Indonesia MAKRO: pesimis KONTRA optimis (6)

Mentan Klaim Kinerja Pertanian per Agustus 2020 Meningkat

VIVA – Perbaikan perekonomian China (Tiongkok) di Triwulan (TW) II 2020 mencatat pertumbuhan 3.2% setelah terkontraksi 6.8% di TW I 2020. Ini diharapkan dapat turut mendorong peningkatan kerja sama dengan Indonesia. Tahun 2020, sejalan dengan perayaan 70 tahun hubungan bilateral kedua negara, Indonesia dan Tiongkok akan lebih memfokuskan pada peningkatan diplomasi ekonomi untuk Trade, Tourism and Investment (TTI), khususnya dengan mengoptimalkan berbagai peluang ekonomi yang tersedia. 


Demikian ungkap Duta Besar Indonesia untuk China, Djauhari Oratmangun. Menurut Djauhari, di tengah pandemi COVID-19, didukung dengan hubungan Kemitraan Strategis Komprehensif Indonesia – Tiongkok, kerja sama kedua negara selama Semester I tahun 2020 masih mencatatkan peningkatan di berbagai bidang. 


"Pada periode ini, Tiongkok masih menjadi investor kedua terbesar di Indonesia setelah Singapura dengan nilai investasi sebesar USD 2.4 miliar, naik 9% dari USD 2.2 miliar y-o-y. Tiongkok juga masih menjadi mitra dagang terbesar Indonesia dengan total perdagangan kedua negara pada Semester I 2020 mencapai USD 35.6 miliar," ungkap Djauhari dalam keterangannya kepada VIVA.co.id hari ini. 



Walaupun pada periode tersebut Tiongkok masih mengalami surplus terhadap Indonesia sebesar USD 986 juta, namun defisit perdagangan Indonesia terhadap Tiongkok pada TW I 2020 sempat tercatat mengecil sebesar 80 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2019. 


Pada TW I 2020, beberapa produk unggulan Indonesia mencatat kenaikan signifikan antara lain 

  • Batubara (HS 2701) naik 74.42%; 
  • Besi dan Baja (HS 7202) naik 196.40%; 
  • Sarang Burung Walet (HS 0410) naik 189.61%; 
  • Ikan Frozen (0303) naik 53.78%; 
  • Buah Tropis (HS 0804) naik 22.29%; 
  • Buah dalam kemasan (HS 2007) naik 320.27%; 
  • Ikan kalengan (0305) naik 92.59%; 
  • Sepatu (HS 6403) naik 24.59%; 
  • Furnitur (HS 9404) naik 30.87%; 
  • Kayu olahan (HS 4409) naik 222.44%; dan 
  • Elektronik (HS 8541) naik 14.70%.


Di sektor pariwisata, Djauhari mengungkapkan, sebagai dampak COVID-19, kunjungan wisatawan mancanegara asal Tiongkok ke Indonesia melalui seluruh pintu masuk pada Semester I 2020 menurun sebesar  80.74 % dengan total 202.204 kunjungan. "Namun demikian, KBRI Beijing bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI serta Bali Tourism Board terus melakukan promosi pariwisata di Indonesia antara lain dengan menyiapkan materi promosi digital "work

from Bali" dan mempersiapkan destinasi wisata dengan protokol kesehatan," lanjutnya. 



Sebelum pandemi COVID-19, diutarakannya, KBRI Beijing telah secara aktif melakukan diplomasi ekonomi antara lain dengan melaksanakan dan memfasilitasi kegiatan promosi dan forum bisnis TTI serta promosi budaya di berbagai wilayah di Tiongkok, roadshow business visit pengusaha RRT ke Indonesia, dan promosi produk ekspor andalan Indonesia di berbagai wilayah di Tiongkok.


Peluang Baru


Sementara itu, perubahan cara hidup masyarakat terkait pandemi COVID-19 bagi Dubes Djauhari membuka peluang kerja sama baru Indonesia – Tiongkok khususnya secara virtual. "Beberapa kegiatan diplomasi ekonomi bidang TTI di tengah pandemi COVID-19 terus dilakukan KBRI Beijing melalui terobosan-terobosan baru dan media virtual bekerja sama dengan mitra di Tiongkok, antara lain promosi investasi dan pariwisata secara daring ataupun melakukan penjualan produk Indonesia dengan memanfaatkan platform digital dan influencer," ujarnya.


Langkah-langkah tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan diplomasi ekonomi di KBRI Beijing yang juga mendukung pelaksanaan tugas Tim Percepatan Pemulihan Ekonomi (TPPE) yang dibentuk Kementerian Luar Negeri RI. Selain sektor di atas, KBRI Beijing juga berkomitmen untuk mendorong peningkatan kerja sama di bidang ekonomi digital, serta industri bernilai tambah khususnya di sektor kesehatan dan kendaraan listrik, virtual business dan gaya hidup sehat.


Di sektor ekonomi digital, lanjut Dubes Djauhari, sebagai keunggulan utama Tiongkok, Indonesia juga merintis dan melakukan kerja sama e-commerce, fintech, dan infrastruktur digital dengan perusahaanperusahaan terkemuka Tiongkok antara lain ByteDance, Meituan Inc, Alibaba Ant Financial, Jumore, JD.com, Baidu Inc, Tencent Holdings Ltd., dan lain-lain. 


"Saat ini terdapat 5 unicorn dan 1 decacorn di Indonesia yang sebagian diantaranya bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan Tiongkok. Sebagai bagian dari kontribusi Tiongkok terhadap kemajuan ekonomi digital di Indonesia, KBRI Beijing juga telah menyelenggarakan seminar “Let’s Talk Blockchain” dengan perusahaan digital Tiongkok untuk membahas potensi kerja sama sektor dimaksud antara kedua negara." 


🍈


Merdeka.com - Pemerintah Jokowi menyiapkan lima langkah untuk mencegah perekonomian masuk ke dalam jurang resesi, dan mendorong pemulihan ekonomi pada kuartal tiga dan empat 2020. Langkah ini sekaligus untuk mengantisipasi asumsi negatif pertumbuhan ekonomi yang oleh beberapa pengamat dikhawatirkan akan makin memburuk.

Langkah pertama yaitu pemerintah akan melakukan belanja besar-besaran untuk menghadapi ancaman resesi yang bakal datang. Lewat cara ini, kontraksi ekonomi akibat pandemi Covid-19 bisa diredam.

"Lewat belanja besar-besaran permintaan dalam negeri meningkat dan dunia usaha tergerak untuk berinvestasi," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip Jumat (7/8).

Belanja pemerintah diakui menjadi instrumen yang menjadi daya ungkit untuk memulihkan ekonomi di saat krisis akibat pandemi Covid-19. Selain itu sektor swasta dan UMKM harus dipulihkan kembali dengan stimulus.

Kedua, pemerintah sudah membentuk Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional. Komite ini dipimpin oleh Airlangga Hartarto dan Erick Thohir selaku Ketua Pelaksana. Lewat komite itu penanganan kesehatan dan ekonomi terus berjalan sinergi. Selain itu komite harus bisa memastikan pertumbuhan ekonomi pada kuartal tiga 2020 tetap terjaga. Kuartal tiga adalah momentum Indonesia jatuh ke jurang resesi atau tidak.

Ketiga pemerintah sudah memberikan bantuan ke UMKM, yang juga menjadi salah satu sektor yang terpukul paling awal akibat pandemi Covid-19. Pemerintah menyiapkan berbagai program untuk mengungkit sektor ini menggeliat kembali.

Pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan restrukturisasi dan subsidi bunga kredit bagi UMKM. Selanjutnya ada pula bantuan UMKM produktif dan kredit berbunga rendah.

Keempat pemerintah juga menempatkan Dana di Perbankan. Ini dilakukan untuk memutar kembali roda ekonomi. Penempatan yang telah dilakukan pemerintah adalah Rp 30 triliun di Himpunan Bank Milik Negara, serta Rp 11,5 triliun di Bank Pembangunan Daerah.

Penyaluran kredit perbankan sudah membaik seiring dengan adanya penempatan dana pemerintah tersebut. Terbukti adanya penyaluran kredit yang besar dari bank-bank penerima penempatan dana tersebut. Hingga 22 Juli 2020, penyaluran kredit dari penempatan dana di Himbara telah mencapai Rp 43,5 triliun kepada 518.797 debitur.

Kelima, pemerintah melakukan Penjaminan Kredit Modal Kerja untuk Korporasi. Program kepada korporasi padat karya ini dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

"Perbankan telah menandatangani perjanjian penjaminan terutama untuk sektor padat karya yang merupakan sektor yang banyak mempekerjakan pekerja," ujar Airlangga Hartarto akhir Juli lalu kepada media.

🍉


Merdeka.com - Sejumlah negara mengalami resesi sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Mulai dari Amerika, Jerman, Korea Selatan, Jepang, Singapura, hingga Australia. Ancaman resesi itu tentunya juga menghantui Indonesia.

Namun Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi memprediksi ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara-negara yang mengalami resesi. Karena, negara yang mengalami resesi pertumbuhan ekonomi ditopang sebagian besar oleh perdagangan internasional.

Berbeda dengan Indonesia yang keterkaitan dengan perdagangan internasional tidak sebesar negara lain. Hal ini malah menjadi keuntungan di tengah pandemi.

"Di saat-saat seperti ini justru menjadi blessing in disguise. Keterkaitan kita dengan global value chain (perdagangan Internasional) tadi tidak sebesar yang lain, bahkan cukup tertinggal," ujar Fithra dalam diskusi daring, Sabtu (1/8).

Dalam kondisi normal, kata Fithra, pertumbangan ekonomi Indonesia mencemaskan karena sulit bersaing dengan negara dalam satu regional seperti Vietnam, Singapura, Thailand, dan Filipina.

Karena pandemi, Indonesia justru bersyukur karena diuntungkan produk domestik bruto (PDB) yang sebagian besar ditopang konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 58,14 persen pada PDB kuartal I 2020.

"Kalau begitu berarti resesi di pihak yang lain, belum tentu kita juga resesi. Karena kontributor ekonomi terbesar kita bukan di situ (perdagangan internasional)," jelas Fithra.

Menurut dia, agar Indonesia tidak jatuh ke jurang resesi dengan cara mendorong konsumsi domestik.

"Sehingga yang harus benar-benar kita perhatikan adalah di sektor konsumsi. Faktor-faktor domestik yang jauh lebih berperan," ucapnya.

🍉


Jakarta, TopBusiness—Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia pada kuartal II 2020 menurun drastis, dengan skor indeks 102 poin persentase (pp), turun 25 dibandingkan dengan kuartal I 2020. Itu menurut hasil survei terbaru The Conference Board Global Consumer Confidence Survey, bekerja sama dengan Nielsen. Hal itu dijelaskan dalam keterangan tertulis yang diterima Majalah TopBusiness, kemarin malam.

“Survei ini menemukan bahwa indeks kepercayaan konsumen global secara rata-rata turun menjadi 92 pada kuartal kedua dari 106 di awal kuartal pertama, sebelum pandemi meluas secara signifikan di luar China,” kata Managing Director Nielsen Connect Indonesia, Indrasena Patmawidjaja.

Memburuknya prospek pekerjaan dan meningkatnya kecemasan tentang keuangan pribadi mendorong rekor turunnya kepercayaan konsumen global pada kuartal kedua 2020.

Secara global, Indonesia turun ke peringkat 10 negara paling optimistis. Penurunan ini disebabkan oleh turunnya keyakinan konsumen akan tiga indikator yang mempengaruhi IKK yang mencapai lebih dari 20 poin persentase.

Persepsi konsumen Indonesia akan prospek lapangan kerja turun dari 70% di kuartal I 2020 menjadi 48% di kuartal II 2020. Sementara itu persepsi keadaan keuangan pribadi turun menjadi 57% dibandingkan kuartal sebelumnya (78%).

Dan keinginan untuk berbelanja dalam 12 bulan ke depan turun menjadi 35% di kuartal II 2020 dari 60% di kuartal sebelumnya. Pada kuartal II 2020, lebih banyak konsumen Indonesia (78%) yang merasa bahwa negara sedang dalam keadaan resesi ekonomi.

Konsumen membelanjakan lebih banyak untuk kebutuhan utama. Lebih sedikit
untuk barang pilihan yang tidak terlalu penting.

Pemutusan hubungan kerja dan cuti sementara, telah meningkatkan kecemasan akan penurunan pendapatan dan menekan keuangan rumah tangga.

Konsumen membelanjakan uang lebih banyak untuk produk dan layanan yang esensial. Pada saat yang sama, mereka melakukan pembatasan pada kunjungan ke toko, restoran, dan tempat-tempat lain, serta menekan pengeluaran pada kategori-kategori seperti hiburan, pakaian baru, dan makan di luar.

Pada kuartal kedua tahun ini lebih banyak konsumen yang mengurangi kebutuhan yang tidak terlalu penting, sebanyak 43% konsumen memilih mengurangi hiburan di luar rumah, 40% mengurangi berbelanja pakaian baru, serta 36% mengurangi kegiatan liburan. Sebaliknya hanya 29% menghemat gas dan listrik, angka ini menurun dibandingkan periode sebelumnya.

Kekhawatiran konsumen akan ekonomi (56%) dan kesehatan (29%) yang meningkat signifikan dari kuartal sebelumnya, mendorong konsumen untuk mengalokasikan dana cadangannya untuk pembayaran asuransi kesehatan (20%) dan pembayaran utang/ kredit (18%).

“Melihat ke depan, lebih banyak konsumen berencana membatasi pengeluaran untuk liburan tahunan, menahan keinginan untuk berjalan-jalan, dan menghabiskan lebih sedikit untuk hiburan di luar rumah dalam jangka panjang,” kata Indrasena.

🍑


JAKARTA, investor.id – Bank Indonesia (BI) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini hanya berada di kisaran 0,9% hingga 1,9%. Angka ini merupakan koreksi ke bawah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi sebelumnya yang sebesar 2,3%. Sumber : Investor Daily

Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "BI Koreksi ke Bawah Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi RI Tahun Ini Jadi 0,9-1,9%"
Penulis: Triyan Pangastuti/Nasori
Read more at: http://brt.st/6CVQ
🍉

WE ONLINE : Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Mei 2020 mengindikasikan bahwa pelemahan optimisme konsumen terhadap kondisi ekonomi masih berlanjut. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Mei 2020 sebesar 77,8, lebih rendah dibandingkan dengan 84,8 pada April 2020.

"Melemahnya optimisme konsumen terjadi pada seluruh kategori responden, baik menurut tingkat pengeluaran maupun kategori kelompok usia," ujar Kepala Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko, di Jakarta, Jumat (12/6/2020).

Baca Juga: Kuartal II-2020 Ekonomi Makin Buruk, 7,7 Juta Angkatan Kerja Baru Bakal Nganggur

Dia menjelaskan, secara spasial, keyakinan konsumen menurun di 14 kota yang disurvei, dengan penurunan terdalam di kota Manado, diikuti Mataram dan Ambon.

Baca Juga
Siap-Siap, Pekan Depan Pemerintah Akan Terbitkan Obligasi Ritel Bunga 6,4%
Kuartal II-2020 Ekonomi Makin Buruk, 7,7 Juta Angkatan Kerja Baru Bakal Nganggur
Menyesal, Bos SoftBank: Kebodohan Saya adalah Berinvestasi pada WeWork
Gugatan Ditolak, Rocky Gerung Gak Terima, Terus Bilang: MK Itu Otaknya di...
Adapun melemahnya optimisme konsumen terutama disebabkan oleh menurunnya persepsi konsumen terhadap kondisi ekonomi saat ini, dengan penurunan terdalam pada indeks ketersediaan lapangan kerja saat ini.

"Sementara di sisi ekspektasi, konsumen masih relatif optimistis terhadap perkiraan kondisi ekonomi pada 6 bulan mendatang meskipun tidak sekuat perkiraan bulan sebelumnya," tukasnya.

Meski demikian, konsumen juga masih cukup optimistis dengan prakiraan ketersediaan lapangan kerja yang membaik dan penghasilan yang meningkat pada 6 bulan mendatang, seiring dengan prakiraan meredanya pandemi Covid-19 di Indonesia.
🍈


Liputan6.com, Jakarta - Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Bappenas, Ahmad Dading Gunadi, menyebut hampir seluruh penjualan dilakukan UMKM mengalami penurunan. Hal ini teercermin jika melihat dari survey dilakukan oleh Asosiasi Business Development Sevices Indonesia (ABDSI).

"ABDSI melakukan survei terhadap 6.000 UMKM di Indonesia jadi kita mau lihat tadi hampir semua penjualannya menurun malah tidak ada yang bisa menjualkan," kata dia dalam diskusi online di Jakarta, Rabu (3/6/2020).

Hasil survei mengatakan, jumlah UMKM yang menurun lebih dari 60 persen mencapai 26,6 persen dari total 6.000 responden atau UMKM. Sementara UMKM sama sekali tidak ada penjualan yakni mencapai 36,7 persen.

Lebih lanjut, hampir sebanyak 15 persen UMKM mengalami penurunan penjualan sekitar 31 sampai dengan 60 persen dari total responden. Sedangkan penjualan yang menurun dari 10 persen sampai 30 persen tercatat 14,2 persen saja.

"Tapi ada yang sedikit juga sekitar 3,6 persen ini lebih tinggi penjualannya atau 4,5 persen sama jadi ada yang menurun ada yang sama dia lebih tinggi jadi ini juga masih ada peluang meskipun indeks konsumen menurun tapi masih di atas 1 persen sehingga ini ada peluang untuk tetap melihat pasar yang sangat segmented," jelas dia.

 

2 dari 2 halaman
Masalah Bahan Baku

Disamping itu survei juga mencatat UMKM mengalami masalah pada ketersediaan bahan baku dan pembayaran kredit. Banana sebanyak 48,3 persem UMKM merasakan keterbatasan pasokan bahan baku.

Kemudian sebanyak 92,6 persen UMKM membutuhkan restrukturisasi pinjaman atau kredit. Sementara 26,6 persen tercatat tidak dapat melakukan pembayaran pinjaman.

"UMKM mengalami masalah pada ketersediaan bahan baku dan pembayaran kredit karena tadi ada sebagian bahan baku UMKM itu diperoleh dari impor karena negara-negara bersangkutan juga terkena dampak covid-19 dia tidak bisa mensuplai barangnya ke Indonesia di sini mengalami seperti itu UMKM. Sehingga mereka mencari substitusi untuk bahan baku," jelas dia.

Dwi Aditya Putra

Merdeka.com
🍒


WE Online: Pada kuartal pertama 2020 Indonesia masih menduduki peringkat ke-4 di dunia dalam hal Keyakinan Konsumen dengan indeks 127, setelah India, Pakistan dan Filipina, yang nilainya masing-masing 140, 129 dan 128. Demikian menurut laporan hasil survei Global Consumer Confidence™ terbaru tahun ini dari The Conference Board® bekerja sama dengan Nielsen, sebuah perusahaan pengukuran global.

Pada kuartal pertama 2020, Indeks Keyakinan Konsumen Global turun sedikit menjadi 106 dari angka tertinggi dalam sejarah 107 (angka di atas 100 dianggap positif), menunjukkan ada konsumen yang sedikit lebih optimis daripada yang pesimis secara global.

"Survei ini dilakukan pada pertengahan pertama bulan Februari, karena itu Indeks yang didapatkan belum mencerminkan penyebaran virus secara global di bulan Maret," tulis laporan tersebut yang diterima di Jakarta, Rabu (27/5/2020).

Baca Juga: Covid-19 Mewabah, Perilaku Konsumen Jungkir Balik

Baca Juga
Alhamdulillah, Optimisme Konsumen Meningkat di November 2019
Meski Turun, Indeks Keyakinan Konsumen Masih Terjaga
Pakar AS Ingatkan Negara Tropis Bersiap Hadapi Kemungkinan Terburuk Wabah Virus Corona
Jubir Covid-19 Bilang Daerah Lain Baiknya Meniru Aceh dalam Atasi Pandemi Corona karena...

Dibandingkan dengan kuartal terakhir 2019, pada kuartal pertama 2020 Indeks Keyakinan Konsumen Indonesia meningkat 4 poin, dari 123 menjadi 127. Optimisme konsumen mengenai Prospek Lapangan Kerja sedikit menurun (-2 poin persentase) dari 72 menjadi 70.

Sementara optimisme mengenai Kondisi Keuangan Pribadi sedikit meningkat (+1 poin persentase) dari 77 menjadi 78, dan Keinginan Berbelanja tetap stabil di Indeks 60.

Kekhawatiran akan Kesehatan Meningkat Tajam

Meski penyebaran virus COVID-19 belum merata secara global, konsumen tampaknya sudah mulai melihat hal tersebut sebagai krisis kesehatan. Sebagai akibatnya, di banyak negara termasuk Indonesia, kekhawatiran akan Kesehatan meningkat.

Dibandingkan dengan kuartal keempat tahun lalu, di kuartal pertama tahun ini sebanyak 23% konsumen di Indonesia menyatakan kekhawatiran mereka akan Kesehatan. Angka ini meningkat cukup signifikan dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 14%. Kekhawatiran tentang Ekonomi masih menjadi yang terbesar, namun hanya sedikit meningkat, dari 34% menjadi 35%.

“Saat survei ini dilakukan, COVID-19 belum mempengaruhi optimisme konsumen Indonesia, bahkan belum dinyatakan sebagai pandemi oleh WHO, namun sudah terlihat pengaruhnya terhadap kekhawatiran konsumen akan Kesehatan,” kata Indrasena (Dede) Patmawidjaja, Managing Director Nielsen Connect Indonesia.

“Konsumen khususnya dari Kelas Atas mengikuti perkembangan berita luar negeri, karena itu mereka telah mengetahui mengenai penyebaran virus ini di China dan itulah yang mulai menimbulkan kekhawatiran," tambahnya.

Selain khawatir akan Kesehatan dan Ekonomi, 21 persen konsumen Indonesia menyatakan kekhawatiran mereka akan Keseimbangan Antara Pekerjaan dan Kehidupan, dan 11% merasa khawatir mengenai Pemanasan Global.

Selain itu 11% konsumen merasa khawatir mengenai Kenaikan Tagihan seperti listrik, gas, dll dimana kekhawatiran ini baru muncul pada urutan 5 Teratas di kuartal awal 2020 ini.

Comments

Popular posts from this blog

onlineisasi-digitalisasi (5)

analisis fundamental sederhana: saham KONSUMER (mapi, myor, unvr, icbp, amrt, cpin, hero, mapi, cleo, ades)

terkait fundamental saham ENERGI n TAMBANG (3) (pgas, adro, indy, bumi, antm, elsa)