analisis fundamental saham: OTOMOTIF (asii, imas, masa) (2)
🍧
JAKARTA, iNews.id – Bahana Sekuritas memperkirakan penjualan kendaraan bermotor mengalami perlambatan tahun ini. Pasalnya, ekonomi pada kuartal kedua tahun 2019 tumbuh melambat yang menjadi indikasi bahwa konsumsi masyarakat tidak sekuat prediksi pasar.
“Ditambah lagi faktor global berupa tren penurunan harga komoditas, perang dagang antara Amerika dan China yang berlanjut pada perang mata uang sehingga memicu pelemahan nilai tukar sejumlah negara, termasuk Indonesia, diperkirakan akan semakin menggerus daya beli masyarakat,” kata Analis Bahana Sekuritas Anthony Yunus dalam keterangannya, Senin (12/8/2019).
Dia memproyeksikan, penjualan mobil terkoreksi karena kemampuan masyarakat untuk membelinya akan semakin terbatas. Demikian juga halnya penjualan motor diperkirakan masih akan tumbuh single digit karena penetrasi motor yang sudah cukup tinggi.
“Demi menggenjot penjualan mobil dan motor hingga akhir tahun di tengah-tengahnya turunnya permintaan, pemberian diskon yang lebih agresif akan terjadi pada semester kedua,” kata Anthony.
PT Astra Internasional (Tbk), salah satu pemain otomotif terbesar di Indonesia, pada kuartal dua juga mencatat volume penjualan dan margin dari kendaraan roda empat lebih rendah dari ekspektasi semula, meski penurunannya tidak seburuk industri secara keseluruhan.
Dia memberikan rekomendasi hold untuk saham ASII dari yang sebelumnya buy, dengan target harga Rp7.500 dari yang sebelumnya 8.300 per lembar saham.
Bahana memperkirakan volume penjualan kendaraan roda empat secara industri akan mencapai 1,082 juta unit pada akhir 2019, atau turun sebesar 6 persen dari realisasi penjualan sepanjang 2018.
Penjualan kendaraan roda empat ASII diperkirakan turun sebesar 4,8 persen secara tahunan. Penjualan kendaraan roda dua secara industri diperkirakan mencapai 7,088 juta unit sepanjang 2019, atau tumbuh sebesar 8 persen secara tahunan. Penjualan kendaraan roda dua Astra diperkirakan tumbuh sebesar 12 persen secara tahunan pada akhir 2019.
Editor : Ranto Rajagukguk
🍅
Merdeka.com - PT Astra Internasional Tbk menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPTST) 2019, yang memutuskan untuk bagikan dividen final sebesar Rp 8,6 triliun. Jumlah tersebut merupakan 40 persen dari laba bersih perseroan sepanjang tahun 2018, mencapai Rp 21,6 triliun.
BERITA TERKAIT
Laba persih perseroan naik 15 persen dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp 18,85 triliun. Sementara, sisa laba bersih sebesar Rp 13 triliun dibukukan sebagai laba ditahan perseroan.
Sebelumnya, PT Astra Internasional Tbk sudah membagikan dividen interim pada Oktober 2018 lalu sejumlah Rp 2,4 triliun dengan nilai Rp 60 per saham.
Setiap pemegang saham sendiri berhak mendapatkan Rp 214,13 per saham. Artinya, terdapat sisa Rp 6,23 triliun atau Rp 154,13 per lembar saham yang akan dibagikan oleh Astra 24 Mei mendatang.
Lebih lanjut, tahun ini Astra menggelontorkan Rp 30 triliun untuk capital expenditure (capex) alias belanja modal. Nilai ini naik dari anggaran tahun lalu sebesar Rp 29 triliun.
Untuk kuartal pertama 2019, laba bersih Astra mencapai Rp 5,22 triliun, naik 5 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar Rp 4,98 triliun dengan periode yang sama. Adanya penurunan kinerja di anak usaha membuat kinerja keseluruhan Astra sedikit terganggu.
Sementara, RUPST tersebut juga membahas pengunduran diri Takayuku Yoshitsugu sebagai Komisaris Independen Perseroan dan mengangkat Akihiro Murakami sebagai Komisaris Independen Perseroan yang baru. Kemudian, diangkat pula John Raymond Witt dan Stephen Patrick Gore sebagai Komisaris Perseroan. FXL Kesuma juga menjabat sebagai Direktur Perseroan.
Untuk membantu kinerja Prijono Sugiarto sebagai Presiden Direktur, juga diangkat Djony Bunarto Tjondro sebagai Wakil Presiden Direktur. Berikut jajaran direksi dan komisaris perseroan yang baru:
Direksi Perseroan
Presiden Direktur: Prijono Sugiarto
Wakil Presiden Direktur: Djony Bunarto Tjondro
Direktur: Johannes Lomas
Direktur: Suparno Djasmin
Direktur: Bambang Widjanarko Santoso
Direktur: Chiew Sin Cheok
Direktur: Gidion Hasan
Direktur: Henry Tanoto
Direktur: Santosa
Direktur: Gita Tiffani Boer
Direktur: FXL Kesuma
Presiden Direktur: Prijono Sugiarto
Wakil Presiden Direktur: Djony Bunarto Tjondro
Direktur: Johannes Lomas
Direktur: Suparno Djasmin
Direktur: Bambang Widjanarko Santoso
Direktur: Chiew Sin Cheok
Direktur: Gidion Hasan
Direktur: Henry Tanoto
Direktur: Santosa
Direktur: Gita Tiffani Boer
Direktur: FXL Kesuma
Komisaris Perseroan
Presiden Komisaris: Budi Setiadharma
Komisaris Independen: Muhammad Chatib Basri
Komisaris Independen: Sri Indrastuti Hadiputranto
Komisaris Independen: Akihiro Murakami
Komisaris: Anthony John Liddell Nightingale
Komisaris: Benjamin William Keswick
Komisaris: Mark Spencer Greenberg
Komisaris: David Alexander Newbigging
Komisaris: John Raymond Witt
Komisaris: Stephen Patrick Gore
Presiden Komisaris: Budi Setiadharma
Komisaris Independen: Muhammad Chatib Basri
Komisaris Independen: Sri Indrastuti Hadiputranto
Komisaris Independen: Akihiro Murakami
Komisaris: Anthony John Liddell Nightingale
Komisaris: Benjamin William Keswick
Komisaris: Mark Spencer Greenberg
Komisaris: David Alexander Newbigging
Komisaris: John Raymond Witt
Komisaris: Stephen Patrick Gore
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6.com [azz]
🍊
Jakarta, Beritasatu.com – Pemanfaatan kapasitas produksi terpasang dua pabrik PT Bridgestone Tire Indonesia (BTI) saat ini menyentuh 100%, seiring kuatnya penjualan domestik. Meski begitu, BTI hingga kini belum berniat menambah kapasitas terpasang.
“Kami akan memangkas volume ekspor, jika permintaan domestik melonjak,” ujar Direktur Pemasaran BTI Yuichi Asaoka di Jakarta, Selasa (9/4/2019).
Saat ini, BTI memiliki pabrik di Bekasi, Jawa Barat, yang memproduksi ban bias, ban dalam, dan flap dengan kapasitas produksi 14 ribu unit ban per hari. Jumlah karyawan pabrik ini mencapai 1.759. BTI juga memiliki pabrik di Karawang, Jawa Barat, yang memproduksi ban radial mobil penumpang untuk pasar ekspor dan domestik berkapasitas 27.500 unit per hari. Jumlah karyawan di pabrik ini mencapai 1.656 orang.
Sementara itu, dia menuturkan, biaya produksi ban tidak turun, kendati dolar melemah menjadi sekitar Rp 14 ribu dan harga karet turun. Sebab, biaya buruh dan energi meningkat.
Menyikapi hal ini, dia memastikan, BTI tak akan mengerek harga jual ban. Alasannya, persaingan di pasar ban sangat ketat. Sebagai solusi, BTI akan menggenjot produktivitas.
Presiden Direktur BTI Akihito Ishii menyatakan, pencapaian penjualan Bridgestone sepanjang 2018 cukup positif. BTI bisa mempertahankan pangsa pasar di segmen pemasok resmi (original equipment manufacturer/OEM) serta di pasar ban pengganti mobil penumpang. Bahkan, dia menegaskan, hasil positif juga terjadi di segmen kendaraan niaga. Pangsa pasar merek ban asal Jepang itu dominan di segmen OEM dan pengganti. "Kami selalu berusaha untuk menyediakan produk dan layanan terbaik bagi konsumen di Indonesia, sesuai dengan filosofi perusahaan kami," ujar Ishii.
Ishii melanjutkan, tahun ini, BTI menargetkan menjadi pilihan utama dari para konsumen di Indonesia. Bahkan, awal 2019, Bridgestone sudah dipercaya sebagai ban OEM untuk All New Toyota Camry, New Toyota Avanza, dan New Daihatsu Xenia."Di kendaraan niaga, saat ini, kami dalam tahap finalisasi sebagai pemasok ban OEM salah satu pabrikan truk terbesar di Indonesia," kata dia.
Juli 2019, dia menuturkan, BTI akan berpartisipasi di salah satu pameran otomotif terbesar di Indonesia, GIIAS 2019. Di pameran ini, BTI akan bakal meluncurkan satu produk baru di segmen sport kelas premium.
Sumber: Investor Daily
🍒
Merdeka.com - PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) memastikan pertumbuhan ekspor periode Januari-Februari 2019 tetap tumbuh meskipun ekonomi dunia cenderung melambat, akibat tantangan mulai dari proteksi hingga perang dagang antara Amerika Serikat dan China.
BERITA TERKAIT
"Kondisi ekonomi global saat ini sangat kurang menguntungkan. Namun demikian, kami tetap berupaya untuk menjaga konsistensi kinerja ekspor agar tetap tumbuh positif," kata Direktur Administrasi, Korporasi dan Hubungan Eksternal PT TMMIN, Bob Azam seperti dikutip Antara, Minggu (31/3).
Bob Azam menjelaskan, pada Januari-Februari 2019 ekspor kendaraan utuh atau Completely Build-Up (CBU) Toyota dari Indonesia naik empat persen menjadi 30.550 unit dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018 yang mencapai 29.500 unit.
Dari jumlah tersebut, ekspor terbesar mobil dengan model sport atau Sport Utilities Vehocle (SUV) yaitu Toyota Fortuner yang mencapai angka 7.890 unit atau 26 persen dari total ekspor Toyota Indonesia selama dua bulan pertama 2019.
Kontributor kedua terbesar adalah model hatchback (sedan buntung) Toyota Agya yang disebut Toyota Wigo di negara tujuan ekspornya. Toyota Agya memberi kontribusi 19 persen dengan angka ekspor sebanyak 5.900 unit.
Sedangkan kontribusi ekspor ketiga terbesar Toyota adalah Rush yang merupakan model SUV kecil yang sedang laris di dalam negeri dengan total ekspor 5.330 unit atau memberi kontribusi 17 persen sepanjang Januari-Februari 2019.
Model kendaraan roda empat lainnya yang memberi kontribusi ekspor Toyota, lanjut Bob Azam adalah kendaraan serba guna (MPV) kecil terlaris di Indonesia, Avanza, dengan angka 4.180 unit, sedan Vios sebanyak 3.270 unit, Town Ace atau Lite Ace 2.280 unit, serta Kijang Innova, Sienta, dan Yaris dengan total 1.700 unit.
"Pertumbuhan di dua bulan pertama ini merupakan sebuah permulaan yang cukup baik dalam memberikan optimisme bagi pencapaian kinerja ekspor yang positif. Kami menargetkan pertumbuhan ekspor tahun 2019 ini naik di atas lima persen," jelas Bob Azam.
Dia mengakui dari sembilan model ekspor CBU Toyota, dua model SUV yaitu Fortuner dan Rush menyumbang kontribusi ekspor terbesar dengan total 43 persen. "Dominasi ekspor model SUV mencerminkan bahwa minat pasar global terhadap model SUV semakin tinggi," imbuhnya.
Oleh karena itu, Toyota Indonesia, terus meningkatkan daya saing produk SUV melalui peningkatan penggunaan komponen lokal untuk mobil-mobil yang diproduksi di Indonesia, yang saat ini tingkat komponen dalam negeri (TKDN)-nya telah mencapai rata-rata di atas 75 persen.
Selain CBU, Toyota melalui TMMIN juga memproduksi dan mengekspor kendaraan setengah jadi atau Completely Knock-Down (CKD), mesin utuh, serta komponen kendaraan. Pada Januari 2019 Toyota mengekspor kendaraan CKD sebanyak 6.500 unit, mesin utuh bensin sebanyak 17.000 unit, mesin utuh etanol sebanyak 1.500 unit, serta komponen kendaraan sebanyak 17 juta buah.
Adapun produk-produk ekspor bermerek Toyota ini berhasil merambah ke lebih dari 80 negara di kawasan Asia, Pasifik, Timur Tengah, Amerika Latin dan Afrika. [idr]
🍉
JAKARTA okezone– Masuknya Compagnie Generale Des Etablissements Michelin (Michelin) menjadi pemegang saham utama PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA), dimanfaatkan langsung tiga anak usaha PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) untuk melepas seluruh kepemilikan sahamnya di MASA kepada Michelin.
Direktur Utama IMAS Jusak Kertowidjojo menyampaikan, tiga anak usaha perseroan telah memenuhi persyaratan yang diatur dalam perjanjian jual beli saham MASA tanggal 22 Januari 2019 dan perubahan perjanjian pada tanggal 6 Maret 2019.”Sehingga crossing saham telah dilakukan pada pasar negosiasi pada tanggal 6 Maret 2019,”katanya dilansir dari Harian Neraca, Rabu (13/3/2019).
BERITA TERKAIT+
Ketiga anak usaha itu adalah PT Central Sole Agency (CSA) dengan menjual seluruh atau 1.530.492.200, sehingga CSA meraup Rp1,29 triliun. PT IMG Sejahtera Langgeng (IMGSL) melepas seluruh atau 11.918.143 lembar saham MASA, sehingga IMGSL meraup Rp10,46 miliar. Adapun PT Indomobil Prima Niaga melepas 250 juta lembar saham dengan nilai Rp210,75 miliar. Sehingga total dana yang peroleh ketiga anak usaha dengan kepemilikan lebih dari 90% oleh IMAS itu mencapai Rp1,51 triliun.
Menurut Jusak, pengalihan saham ini memberikan dampak positif terhadap cash flow perseroan. Sebagai informasi, Michelin resmi mengakuisisi 87,59% saham MASA dengan total nilai akuisisi 8,04 miliar saham atau sebesar Rp6,78 triliun. Michelin membeli saham MASA antara lain dari Pieter Tanuri dan PT Central Sole Agency yang sebelumnya merupakan pengendali MASA, dan Windsor Investment Fund Ltd yang merupakan pemegang saham utama MASA lainnya dengan harga Rp843 per saham.
Maka dengan kepemilikan 87,59% dari modal ditempatkan dan disetor MASA oleh Michelin, per 6 Maret 2019 Michelin telah menjadi pengendali atas MASA sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka. Oleh karena itu, Michelin berkewajiban untuk melakukan penawaran tender wajib atas sebanyak-banyaknya 12,41% saham MASA atau 1,14 miliar saham MASA yang belum dimiliki, sesuai dengan POJK 9/2018.
Dalam pengumuman pengambilalihan pada 22 Januari lalu, Michelin mengatakan akan menggelar tender offer di harga yang sama dengan harga akuisisi atas mayoritas saham. Artinya, Michelin akan menggelar tender offer saham MASA di harga Rp843 per saham. Pemegang saham terbesar Michelin saat ini adalah BlackRock Inc dengan kepemilikan 5,36% dan Mage Invest sebesar 4,11%. Sisanya 90,53% merupakan saham publik.
(kmj)
🍉
Liputan6.com, Jakarta - Jelang penutupan sesi pertama perdagangan saham, Rabu (6/3/2019), transaksi saham mencapai Rp 10,7 triliun. Hal itu lantaran adanya transaksi saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) yang cukup besar di pasar negosiasi.
Berdasarkan data RTI jelang sesi pertama, transaksi saham MASA mencapai Rp 7 triliun di pasar negosiasi. Saham MASA naik 2,18 persen ke posisi Rp 843 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 29 kali. Volume perdagangan sekitar 8,31 miliar saham.
Di pasar reguler, saham MASA menguat 1,26 persen ke posisi 805 per saham. Saham MASA sempat capai level tertinggi 805 dan terendah 790 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 744 kali dengan nilai transaksi Rp 7 triliun.
BACA JUGA
Transaksi saham Multistrada Arah Sarana tersebut kemungkinan difasilitasi oleh PT Trimegah Sekuritas yang transaksi perdagangan capai Rp 6,9 triliun, kemudian ada PT Buana Capital Sekuritas mencapai Rp 4,1 triliun, PT Net Sekuritas sebesar Rp 2,2 triliun, dan PT BNC Sekuritas Indonesia mencapai Rp 1 triliun.
Sebelumnya, produsen ban asal Prancis akuisisi 80 persen saham MASA senilai USD 439 juta atau Rp 6,22 triliun. 80 persen saham itu setara 7.346.357.556 saham perseroan termasuk saham-saham yang dimiliki pengendali perseroan Pieter Tanuri.
Sementara itu, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak variasi pada sesi pertama perdagangan saham. IHSG naik 8,8 poin atau 0,15 persen ke posisi 6.450. Indeks saham LQ45 menanjak 0,09 persen ke posisi 1.009,23. Sebagian besar indeks saham acuan menguat.
Sebanyak 186 saham menguat sehingga angkat IHSG. Sedangkan 173 saham melemah dan 123 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan saham 222.461 kali dengan volume perdagangan 15,8 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 10,8 triliun.
Investor asing beli saham Rp 4,1 triliun di seluruh pasar. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.149.
2 dari 2 halaman
Transaksi Saham MASA Capai Rp 1,5 Triliun pada Perdagangan Kemarin
Sebelumnya, transaksi harian saham capai Rp 9,4 triliun pada perdagangan Selasa 5 Maret 2019. Transaksi itu didorong adanya transaksi saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) di pasar negosiasi yang capai Rp 1,5 triliun.
Mengutip data RTI, saham MASA naik tiga persen ke posisi 825 per saham di pasar negosiasi. Total frekuensi perdagangan saham sebanyak empat kali. Nilai transaksi sahamnya Rp 1,5 triliun. Volume perdagangan saham tercatat 1,8 miliar saham.
Kemungkinan transaksi saham MASA di pasar nego itu difasilitasi oleh PT Net Sekuritas sekitar Rp 1,5 triliun dan PT Trimegah Sekuritas sekitar Rp 1,4 triliun.
Di pasar regular, saham MASA ditransaksikan naik 0,63 persen ke posisi Rp 795 per saham. Harga saham MASA sempat berada di level tertinggi 800 dan terendah 770 per saham. Total frekuensi perdagangan saham 731 kali dengan nilai transaksi Rp 1,5 triliun. Volume perdagangan saham 1,81 miliar saham.
Saham Multistrada Arah Saranamenguat itu terjadi di tengah laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melemah 0,73 persen ke posisi 6.441,28. Total nilai transaksi harian saham Rp 9,4 triliun.
Adanya transaksi tersebut kemungkinan terkait akuisisi saham MASA oleh Michelin. Perusahaan asal Prancis itu akan akuisisi 80 persen saham MASA senilai USD 439 juta atau Rp 6,22 triliun.
80 persen saham itu setara 7.346.357.556 saham perseroan termasuk saham-saham yang dimiliki pengendali perseroan Pieter Tanuri.
🍑
cnbc Indonesia: Michelin Borong Multistrada Rp 6,8 T Lewat Trimegah
Produsen ban asal Perancis, Michelin resmi membeli saham PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) hari ini, Rabu (6/3/2019). Transaksi ini dilakukan di pasar negosiasi melalui crossing (transaksi tutup sendiri) via Trimegah Sekuritas senilai Rp 6,8 triliun.
🍑
|
Michelin resmi mengakuisisi Multistrada pada 22 Januari 2019 sebanyak 80% saham senilai US$439 juta (Rp 6,2 triliun) melalui pembiayaan internal perusahaan. Sesuai peraturan yang berlaku, Michelin diwajibkan melakukan penawaran umum (tender offer) saham milik publik dengan harga sama yang ditawarkan kepada 80% pemegang saham Michelin.
Bisnis.com, JAKARTA — PT Astra International Tbk. berhasil mencatatkan pertumbuhan laba pada 2018. Berdasarkan laporan keuangan yang dirilis, secara tahunan pada 2018 berhasil mencatatkan pertumbuhan laba sebesar 15%.
Di tengah merosotnya penjualan kendaraan roda empat dan sektor agribisnis yang melus pada 2019, bagaimana prospek saham berkode saham ASII itu pada tahun ini?
Berdasarkan riset yang dirilis oleh PT Panin Sekuritas Tbk. performa laba yang kurang positif di 2018, ditunjukan oleh sektor otomotif yang menurun senilai Rp8,5 triliun atau melambat 4% dibandingkan tahun sebelumnya, dari sektor agribisnis juga menjadi penekan laba ASII pada 2018, dari sektor tersebut mencatatkan penurunan laba senilai Rp1,1 triliun atau melambat 27% dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta laba sektor properti turun Rp160 miliar atau 28%.
Namun pelemahan segmen tadi ditolong oleh performa yang kuat dari divisi alat berat, pertambangan yang berhasil mencatatkan laba sebesar Rp6,6 triliun atau tumbuh 48% dibandingkan tahun sebelumnya, serta sektor keuangan mencatatkan kenaikan laba Rp4,8 triliun attau 28% dari tahun sebelumnya.
Sekadar informasi, bahwa penurunan yang signifikan di divisi otomotif disebabkan oleh mendatarnya volume penjualan astra sebesar 582.000 unit, dengan pangsa pasar yang turun ke 51% jika dibandingkan dengan 2017 54%, sementara performa yang positif dari segmen alat berat disebabkan oleh kenaikan harga batu bara di 2018.
“Kami masih merekomendasikan buy untuk ASII dengan TP [target price] Rp9.800,” tulisnya dalam riset.
Rekomendasi tersebut didorong oleh membaiknya divisi otomotif ke depannya didorong oleh produk baru seperti New Avanza dan Xenia, dan kinerja UNTR diharapkan masih akan berkontribusi positif didorong oleh portofolio klien yang memiliki batu-bara kalori tinggi yang tidak terlalu berdampak dari penurunan harga batu-bara kalori rendah serta peningkatan kontribusi dari bisnis emas Martabe.
Saat ini ASII diperdagangkan di PE (price earning) 11,9x di 2019, 23,2% diskon dibandingkan dengan rata-rata indeks harga saham gabungan (IHSG).
Sementara itu, riset dari Analis Kresna Securities Franky Rivan mengatakan bahwa laba ASII pada 2018 sebesar Rp21,67 triliun sedikit meleset dari perkiraan dan juga dari pasar.
“Kami mempertahankan rekomendasi Beli kami, karena Perusahaan menunjukkan kinerja top-line yang kuat dari kedua otomotif dan alat berat,” tulisnya dalam riset.
Namun, Kresna Securities merevisi target harga pada ASII menjadi Rp8.900 dari Rp9.175, karena asumsi margin yang lebih rendah yang terendah dalam 3 tahun terakhir. ASII saat ini diperdagangkan pada 13,4x di bawah rata-rata 5 tahun sebesar 15,5x.
🍕
Bisnis.com, JAKARTA—Saham PT Astra Internasional Tbk ditutup melemah 350 poin di level 7.250 mengakhiri perdagangan sesi I hari ini. Saham ASII turut menjadi penekan utama laju IHSG yang juga terkoreksi 72 poin di level 6.452.
Tak hanya IHSG, bursa saham Asia kompak melemah dalam merespons perkembangan terkini perkembangan penyelesaian sengketa dagang antara AS dan China. Secara fundamental, kinerja ASII pada 2018 memperoleh pendapatan bersih yang tumbuh 16% (yoy) menjadi Rp239 triliun dari Rp206 triliun.
Kinerja yang positif ini pada membawa perseroan mencatatkan laba bersih hingga Rp22 triliun atau naik 15% dari Rp19 triliun.
ASII masih mengandalkan segmen bisnis otomotif menjadi lini utama penopang kinerja perusahaan dengan share 39,3% dari total laba bersih. Meskipun demikian, performa bisnis otomotif mengalami koreksi 4% (yoy) menjadi sebesar Rp8,5 triliun.
Saat ini, valuasi saham ASII tengah terdiskon dengan forward PE ratio sebesar 11,9 kali atau -2 standar deviasi di bawah rata-rata historis 5 tahun dengan forward PE ratio14,7 kali. Namun, saham ASII ini masih relatif outperform apabila dibandingkan dengan indeks sektor aneka industri yang memiliki PE ratio sebesar 11,8 kali.
Secara teknikal analisis, candlestick saham ASII membentuk bearish harami patternyang mengindikasikan terjadinya pelemahan cukup dalam. Indikator stochastic oscillator dan relative strength index terlihat pada posisi oversold.
Saham ASII akan mencoba menguat terbatas menuju 7.490 dengan menguji MA200 sebagai resistance terdekat. Diperkirakan saham ASII akan bergerak dalam rentang 7.150 – 7.570 pada perdagangan hari ini.
Sumber: Bloomberg
*) Anida ul Masruroh, analis Bisnis Indonesia Resources Center
🍞
JAKARTA – Setelah lima tahun berturut-turut mencatatkan rugi, PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) berhasil membukukan laba bersih Rp108,13 miliar pada 2018. Posisi ini membaik dibanding periode yang sama tahun 2017 yang tercatat rugi bersih sebesar Rp109,62 miliar.
Dilansir dari Harian Neraca, Kamis (28/2/2019), emiten distributor kendaraan bermotor ini juga membukukan pendapatan Rp17,521 triliun atau naik 14,076% dibandingkan akhir Desember 2017 sebesar Rp15,359 triliun. Sedangkan beban pokok penjualan mengalami kenaikan 14,826% dari Rp12,289 triliun menjadi Rp14,111 triliun. Sedangkan kewajiban tercatat sebesarRp31,053 triliun atau naik 40,54% dibanding akhir tahun 2017sebesar Rp22,094 triliun.
BERITA TERKAIT+
Sementara ekuitas tercatatsebesarRp10,453 triliun atau naik 12,62% dibanding akhir tahun 2017 yang tercatat Rp9,281 triliun. Adapun aset tercatat sebesarRp41,507 triliun atau naik 32,29% dibanding akhir tahun 2017 yang sebesarRp31,375 triliun. Kemudian untuk mempertahankan pencapaian pertumbuhan laba tersebut, tahun ini perseroan meluncurkan inovasi produk yang ada. Belum lama ini, Livina baru diluncurkan. Seri terbaru Livina tersebut merupakan kelanjutan setelah sebelumnya sempat dis-continue model baru sejak 2016 silam dengan model terakhir Grand Livina Model Year 2016.
ADVERTISEMENT
Untuk target penjualan, manajemen IMAS menargetkan dapat menjual lebih dari 4.000 unit tahun ini, dibanding sekitar 2.270 unit pada 2018.Selain Livina, dari sisi dealer penjualan perusahaan juga berharap dari dukungan penjualan kendaraan komersial, terutama dari Hino, yang mana IMAS menargetkan dapat membukukan pertumbuhan volume penjualan 10%-15% pada 2019.
PT Bahana Sekuritas dalam risetnya yang ditulis Anthony Yunus dan Raden Rami Ramdana menyatakan, Indomobil Sukse Internasional memiliki tiga rencana strategis untuk membalik kinerja menjadi positif.Salah satu langkahnya adalah perbaikan keuntungan dealer yang akan didorong oleh kenaikan volume dan margin dealer yang lebih baik karena adanya peluncuran Nissan New Grand Livina.
Strategi lainnya adalah potensi melonjaknya laba anak usaha yaitu PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS), yang 92% sahamnya dimiliki IMAS) yang diprediksi naik menjadi sekitar Rp400 miliar pada 2019 dari Rp250 miliar tahun lalu karena peningkatan armada truk yang disewakan.Jumlah armada truk IMJS dinyatakan naik lebih dari dua kali lipat menjadi 7.000 unit pada akhir 2019.
Faktor terakhir berasal dari bisnis distribusi BBM, yang saat ini sudah memiliki 20 stasiun pengisian BBM umum (SPBU) bermerek 'Mobil'. IMAS menargetkan dapat membuka 1.000 SPBU baru pada akhir tahun ini, dengan bekerja sama dengan ExxonMobil.Selain itu, perseroan juga berharap dapat mengantongi keuntungan sekitar Rp900 miliar dari penjualan sahamnya di PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) tahun ini.
(kmj)
🍎
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten yang tergabung dalam Grup Astra telah merilis laporan keuangan tahun 2018. Sebagian besar emiten Grup Astra melaporkan kenaikan laba bersih di 2018 dibandingkan tahun 2017.
Misal, PT United Tractors Tbk (UNTR) meraih laba bersih Rp 11,1 triliun atau naik 50% di 2018. Lalu, PT Bank Permata Tbk (BNLI) menorehkan laba bersih Rp 901,25 miliar atau naik 20%.
BACA JUGA
PT Astra International Tbk (ASII) yang merupakan induk suaah, membukukan laba bersih Rp 21,67 triliun atau naik 15% di tahun lalu. PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) juga mencatat kenaikan laba bersih di 2018 sebesar 10,8% menjadi Rp 610,98 miliar. Pun PT Astra Graphia Tbk (ASGR) mencatatkan laba bersih Rp 270,40 miliar atau naik 5,12% di 2018.
Sedangkan dua emiten Grup Astra lain yakni PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) dan PT Acset Indonusa Tbk (ACST) labanya turun di 2018. AALI hanya mampu mencatatkan laba sebesar Rp 1,44 triliun atau turun 25% dibandingkan tahun 2017. Kemudian laba bersih Acset Indonusa melorot 88% menjadi Rp 18,3 miliar di 2018.
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menilai, sebagian besar saham dari Grup Astra layak untuk dikoleksi dalam jangka panjang. Selain karena meraih pencapaian positif di tahun 2018, beberapa diantaranya punya prospek cemerlang di tahun 2019.
“Beberapa masih dipengaruhi oleh sentimen positif, misalnya Astra International, United Tractors, dan Astra Agro Lestari,” kata dia ketika dihubungi oleh Kontan.co.id pada Rabu (27/2).
Lebih lanjut, Nafan bilang, Astra International punya prospek cemerlang lantaran adanya kebijakan uang muka alias down payment (DP) kendaraan bermotor sebesar 0% alias tanpa DP sama sekali. Kebijakan tersebut diprediksi akan mendongkrak penjualan berbagai merk kendaraan bermotor yang berada dibawah naungan Astra International.
Kemudian United Tractors juga memiliki prospek cemerlang lantaran harga komoditas batubara punya peluang kembali ke level US$ 100 per metrik ton setelah perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China mereda.
“Penjualan alat berat untuk pertambangan yang dikuasai United Tractors kemungkinan akan naik dan kita tahu bahwa United Tractors sejak akhir tahun lalu juga sudah menjadi pemilik tambang batubara di Martabe, Sumatera Utara,” ujar Nafan.
Lalu untuk Astra Agro Lestari, Nafan menilai, masih punya prospek walaupun saat ini harga crude palm oil (CPO) anjlok 3,41% selama sepekan terakhir. Dia bilang, sentimen positif bagi saham AALI berasal dari komitmen pemerintah terhadap kelangsungan program biodiesel di masa yang akan datang.
“Pemerintah punya komitmen cukup baik untuk program biodiesel yang saat ini masih di biodiesel B20. Itu akan jadi sentimen positif bagi saham-saham berbasis kelapa sawit seperti AALI ini. Harga CPO yang sedang turun saat ini itu hanya sentimen temporer karena adanya kelebihan produksi saja,” katanya.
🍑
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Astra International Tbk (ASII) membukukan laba bersih sebesar Rp 21,67 triliun pada tahun 2018. Laba tersebut naik 15% dari tahun 2017 yang sebesar Rp 18,847 triliun.
Pertumbuhan laba tersebut ditopang pendapatan ASII yang naik 16% menjadi Rp 239, 205 triliun di 2018. Di tahun 2017, pendapatan ASII tercatat sebesar Rp 206,057 triliun.
BACA JUGA
Melalui keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Rabu (27/2), Presiden Direktur ASII, Prijono Sugiarto mengatakan, laba bersih tahun lalu meningkat karena peningkatan kontribusi dari segmen bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi, energi, dan segmen bisnis jasa keuangan, serta bisnis teknologi informasi.
Kenaikan laba di segmen bisnis tersebut melebihi penurunan laba dari segmen agribisnis, properti dan bisnis otomotif ASII. Sebagai informasi, laba bersih dari bisnis otomotif Grup Astra turun 4% menjadi Rp8,5 triliun pada tahun 2018.
Ssementara laba bersih dari segmen agribisnis turun sebesar 27% menjadi Rp 1,1 triliun. Pun laba bersih bisnis properti ASII tergerus 28% menjadi Rp 160 miliar.
Sementara, laba bersih bisnis jasa keuangan meningkat 28% menjadi Rp 4,8 triliun, dengan peningkatan kontribusi dari bisnis pembiayaan konsumen, bank dan bisnis asuransi umum.
Lalu, laba bersih dari segmen alat berat, pertambangan, konstruksi dan energi meningkat 48% menjadi Rp 6,6 triliun. Sementara itu, dari segmen infrastruktur dan logistik berhasil membalikkan rugi menjadi laba pada tahun 2018. Tercatat laba bersih unit infrastruktur dan logistik mencapai Rp196 miliar.
"Hal ini merupakan dampak meningkatnya keuntungan dari bisnis jalan tol Tangerang-Merak dan unit bisnis PT Serasi Autoraya, serta adanya dampak kerugian dari divestasi 49% kepemilikan saham di PT PAM Lyonnaise Jaya pada tahun sebelumnya," kata Prijono.
Laba bersih dari segmen teknologi informasi juga mencatat kenaikan 5% menjadi Rp 208 miliar di 2018. PT Astra Graphia Tbk (ASGR) yang 76,9% sahamnya dimiliki ASII, melaporkan kenaikan laba bersih sebesar 5% berkat peningkatan pendapatan segmen bisnis solusi dokumen dan solusi IT.
🍉
Bisnis.com, JAKARTA — PT Astra International Tbk. membukukan pertumbuhan laba sebesar 15% secara tahunan pada 2018 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Dalam laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan perseroan, emiten berkode saham ASII itu mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 16% dari Rp206,05 triliun menjadi Rp239,20 triliun pada 2018.
Sementara itu, beban pokok ASII pada 2018 turut mengalami peningkatan sebesar dua digit. Beban pokok perseroan pada 2018 tercatat Rp188,43 triliun, naik sebesar 15% dari 2017 sebesar Rp163,69 triliun.
Dengan demikian, ASII mengantongi laba kotor sebesar Rp50,76 triliun, tumbuh sebesar 19,83% dibandingkan tahun sebelumnya Rp42,36 triliun.
Lebih jauh, pada 2018 laba yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp21,67 triliun tercatat naik 15% dari 2017 yang mengantongi laba sejumlah Rp18,84 triliun.
Adapun, total aset yang dimiliki ASII pada 2018 tercatat Rp344,71 triliun, jumlah tersebut mengalami peningkatan 16,5% dibandingkan dengan total aset pada 2017 Rp295,83 triliun.
Head of Investor Relations Astra International Tira Ardianti mengatakan bahwa pada 2018 :
- kontribusi terbesar diberikan melalui sektor otomotif dengan komposisi 39%,
- diikuti bisnis alat berat pertambangan 31% dan
- jasa keuangan 22%. Sementara itu, dari
- sektor perkebunan hanya berkontribusi sebesar 5%.
“Kecil karena secara laba bersih turun, sementara lini bisnis lain naik, jadi kontribusinya mengecil hanya sekitar 5%, di mana pada tahun 2017 sebesar 8%,” ujarnya kepada Bisnis.com, Rabu (27/2/2019).
Pada 2019, Tira mengatakan bahwa pertumbuhan laba akan sangat bergantung dengan situasi makroekonomi yang dihadapi perseroan. Sektor otomotif roda empat akan menghadapi kompetisi yang tinggi, sementara harga komoditas masih fluktuatif.
Selain itu, kondisi makroekonomi global juga masih harus dicermati perseroan dampaknya terhadap kondisi makroekonomi dalam negeri. “Kami tidak pernah memberikan prediksi terhadap pencapaian keuangan kami,” katanya.
🍇
Comments
Post a Comment