pemeringkat itu, neraca keuangan beberapa BUMN di kedua sektor dinilai melemah karena peningkatan kebutuhan dari sisi pendanaan pinjaman dan penerbitan obligasi. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan Kemenkeu senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan Kementerian/Lembaga (K/L) lain untuk mengelola risiko yang mungkin timbul pada kondisi keuangan BUMN kedua sektor. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan kapasitas neraca dan kondisi likuiditas perusahaan secara berkala. "Pemantauan risiko dilakukan untuk menjaga kondisi kesehatan keuangan BUMN yang memperoleh penugasan maupun memitigasi potensi risiko gagal bayar (default risk) yang ditimbulkan oleh BUMN yang menerima penugasan," ujar Frans, sapaan akrabnya, dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (13/4).Selain itu, pemerintah juga terus mendukung kebutuhan dana BUMN. Caranya dengan memberikan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN), memberikan jaminan pemerintah, hingga memberi margin dalam pelaksanaan penugasan yang bersifat Public Service Obligation (PSO). "Pemerintah juga telah memastikan adanya alokasi dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk pembayaran atas pekerjaan yang diselesaikan oleh BUMN sesuai dengan kontrak," imbuhnya.
Kendati begitu, keikutsertaan BUMN kontruksi dan ketenagalistrikan dalam proyek infrastruktur memang tak bisa dihentikan. Pasalnya, pendanaan pinjaman dan penerbitan obligasi dari para BUMN menjadi sumber potensial dalam mendanai percepatan pembangunan proyek infrastruktur yang tak tercukupi oleh PMN dan ekuitas BUMN. Bahkan, pinjaman dan penerbitan obligasi BUMN juga menjadi sumber alternatif lantaran tak semua proyek infrastruktur dapat dibiayai oleh anggaran negara. Pemerintah memang sengaja memberikan penugasan kepada BUMN untuk ikut membangun infrastruktur. Lebih lanjut, pemerintah juga telah mengajak pihak swasta untuk turut ambil bagian dalam percepatan pembangunan infrastruktur, misalnya melalui Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Pengerjaan infrastruktur oleh para BUMN memang belum sepenuhnya selesai, sehingga belum menghasilkan pendapatan (revenue). Ke depan, pemerintah akan terus memantau kondisi keuangan sejumlah BUMN untuk memastikan bahwa kondisinya baik-baik saja, meski terus mengemban tugas pembangunan proyek infrastruktur.
🍕
Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bervariasi dengan kecenderungan melemah pada sesi pertama perdagangan saham Jumat pekan ini. Pergerakan IHSG bervariasi itu di tengah pengumuman lembaga pemeringkat internasional Moody’s menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dengan prospek positif.
Pada penutupan perdagangan saham sesi pertama, Jumat (13/4/2018), IHSG melemah tipis 1,86 poin atau 0,03 persen ke posisi 6.308,93. Indeks saham LQ45 turun tipis 0,01 persen ke posisi 1.033,80. Sebagian besar indeks saham acuan bervariasi.
Pada sesi pertama, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.335,20 dan terendah 6.301,38. Sebanyak 151 saham melemah sehingga mendorong IHSG ke zona merah. Akan tetapi, 156 saham menguat jadi membuat IHSG melemah terbatas. Sedangkan 134 saham diam di tempat.
Total frekuensi perdagangan saham sekitar 175.583 kali dengan volume perdagangan lima miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 2,8 triliun. Investor asing masih jual saham Rp 108,65 miliar di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat di kisaran Rp 13.752.
Sektor saham pun masing-masing menguat dan melemah. Sektor saham infrastruktur turun 0,84 persen, sektor saham industri dasar tergelincir 0,22 persen dan sektor saham barang konsumsi susut 0,12 persen.
Saham-saham yang catatkan penguatan antara lain saham TAXI melonjak 13,25 persen ke posisi Rp 188 per saham, saham BKDP menguat 5,15 persen ke posisi Rp 102 per saham, dan saham DYAN menanjak 3,7 persen ke posisi Rp 112 per saham.
Sedangkan saham-saham yang tertekan yaitu saham HELI turun 27,60 persen ke posisi Rp 362 per saham, saham ABBA turun 20,62 persen ke posisi Rp 77 per saham, dan saham IIKP tergelincir 4,72 persen ke posisi Rp 202 per saham.
Bursa Asia pun bervariasi. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 0,08 persen, indeks saham Shanghai merosot 0,39 persen. Sementara itu, indeks saham Korea Selatan Kospi naik 0,56 persen, indeks saham Singapura menguat 0,67 persen dan indeks saham Taiwan mendaki 0,17 persen.
VP Sales and Marketing PT Ashmore Assets Management Indonesia, Angganata Sebastian menuturkan, Moody’s menaikkan peringkat surat utang Indonesia membuat premium risiko Indonesia di mata investor asing menjadi lebih kecil. Imbal hasil obligasi atau cost of funding menjadi lebih rendah. Hal tersebut akan mendorong investor asing meningkatkan porsi pada pasar modal Indonesia.
"Selain itu diharapkan dapat memberikan positif pada nilai tukar rupiah,” ujar Angganata saat dihubungi Liputan6.com.
Sedangkan investor asing masih jual saham, menurut Angganata hal tersebut karena ada kecenderungan dari kebijakan pemerintah pengaruhi industri. Contohnya rencana penurunan tarif tol. Namun diharapkan sentiment kenaikan peringkat utang dari Moody’s dapat menjadi pendorong untuk investor asing masuk ke pasar saham setelah kenaikan peringkat dari Moody’s terutama dalam jangka pendek.
Sementara itu, Analis PT Indosurya Sekuritas, William Suryawijaya mengatakan, lembaga pemeringkat Moody’s menaikkan peringkat utang Indonesia seharusnya menjadi sentimen positif bagi IHSG.
Akan tetapi, pelaku pasar belum merespons hal tersebut mengingat jelang akhir pekan sehingga merealisasikan aksi ambil untung. Hal itu lantaran IHSG sudah menguat beberapa waktu lalu.
"Harusnya positif karena outlook dari stable ke positif. Tapi ini jelang akhir pekan jadi belum. Kemungkinan respons pada awal pekan depan,” kata William saat dihubungi Liputan6.com
Ia mengatakan, pelaku pasar lebih menunggu rilis laporan kinerja keuangan kuartal I 2018. Hal itu akan berdampak signifikan untuk IHSG.
🍕
TEMPO.CO, Jakarta -Moody's Investor Service menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dengan outlook stabil dari Baa3 dengan outlook positif.
Analis Moody's Anushka Shah mengatakan kenaikan ini didasari oleh kebijakan yang kredibel dan efektif sehingga membuat kondisi makro ekonomi menjadi stabil. Dia melanjutkan Moody's meyakini ketahanan dan kapasitas Indonesia untuk merespons guncangan sudah membaik, didukung oleh peningkatan kekuatan penyangga finansial serta kebijakan fiskal dan moneter yang prudent.
"Moody's mengharapkan fokus kebijakan fiskal dan moneter Indonesia dalam menjaga stabilitas makro ekonomi dan membangun penyangga finansial yang terlihat semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir akan berlanjut. Kebijakan-kebijakan ini dan cadangan finansial yang lebih besar memperkuat kapasitas Indonesia untuk merespons guncangan," ujar Shah dalam laporan Moody's, Jumat, 13 April 2018.
Outlook stabil merefleksikan risiko yang terjaga di Baa2, termasuk di sisi tantangan politik dan implementasi kebijakan ekonomi secara luas. Outlook stabil ini juga mengindikasikan bahwa perubahan rating dalam waktu dekat sangat tipis terjadi.
Di sisi fiskal, pemerintah telah menjaga defisit anggaran sebesar 3 persen dengan ketat. Moody's mengharapkan fokus terhadap kebijakan fiskal yang prudent tetap dilanjutkan dan berkontribusi terhadap stabilitas makro ekonomi.
Defisit yang rendah dan terjaga membuat beban utang menjadi rendah dan jika dikombinasikan dengan tenor pendanaan jangka panjang akan mengurangi kebutuhan serta risiko pembiayaan.
Moody's memperkirakan utang Pemerintah Indonesia akan berada di kisaran 30 persen dari PDB dalam beberapa tahun ke depan, di bawah rata-rata 39 persen dari PDB untuk semua negara investment grade dan 46,2 persen untuk negara dengan rating Baa.
Di sisi kebijakan moneter, Bank Indonesia (BI) sudah menunjukkan prioritasnya terhadap stabilitas makro ekonomi di atas upaya mendorong pertumbuhan jangka pendek. Target inflasi selama tiga tahun berturut-turut telah tercapai.
Sejumlah faktor yang mendukung inflasi stabil di level rendah di antaranya pendekatan bank sentral yang lebih fleksibel terhadap intervensi nilai tukar sejak taper tantrum pada 2013 dan koordinasi kebijakan yang efektif antara BI dan pemerintah pusat serta pemerintah daerah.
Di sisi ekspor, Moody's melihat adanya perbaikan struktural termasuk diversifikasi tujuan dan komoditas ekspor turut berperan terhadap menipisnya defisit neraca berjalan. Selain memang ada sokongan dari penguatan permintaan global dan perbaikan harga komoditas.
"Hal ini ditunjukkan lewat terus meningkatnya porsi ekspor manufaktur menjadi 72 persen dari total ekspor 2017, dari sebelumnya sebesar 62 persen pada 2013. Kami mengharapkan defisit neraca berjalan akan tetap stabil di level rendah, sekitar 1,8 persen dari PDB," terang Shah.
Sebagai hasil dari menurunnya defisit neraca berjalan dan peningkatan investasi asing, lanjut Moody's, cadangan devisa naik menjadi US$119 miliar pada akhir Maret 2018. Moody's External Vulnerability Indicator untuk Indonesia berada di level 51,3 persen untuk 2018, sehingga menunjukkan kapasitas yang cukup dan terbatasnya kerentanan dari faktor eksternal.
External Vulnerability Indicator menghitung rasio utang jangka panjang yang jatuh tempo setahun ke depan dan utang jangka pendek terhadap cadangan devisa.
"Kerangka kebijakan dan cadangan yang cukup mendukung pertumbuhan ekonomi di kisaran 5 hingga 5,3 persen serta sistem perbankan yang aman untuk menghadapi guncangan ekonomi maupun finansial," ujarnya.
🍁
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service menaikkan peringkat (rating) utang domestik dan luar negeri Indonesia menjadi Baa2 dengan outlook stabil dari sebelumnya Baa3 dengan outlook positif.
Berdasarkan laporan Moody’s yang dikutip KONTAN, Jumat (13/4), peningkatan rating menjadi Baa2 didukung oleh kerangka kebijakan yang semakin kredibel dan efektif yang kondusif bagi stabilitas makroekonomi.
BACA JUGA
“Bersama dengan peningkatan penyangga keuangan, kebijakan fiskal dan moneter yang bijaksana, memperkuat keyakinan Moodys bahwa ketahanan dan kapasitas Indonesia untuk merespons guncangan. Akibatnya, utang Indonesia lebih sebanding dengan negara di tingkat Baa2,” tulis analyst Sovereign Risk Group of Moody's Investors Service, Anushka Shah.
Moody’s mengharapkan bahwa fokus kebijakan fiskal dan moneter Indonesia dalam menjaga stabilitas makroekonomi dan membangun penyangga keuangan yang semakin jelas dalam beberapa tahun terakhir akan tetap ada. Sebab, kebijakan-kebijakan ini dan cadangan keuangan yang lebih besar memperkuat kapasitas Indonesia untuk menanggapi guncangan.
Di sisi fiskal, Moody’s menyatakan bahwa pemerintah telah mempertahankan kepatuhan ketat terhadap batas defisit anggaran 3%. Moody’s mengharapkan fokus pada kehati-hatian fiskal untuk tetap dilakukan agar berkontribusi terhadap stabilitas ekonomi makro.
“Defisit rendah yang berkelanjutan menjaga beban utang tetap rendah. Dikombinasikan dengan jangka waktu pendanaan yang panjang, dapat mengurangi kebutuhan pembiayaan dan risiko,” tulis Moody's.
Meski demikian, pendapatan negara yang lemah tetap disoroti Moody’s sebagai kendala kredit jangka panjang, termasuk dengan mengikis kemampuan utang. Moody's memperkirakan, utang pemerintah Indonesia akan berkisar 30% dari PDB dalam beberapa tahun mendatang, di bawah rata-rata 39% dari PDB untuk semua sovereign yang memiliki investment grade.
Jakarta - Lembaga pemeringkat Moody’s Investor Service (Moody’s) meningkatkan peringkat utang (Sovereign Credit Rating/SCR) pemerintah Indonesia dari Baa3/outlook positif menjadi Baa2/outlookstabil pada 13 April 2018.
Dalam siaran persnya, Jumat (13/4), Moody’s menyatakan faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah kerangka kebijakan yang kredibel dan efektif sehingga kondusif bagi stabilitas makroekonomi. "Peningkatan cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati tersebut memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam menghadapi gejolak eksternal," tulis rilis Moodys.
Moody’s sebelumnya memperbaiki outlook SCR Republik Indonesia dari stable menjadi positive, sekaligus mengafirmasi rating pada Baa3 (investment grade) pada 8 Februari 2017.
Di sisi fiskal, pemerintah dinilai mampu menjaga fiskal defisit di bawah 3 persen sejak diberlakukan pada 2003. Defisit yang dapat dipertahankan di level rendah dan didukung pembiayaan jangka panjang dapat menjaga beban utang tetap rendah dan mengurangi kebutuhan serta risiko pembiayaan.
Di sisi moneter, Bank Indonesia telah menunjukkan rekam jejak dalam memprioritaskan stabilitas makroekonomi. Penerapan kebijakan nilai tukar fleksibel dan koordinasi kebijakan antara BI dengan pemerintah pusat serta daerah dinilai mampu menjaga inflasi di level yang cukup rendah dan stabil. "Bank Indonesia juga semakin aktif menggunakan instrumen makroprudensial dalam menghadapi gejolak. Perbaikan posisi eksternal dan bertambahnya cadangan devisa memperkuat ketahanan terhadap potensi gejolak eksternal," kata dia.
Gubernur BI Agus D.W. Martowardojo, menyatakan, dengan perbaikan rating ke level Baa2 oleh Moody’s, kini Indonesia telah diakui oleh empat lembaga rating internasional berada pada satu tingkat lebih tinggi dari level investment grade sebelumnya. "Rating tersebut adalah level tertinggi yang pernah dicapai oleh Indonesia dari Moody’s," kata Agus.
Pencapaian ini merupakan prestasi besar di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi perkembangan ekonomi di kawasan. "Bank Indonesia akan terus mewaspadai peningkatan risiko global dan mengoptimalkan bauran kebijakan termasuk kebijakan makroprudensial dan pendalaman pasar keuangan dalam menjaga stabilitas perekonomian yang menjadi landasan utama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif," kata Agus.
Sumber: BeritaSatu.com
🌹
Merdeka.com - Setiap negara memiliki keunikan tersendiri jika dilihat dari masyarakatnya, lingkungan, hingga hubungannya dengan negara lain. Hal itu kemudian menciptakan empat faktor yang diidentifikasi oleh Kelompok Bank Dunia dalam memotivasi individu maupun perusahaan untuk berinvestasi di suatu negara.
BERITA TERKAIT
Empat faktor tersebut antara lain sumber daya alam, pasar, efektivitas dan terakhir kepemilikan aset strategis seperti teknologi ataupun brand.
Berdasarkan hal itu, US News merilis daftar negara yang merupakan tempat berinvestasi terbaik di dunia. Penilaian tersebut didapat dari lebih 6.000 penanam modal di berbagai negara. Adapun indikator penilaiannya antara lain, lingkungan bisnis dinamis, kestabilan ekonomi, untung yang didapat investor, dan penyedia tenaga kerja terampil yang juga ahli dalam teknologi.
Dilansir dari laman US News, Selasa (6/3), lima negara terbaik yang menjadi sasaran para penanam modal antara lain:
5. Singapura
Sebagaimana diketahui, Singapura merupakan negara yang memiliki sumber daya manusia cerdas dan juga berpendidikan. Di negara tersebut, berbagai insentif juga ditawarkan kepada para pebisnis yang ingin berinvestasi mulai dari pengoptimalan penggunaan lahan dan inovasi teknologi.
Meski tergolong negara kecil, negara tersebut menjadi sasaran utama bagi pebisnis asing dalam menjadikannya sumber investasi.
4. Malaysia
Tenaga kerja yang terampil dan juga pemerintahan yang pro-bisnis membuat Malaysia menjadi tempat menanam modal terbaik di dunia. Hingga kini, Malaysia masih menjadi negara penerima dana investasi asing terbesar berdasarkan data PBB. Situs yang dibuat pemerintah membuat pebisnis bisa mengetahui intensif apa saja yang bisa didapat saat berinvestasi di negara tersebut.
3. Polandia
Di tengah perubahan dan ketidakpastian kondisi ekonomi dunia, Polandia merupakan negara yang paling stabil bagi para investor. Bank Dunia memprediksi bahwa perekonomian negara tersebut akan tetap bertahan meski diguncang masalah di kawasan seperti Brexit dan krisis pengungsi.
2. Indonesia
Berdasarkan data PBB, Indonesia menjadi negara paling menjanjikan bagi investor asing yang ingin menanam modal. Upaya pembaruan kebijakan dan juga performa ekonomi yang baik menjadi daya tarik bagi penanam modal asing.
1. Filipina
Peringkat teratas dari daftar ini ditempati oleh Filipina. Sebabnya, negara ini terus menunjukkan perkembangan ekonomi yang semakin baik. Bahkan dalam beberapa tahun ke depan, negara ini bisa mendapat kucuran dana investasi asing dari negara-negara adidaya seperti China. [frh]
🌸
JAKARTA sindonews- Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa secara kuartalan (qtq), kegiatan usaha pada kuartal I/2018 meningkat. Peningkatan tersebut terlihat dari indikator Saldo Bersih Tertimbang (SBT) pada kuartal I/2018 sebesar 8,23% sedangkan pada kuartal IV/2017 hanya sebesar 7,4%.Direktur Eksekutif Kepala Departemen Statistik Bank Indonesia (BI) Yati Kurniati mengatakan, peningkatan kegiatan usaha itu, terjadi terutama di sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan dengan SBT sebesar 2,4%, dan sektor keuangan, real estat, maupun jasa perusahaan dengan SBT sebesar 2,62%. Sementara industri pengolahan memiliki SBT sebesar 2,17%.
"Kegiatan usaha pada kuartal I/2018 meningkat dibandingkan kuartal sebelumnya. Ke depan, ekspansi kegiatan usaha diperkirakan akan terus berlanjut," kata Yati di Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Seiring dengan peningkatan kegiatan usaha kuartal I/2018 (qtq), tingkat penggunaan kapasitas utilisasi secara rata-rata tercatat sebesar 76,27%, meningkat dari 75,05% pada kuartal sebelumnya.
Peningkatan kapasitas produksi terpakai terjadi pada sektor pertanian dan Industri Pengolahan. Dia melanjutkan, perbaikan kinerja sektor Industri Pengolahan pada kuartal I/2018 juga tercermin dari Prompt Manufacturing Index (PMI)-SKDU yang berada pada fase ekspansi.
"Sejalan dengan peningkatan kinerja sektor industri pengolahan pada kuartal I/2018 (SBT 2,17%), PMI-SKDU berada pada fase ekspansi dengan indeks sebesar 50,14%," ungkap Yati. Menurutnya, ekspansi terutama didorong oleh kenaikan volume produksi (52,71%) dan volume pesanan (50,5%).
Adapun pada kuartal II/2018, kinerja industri pengolahan diperkirakan terus ekspansif, terindikasi dari PMI-SKDU yang meningkat menjadi sebesar 53,56%. Ekspansi sektor industri pengolahan terutama disebabkan oleh ekspansi volume produksi sebesar 64,79%.
Di sisi lain, perbaikan kinerja dunia usaha juga tercermin dari perkembangan penggunaan tenaga kerja yang terus meningkat. Kenaikan tingkat penggunaan tenaga kerja tercermin pada membaiknya kontraksi SBT jumlah tenaga kerja dari -0,89% pada kuartal IV/2017 menjadi -0,88% pada kuartal I/2018.
Berdasarkan sektor lapangan usaha, lanjut dia, peningkatan penggunaan tenaga kerja terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan dan perikanan dengan SBT 0,81%. Responden menyampaikan, bahwa peningkatan penggunaan tenaga kerja tersebut seiring dengan peningkatan volume produksi.
"Pada kuartal II/2018 optimisme peningkatan kegiatan usaha juga didukung oleh perkiraan tingkat penggunaan tenaga kerja sebagaimana tercermin dari SBT sebesar 5,29%," urai Yati.
Peningkatan jumlah tenaga kerja diperkirakan terjadi pada sebagian besar sektor ekonomi, terutama pada sektor perdagangan, hotel dan restoran (SBT 1,40%), jasa-jasa (SBT 1,36%) dan keuangan, real estat dan jasa perusahaan (SBT 1,31%).
Dari sisi keuangan, kondisi likuiditas dan rentabilitas dunia usaha pada kuartal I/2018 pun dinilai cukup baik, dengan akses terhadap kredit perbankan yang lebih mudah. Adapun dunia usaha memperkirakan inflasi masih dalam kisaran sasaran inflasi 2018.
Secara rata-rata, dunia usaha memperkirakan inflasi pada 2018 sebesar 3,44% (yoy). Yati menuturkan, perkiraan tersebut masih berada dalam rentang sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5% ± 1%.
Perkiraan tingkat inflasi paling tinggi ditunjukkan oleh responden di sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan (rata-rata sebesar 3,51%). Sementara perkiraan inflasi paling rendah ditunjukkan oleh responden di sektor listrik, gas dan air bersih yaitu secara rata-rata sebesar 3,32%.
Berdasarkan indikator-indikator tersebut, pada kuartal II/2018, kegiatan usaha diperkirakan meningkat lebih lanjut. Hal tersebut terutama didorong oleh penguatan permintaan dan faktor musiman Ramadhan dan Idul Fitri.
(fjo)
🌷
Jakarta detik- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan menyebutkan utang jatuh tempo yang bakal dibayar pemerintah pada 2018 ini sekitar Rp 400 triliun.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Suminto mengatakan utang jatuh tempo pada 2018 ini sebesar 10,4% dari total utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun per Februari tahun ini.
"Utang kita yang jatuh tempo untuk 2018 itu sekitar 10%, berarti sekitar Rp 400 triliun dari total utang," kata Suminto di DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Suminto menyebutkan besar utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintah tersebut masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti Turki yang sebesar 12,8%, Afrika Selatan sebesar 15%, Ceko sebesar 20%, Inggris sebesar 23,5%, dan Brasil sebesar 24%.
Suminto mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mengkhawatirkan mengenai jumlah utang pemerintah. Sebab, pengelolaannya pun sudah sesuai koridor yang ada dalam UU Keuangan Negara.
Dikatakan dia, pemerintah juga menggunakan utang untuk hal-hal yang produktif, yakni pembangunan infrastruktur, bukan untuk hal-hal konsumtif.
"Utang itu untuk sesuatu yang produktif, celaka kalau kita sekedar untuk konsumsi, habis utang tidak menghasilkan apa-apa," jelas dia.
Direktur Pembiayaan Syariah DJPPR Kementerian Keuangan Suminto mengatakan utang jatuh tempo pada 2018 ini sebesar 10,4% dari total utang pemerintah yang mencapai Rp 4.034,8 triliun per Februari tahun ini.
"Utang kita yang jatuh tempo untuk 2018 itu sekitar 10%, berarti sekitar Rp 400 triliun dari total utang," kata Suminto di DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Suminto menyebutkan besar utang jatuh tempo yang harus dibayarkan pemerintah tersebut masih terbilang rendah dibandingkan dengan negara lain, seperti Turki yang sebesar 12,8%, Afrika Selatan sebesar 15%, Ceko sebesar 20%, Inggris sebesar 23,5%, dan Brasil sebesar 24%.
Suminto mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak mengkhawatirkan mengenai jumlah utang pemerintah. Sebab, pengelolaannya pun sudah sesuai koridor yang ada dalam UU Keuangan Negara.
Dikatakan dia, pemerintah juga menggunakan utang untuk hal-hal yang produktif, yakni pembangunan infrastruktur, bukan untuk hal-hal konsumtif.
"Utang itu untuk sesuatu yang produktif, celaka kalau kita sekedar untuk konsumsi, habis utang tidak menghasilkan apa-apa," jelas dia.
🍈
Merdeka.com - Deputi III Kantor Staf Presiden (KSP), Wahyu Widodo mengatakan utang yang dimiliki oleh pemerintah sebesar Rp 4.034 triliun saat ini tidak sepenuhnya digunakan untuk kebutuhan belanja infrastruktur.
BERITA TERKAIT
"Apa benar utang buat bayar infrastruktur? Kalau dikatakan 100 persen untuk infrastruktur tentu tidak. Jadi harus dipahami data-data dan fakta yang benar," kata Wahyu di Kantor DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis (12/4).
Menurutnya, utang tidak akan menjadi perdebatan jika masyarakat dapat dengan bijak melihat kegunaan utang secara keseluruhan. "Utang tidak bisa dilihat hanya sebagian. Kita harus melihatnya harus dari dua sisi. Ini kalo sebagian dibiarkan gitu saja jadi perdebatan yang tidak selesai" imbuhnya.
Dia mengungkapkan, utang itu pada hakikatnya dipergunakan oleh pemerintah untuk menutup defisit anggaran. Mengingat, belanja pemerintah saat ini lebih besar sehingga menghasilkan defisit.
"Kalo kita membangun tentu kita butuh modal. Butuh capital. Dalam struktur negara ada APBN ada belanja. Karena kita ekspansif dan kemudian belanja kita lebih besar dari pendapatan maka defisit. Nah ini kemudian yang ditutup pakai utang," jelasnya. [azz]
KABAR BAIK!!!
ReplyDeleteNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
ReplyDeleteSaya selalu berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan peminjam yang meminjamkan uang tanpa membayar terlebih dahulu.
Jika Anda mencari pinjaman, perusahaan ini adalah semua yang Anda butuhkan. setiap perusahaan yang meminta Anda untuk biaya pendaftaran lari dari mereka.
saya menggunakan waktu ini untuk memperingatkan semua rekan saya INDONESIANS. yang telah terjadi di sekitar mencari pinjaman, Anda hanya harus berhati-hati. satu-satunya tempat dan perusahaan yang dapat menawarkan pinjaman Anda adalah SUZAN INVESTMENT COMPANY. Saya mendapat pinjaman saya dari mereka. Mereka adalah satu-satunya pemberi pinjaman yang sah di internet. Lainnya semua pembohong, saya menghabiskan hampir Rp35 juta di tangan pemberi pinjaman palsu.
Pembayaran yang fleksibel,
Suku bunga rendah,
Layanan berkualitas,
Komisi Tinggi jika Anda memperkenalkan pelanggan
Hubungi perusahaan: (Suzaninvestment@gmail.com)
Email pribadi saya: (Ammisha1213@gmail.com)