Bisnis.com,JAKARTA — Kenaikan harga minyak dunia turut mengerek harga saham emiten sektor minyak dan gas pada sesi Selasa (11/8/2020). Harga minya dunia lepas landas dari level US$40 per barel.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Selasa (11/8/2020) hingga pukul 11.38 WIB harga minyak jenis WTI untuk kontrak September 2020 naik 0,74 persen ke level US$42,25 per barel. Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontrak Oktober 2020 di bursa ICE menguat 0,47 persen ke level US$45,20 per barel.
Di dalam negeri, saham PT Medco Energi Internasional Tbk. (MEDC) tancap gas sejak pembukaan perdagangan dengan menguat 6 poin ke level Rp498. Pergerakan harga menguat 9,76 persen jelang penutupan sesi pertama ke level Rp540 dengan rentang pergerakan harian Rp498—Rp555.
Entitas anak PT Pertamina (Persero), PT Elnusa Tbk. (ELSA), juga ikut terpantik pada sesi perdagangan Selasa (11/8/2020). Harga saham perseroan naik 10 poin atau 4,10 persen ke level Rp254.
Emiten minyak dan gas (migas) lainnya yang ikut menguat yakni PT Radiant Utama Interinsco Tbk. (RUIS) sebesar 7,78 persen ke level Rp180. Pergerakan harga dalam sepekan terakhir telah naik Rp9,09 persen.
Tidak ketinggalan, PT AKR Corporindo Tbk. (AKRA) juga tancap gas sejak awal sesi pembukaan dengan menguat 20 poin ke Rp2.800. AKRA bergerak dengan kisaran Rp2.790—Rp2.960 dang menguat 5,40 persen hingga menjelang akhir sesi pertama.
Di sektor gas, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS) juga ikut menguat dengan naik 0,41 persen ke level Rp1.220. PT Rukun Raharja Tbk. (RAJA) mengekor dengan kenaikan 2,61 persen menuju Rp118.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Elnusa Tbk (ELSA) bakal membagikan dividen tunai senilai Rp 89 miliar atau setara 25% dari laba bersih tahun buku 2019 yang sebesar Rp 356 miliar.
"Sehingga setiap saham akan mendapatkan dividen sebesar Rp 12,211 dan direncanakan akan dibayarkan 30 hari setelah berakhirnya RUPST," jelas Head of Corporate Communications PT Elnusa Tbk Wahyu Irfan dalam paparan publik secara virtual, Rabu (8/7).
Baca Juga: Strategi Penggunaan Belanja Modal oleh ELSA di Tahun Pandemi Covid-19
Selain menetapkan sebagian laba bersih diberikan untuk dividen tunai, Elnusa juga mengalokasikan sebesar 3,01% dari laba bersih atau Rp 10,74 miliar akan digunakan sebagai cadangan wajib. Kemudian 71,99% dari laba bersih atau senilai Rp 256,61 miliar digunakan sebagai saldo laba atau retained earnings ELSA.
Berikut jadwal lengkap dividen ELSA:
- Cum Dividen di pasar reguler dan negosiasi 16 Juli 2020
- Cum Dividen di pasar tunai 20 Juli 2020
- Ex Dividen di pasar reguler dan negosiasi 17 Juli 2020
- Ex Dividen di pasar tunai 21 Juli 2020
- Tanggap daftar pemegang saham yang berhak atas dividen (recording date) 20 Juli 2020
- Tanggal pembayaran dividen tunai 7 Agustus 2020
JAKARTA - PT Elnusa Tbk (Elnusa), penyedia jasa energi, tetap menorehkan kinerja positif di tengah pandemi Covid-19. Berdasarkan laporan perusahaan pada kuartal I/2020, perseroan berhasil mencatatkan peningkatan pendapatan usaha mencapai Rp2,06 triliun. Capaian itu naik 8,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp1,9 triliun.
“Tantangan kita cukup berat, selain pandemi Covid-19, juga dipengaruhi faktor eksternal lain seperti turunnya harga minyak dunia dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Namun dengan strategi yang kami terapkan, kami tetap tumbuh positif,” ujar Direktur Keuangan Elnusa Hery Setiawan, di Jakarta, Senin (16/6/2020).
Menurut dia, terdapat sejumlah strategi yang diterapkan Elnusa sehingga bisa tumbuh positif, salah satunya dengan mengoptimalkan diversifikasi portofolio. Diversikasi portofolio tersebut dapat menopang satu sama lain dan mendukung capaian konsolidasi perusahaan karena memiliki kompetensi beragam, dari hulu hingga hilir.
“Sehingga dari jasa hulu migas serta jasa distribusi dan logistik energi mampu menunjukkan daya tahan performanya meskipun banyak faktor eksternal yang dihadapi,” kata dia. (Baca: Pertagas-Krakatau Steel Sinergi Penggunaan Material Pipa Minyak di Blok Rokan)
Pihaknya merinci, komposisi terhadap total pendapatan,
jasa hulu migas memberikan kontribusi sebesar 55%,
jasa distribusi dan logistik energi 40%, dan
sisanya 5% berasal dari jasa penunjang.
Pada segmen jasa hulu migas, pertumbuhan pendapatan dihasilkan melalui berbagai pekerjaan berbasis aset maupun non-aset production, operation dan maintenance services yang terutilisasi maksimal. Selain itu juga ditopang oleh pekerjaan jasa survei seismik untuk penemuan cadangan migas raksasa KKP Jambi Merang.
Sementara pada segmen jasa distribusi dan logistik energi, imbuhnya, didukung oleh berbagai lini jasa transportasi BBM maupun pengelolaan depo. Dengan upaya tersebut, perusahaan berhasil meraih laba bersih sebesar Rp51,8 miliar pada kuartal pertama tahun ini.
“Ini merupakan upaya terbaik ditengah berbagai tantangan faktor eksternal,” tandas dia.
Tidak hanya itu, Elnusa saat ini juga tengah mengkaji berbagai strategi dalam menghadapi tantangan normal baru ke depan. Pihaknya terus mengajak mitra kerja untuk sharing the pain maupun supply chain financing, mengkaji ulang rencana investasi, hingga lebih selektif dalam pemilihan pekerjaan.
“Berbagai upaya ini merupakan komitmen kami untuk terus dapat tumbuh,” pungkasnya.
π
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. S&P Global Ratings menurunkan peringkat utang PT Saka Energi Indonesia sekaligus peringkat surat utang senior yang tidak dijamin senilai US$ 625 juta menjadi 'B+' dari sebelumnya 'BB'.
Di saat yang sama, profil kredit mandiri (SACP) anak usaha PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) ini tetap di level 'b'. S&P mengganjar outlook stabil untuk Saka Energi.
Dalam pernyataan resmi pada 2 Juni lalu, Rating Analyst S&P Global Ratings, Ker Liang Chan menyatakan, fokus PGAS kini mengarah pada bisnis transmisi dan distribusi gas. Hal tersebut menandakan kepentingan strategis Saka Energi yang bergerak di sektor hulu migas cenderung melemah.
Baca Juga: PGN Grup tandatangani letter of agreement tahap kedua penyesuaian harga gas
Nilai strategis Saka Energi bagi PGAS perlahan berkurang selama dua tahun terakhir. Fokus operasi PGAS semakin bergeser ke arah transmisi dan distribusi gas bumi, menyusul bergabungnya PGAS dan PT Pertamina Gas ke holding BUMN Migas di bawah kendali PT Pertamina (Persero).
S&P memproyeksikan Saka Energi memproduksi 35.000 barel setara minyak per hari pada tahun ini, hampir sepertiga lebih sedikit dari realisasi tahun 2018.
Di saat yang sama, kontribusi Saka Energi terhadap EBITDA PGAS berkurang hingga 20%-25%, tergantung pada harga hidrokarbon. Kontribusi tersebut lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya di kisaran 35%-40%.
Baca Juga: Siap-siap ada 8 emiten lagi yang akan segera membagikan dividen tunai
Dalam pandangan S&P, pengurangan tajam dalam belanja modal untuk memperkuat cadangan Saka Energi juga menandakan komitmen PGAS yang terus melemah dalam mempertahankan bisnis hulu.
Dengan belanja modal tahunan sekitar US$ 150 juta selama tiga tahun terakhir, Saka Energi tidak mampu menstabilkan basis cadangannya, yang turun menjadi sekitar 96 juta barel setara minyak (boe) pada 30 September 2019, lebih rendah dibandingkan posisi 2017 yang masih sekitar 131 juta boe.
Belanja modal Saka Energi kemungkinan berkurang menjadi US$ 100 juta-US$ 150 juta pada tahun 2020, sehingga penyusutan cadangan terus berlanjut. Alhasil, basis aset yang semakin menipis semakin mempertanyakan posisi strategis Saka Energi dalam jangka panjang di dalam Grup PGAS.
Baca Juga: Peluang dari saham PGAS saat new normal
Baru-baru ini PGAS mengindikasikan potensi pengurangan secara substansial dalam pendapatan konsolidasi dan margin kotor pada grup bisa membatasi kemampuan mereka untuk memberikan dukungan kepada anak usaha atau afiliasinya.
Langkah tersebut juga mengikuti keputusan pemerintah Indonesia pada April 2020 untuk menekan harga gas industri menjadi US$ 6 per (mmbtu) bagi pelanggan sektor industri.
S&P juga mencatat PGAS belum membuat keputusan tentang perpanjangan jatuh tempo atas sisa pinjaman pemegang saham yang diberikan kepada Saka Energi masing-masing senilai US$ 155 juta yang jatuh tempo pada 2021 dan US$ 283 juta dengan jatuh tempo pada 2022.
Baca Juga: Asaki: Kemenkeu harus mencabut India dan Vietnam dari daftar pengecualian BMTP
Lembaga pemeringkat global ini juga melihat kemampuan PGAS untuk menyokong Saka Energi telah terkikis oleh kebijakan pemerintah yang tidak menguntungkan.
Pemerintah telah membatasi harga jual gas di hilir, sementara harga gas dari sumbernya masih dinegosiasikan ulang. Belum ada mekanisme untuk mengurangi harga gas dari hulu maupun kompensasi atas kehilangan pendapatan.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim pembagian dividen dari emiten BUMN belum sepenuhnya berakhir. Besaran dividen yang dibagikan bahkan cenderung membesar.
PT PP Tbk (PTPP) misalnya. Perusahaan ini akan membagikan dividen Rp 209 miliar atau setara 22,5% dari laba bersih 2019. Tahun lalu, payout ratio dividen PTPP sekitar 20% dari laba bersih 2018 yang mencapai Rp 1,5 triliun.
Adapun nilai dividen per saham yang akan dibagikan tahun ini setara dengan Rp 33,84. "Dividen dapat dibayarkan pada awal Juli," ujar Agus Purbianto, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko PTPP, Kamis (4/6).
Baca Juga: PP Properti (PPRO) bagi dividen Rp 34,5 miliar atau 10% dari laba bersih 2019
Dengan demikian, PTPP mencadangkan sebesar Rp 721 miliar untuk penguatan ekuitas perusahaan. Per 31 Desember 2019, ekuitas PTPP sebesar Rp 17,32 triliun, naik 6,2% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Mengingatkan saja, PTPP mencatatkan laba bersih Rp 930,32 miliar tahun lalu, turun 38% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Pendapatan tercatat Rp 24,66 triliun, turun 1,8% dibanding 2018, Rp 25,12 triliun.
Baca Juga: Multipolar (MLPT) bagi dividen dengan yield 16,22%, catat jadwalnya
Sebelumnya, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) juga mengumumkan dividen tahun buku 2019 senilai Rp 1 triliun. Ini setara dengan payout ratio sekitar 105%. Porsi ini lebih tinggi dengan payout ratio dividen tahun buku 2018 yang hanya sebesar 40% atau setara Rp 1,38 triliun.
Belum berhenti sampai dua emiten tersebut. Beredar kabar di pasar PT Bukit Asam Tbk (PTBA) akan membagikan dividen tahun buku 2019 dengan payout ratio 90% hingga 100%.
Kontan.co.id sempat meminta konfirmasi pihak Bukit Asam. Namun, manajemen emiten batubara tersebut belum memberikan penjelasan terkait kabar tersebut.
Baca Juga: PTPP tebar dividen tahun buku 2019 capai Rp 209 miliar
Jika benar, maka payout ratio itu lebih besar dibanding dividen tahun buku 2018 yang sebesar 75%. Dengan asumsi payout ratio hingga 100%, maka nilai dividennya sekitar Rp 317 per saham-Rp 352 per saham.
Dengan nilai tersebut, dividen PTBA bisa jadi menarik. Ini karena yield dividen yang tinggi, antara 14% hingga 16%. Perkiraan yield ini berdasarkan harga saham PTBA yang hari ini naik 3,32% ke level Rp 2.180 per saham.
Baca Juga: Adhi Karya (ADHI) akan bagikan dividen tunai sebesar Rp 66,4 miliar
π
JAKARTA, investor.id - PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN (PGAS) menerima beberapa pukulan berat yang berpotensi menekan kinerja keuangan hingga akhir tahun ini. Pukulan tersebut datang dari penentuan harga jual khusus gas untuk pembangkit listrik dan meluasnya wabah Covid-19 di Indonesia. Perseroan juga menghadapi sentimen negatif atas anjloknya harga jual minyak dunia dalam beberapa pekan terakhir hingga menyentuh level di bawah US$ 20 per barel. Level tersebut telah mengalami pelemahan drastic hingga 67% terhitung sejak awal tahun. Analis Trimegah Sekuritas Aditya Nugraha dan Sebastian Tobing mengungkapkan, pemerintah telah menetapkan harga jual khusus gas untuk PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) senilai US$ 6 per MMBTU dari peraturan sebelumnya, peraturan Menteri ESDM Nomor 40 tahun 2016 yang menyebutkan bahwa hanya tujuh industri yang diberikan harga jual gas khusus, seperti pupuk, petrokemikal, oleokemikal, baja, keramik, gelas, dan sarung tangan karet. Harga jual khusus tersebut sesuai dengan peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri (Permen) Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor 45 Tahun 2017 Tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk Pembangkit Tenaga Listrik. Kebijakan tersebut menegaskan bahwa harga gas untuk kebutuhan PT PLN disesuaikan menjadi US$ 6 per MMBTU yang didasarkan penetapan regulasi harga gas bumi tertentu di bidang industri menjadi US$ 6 per MMBTU. Agar bisa memberikan dampak yang makin massif, pemanfaatan gas melalui layanan yang terintegrasi, PGN akan mengembangkan terminal LNG “Peraturan baru ini akan membuat spread pendistribusian gas PGN tertekan, karena sebesar 70% volume pendistribusian gas perseroan ditujukan ke PLN dan tujuh sektor industri. Di antaranya, sebanyak 40% pendistribusian gas untuk PLN dan sekitar 30% untuk tujuh industri yang ditetapkan pemerintah,” ungkap Aditya dan Sebastian dalam risetnya, baru-baru ini. Selain itu, PGN mencatatkan bahwa sebanyak 77% pendapatan perseroan disumbangkan bisnis pendistribusian gas, sehingga penentuan harga gas berdasarkan peraturan ESDM tersebut tentu akan berimbas negatif terhadap kinerja keuangan perseroan ke depan. Peraturan baru tersebut akan membuat margin pendistribusian gas perseroan turun hingga 20% dari US$ 2,45 per MMBTU menjadi US$ 1,97 per MMBTU tahun ini. Meski demikian, PGN bersama pemerintah sedang berdiskusi terkait kompensasi yang didapatkan PGN atas peraturan harga jual gas baru tersebut. Kompensasi sebagai bisa dalam bentuk insentif tunai atau volume pembelian gas dengan harga khusus. Kompensasi diharapkan menjadi sentimen positif terhadap perseroan. Selain tertekan akibat harga jual gas, Aditya dan Sebastian mengungkapkan, PGN juga akan terimbas sentimen negative pandemi Covid- 19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia. Berdasarkan data perseroan terungkap bahwa volume pendistribusian gas perseroan hanya mencapai 780-800 bbtud hingga Maret 2020 dibandingkan target manajemen mencapai 950-980 bbtud. “Berdasarkan pertimbangan kami bahwa volume pendistribusian gas PGN kemungkinan hanya 824 bbtud atau lebih rendah 14% dari proyeksi manajemen PGN, apabila wabah berlangsung hingga akhir tahun ini. PLN sebagai pelanggan terbesar gas perseroan telah mengajukan kondisi force majeure untuk memangkas komitmen penyerapan gas,” ungkap Aditya dan Sebastian. Sedangkan bisnis hulu gas perseroan melalui PT Saka Energi Indonesia, dinilai paling menderita akibat wabah Covid-19 ini. Sentimen negative kinerja keuangan PGN juga datang dari penurunan drastic harga minyak menjadi di bawah US$ 20 per barel atau melemah 67% sejak awal tahun. Penurunan harga tersebut membuat bisnis hulu migas persoan akan terpukul dan merugi. Berbagai faktor tersebut mendorong Trimegah Sekuritas memangkas turun target kinerja keuangan PGN tahun 2020-2021. Proyeksi laba bersih tahun ini direvisi turun sebesar 77% dan sebesar 43% pada 2021. Pemangkasan tersebut didasarkan penurunan spread haga jual gas perseroan, penurunan volume penjualan, disertai dengan penurunan rata-rata harga jual gas sejalan dengan pelemahan harga minyak dunia.
Pemangkasan tersebut juga mendorong Trimegah Sekuritas untuk merevisi turun target harga saham PGAS dari Rp 2.300 menjadi Rp 880 dengan rekomendasi beli. Target harga tersebut merefleksikan perkiraan PE sebesar 10,6 kali, ketidakpastian harga minyak, berlanjutnya wabah Covid-19, dan penurunan spread distribusi gas perseroan. Sebelumnya, Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatkaan, PGN meminta kejelasan insentif yang dijanjikan pemerintah bagi badan usaha gas yang mengimplementasikan harga gas industri US$ 6 per mmbtu. Gigih Prakoso, Direktur Utama PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Foto: Investor Daily/IST Pasalnya, kebijakan harga gas industri ini berpotensi membuat PGN rugi. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 8 Tahun 2020 menyebutkan adanya insentif yang diberikan kepada badan usaha hilir terkait implementasi harga gas industri. Namun, hingga kini, diakuinya belum ada pendalaman dengan pemerintah terkait insentif tersebut. Padahal tanpa insentif, keuangan PGN bakal terdampak. “Inilah yang kami harapkan dukungan dari pemerintah maupun Komisi VI bagaimana dengan mekanisme insentif ini. Karena apabila mekanisme insentif ini enggak clear maka kami akan sangat sulit mempertahankan keekonomian,” kata dia dalam rapat dengan Komisi VI DPR di Jakarta, belum lama ini. Dia menjelaskan, insentif ini dibutuhkan lantaran implementasi harga gas industri US$ 6 per mmbtu dilakukan dengan adanya penurunan harga gas hulu menjadi US$ 4-4,5 per mmbtu dan biaya penyaluran di midstream dan downstream menjadi US$ 1,5-2 per mmbtu. Padahal, saat ini realisasi biaya penyaluran di PGN masih sekitar US$ 2,6-3,2 per mmbtu.
“Kami harap insentif ini juga bisa diberikan dalam bentuk yang sama dengan yang diberikan kepada PT Pertamina atau PT PLN dalam bentuk penggantian daya,” ujar dia.
Sumber : Investor Daily
Artikel ini telah tayang di Investor.id dengan judul "Ujian Berat bagi PGN"
Penulis: Parluhutan Situmorang
Read more at: http://brt.st/6ySd
π
Bisnis.com, JAKARTA - Saham PT Indika Energy Tbk. (INDY) tancap gas setelah perseroan mengumumkan akan membagikan dividen tunai, meskipun mencatatkan kerugian pada tahun lalu.
Pada penutupan perdagangan sesi I, Kamis (23/4/2020), INDY berhasil menguat hingga 6,29 persen atau 45 poin ke level Rp760 per saham dan dibuka di level Rp740 pada awal perdagangan. Sepanjang sesi I, INDY bergerak di kisaran Rp730-Rp775.
Adapun, sepanjang tahun berjalan 2020 saham INDY telah bergerak melemah 36,4 persen dan kapitalisasi pasar sebesar Rp3,96 triliun.
Untuk diketahui, meskipun merugi, emiten tambang PT Indika Energy Tbk. tetap membagikan dividen tunai hingga US$30 juta untuk buku tahun 2019.
Direktur Utama Indika Energy Arsjad Irsyad mengatakan bahwa perseroan akan tetap membagikan dividen dengan menggunakan laba ditahan perseroan hingga 31 Desember 2019. Hal itu telah disetujui oleh pemegang saham melalui rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) yang dilaksanakan pada 22 April 2020.
“[Pembagian dividen tunai] dengan nilai tukar berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia per tanggal 22 April 2020 atau sebesar US$0,005758 per saham,” tulis Arsjad seperti dikutip dari keterangan informasinya, Kamis (23/4/2020).
Adapun, pembagian dividen tunai menggunakan laba ditahan karena perseroan mencatatkan rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$18,2 juta. Pencapaian itu berbanding terbalik dengan 2018 yang berhasil mencatatkan laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$80,1 juta.
Selain itu, pada 2019 perseroan membukukan Pendapatan sebesar US$2.782,7 juta, atau 6,1 persen lebih rendah dari US$2.962,9 juta yang dilaporkan pada tahun sebelumnya.
π
Bisnis.com, JAKARTA - Emiten minyak dan gas PT Elnusa Tbk. akan mengkaji ulang target dan panduan perseroan tahun ini di tengah anjloknya harga minyak dan sentimen penyebaran pandemi COVID-19.
Sebagai informasi, harga minyak mentah jenis WTI sepanjang tahun berjalan 2020 telah terkoreksi hingga 59,79 persen dan bergerak di kisaran US$24,7 per barel, sedangkan harga minyak jenis Brent terkoreksi 52,73 persen dan bergerak di kisaran US$32,37 per barel.
Head of Corporate Communication Elnusa Wahyu Irfan mengatakan bahwa perseroan akan melakukan perubahan terhadap target pertumbuhan dan alokasi capital expenditure (capex) yang sudah ditetapkan sebelumnya di awal tahun untuk menyesuaikan kondisi makro saat ini.
Pada tahun ini, emiten berkode saham ELSA itu semula menargetkan pertumbuhan pendapatan usaha berkisar Rp9,1 triliun atau naik 8 persen dari realisasi 2019. Sementara itu, laba bersih konsolidasi 2020 diharapkan mencapai Rp400 miliar.
Perseroan sebelumnya tampak akan cukup agresif berekspansi dan mengalokasi capex sebesar Rp1,4 triliun dengan rincian sekitar 69 persen dari total capex untuk membiayai investasi pertumbuhan, sebesar 12 persen akan digunakan mempertahankan kapasitas, dan sebesar 19 persen untuk lainnya.
Adapun, capex tersebut jauh lebih tinggi 105,8 persen daripada realisasi belanja modal perseroan pada 2019 yang hanya mencapai Rp680 miliar.
“Ada perubahan, tetapi penyesuaian [target dan capex] masih kami kaji. Efek kondisi makro ini multiplier, bukan hanya karena penurunan harga minyak tetapi juga karena ada sentimen penyebaran COVID-19 dan sebagainya,” ujar Wahyu kepada Bisnis.com, Rabu (8/4/2020).
Wahyu menjelaskan bahwa penurunan harga minyak yang signifikan akan sangat mempengaruhi kinerja perseroan di lini bisnis jasa hulu minyak dan gas karena lemahnya harga minyak juga akan menggerus harga jasa penunjang hulu.
Namun, perseroan mengaku telah mengantisipasi fluktuasi harga minyak dengan menggenjot diversifikasi portofolio sehingga kinerja jasa di sektor hilir dapat menyeimbangi terkoreksinya kinerja perseroan di lini jasa hulu migas. Dengan demikian, kinerja ELSA dapat tetap tumbuh.
Wahyu pun mengungkapkan strategi tersebut telah terbukti berhasil menopang kinerja ELSA saat penurunan drastis harga minyak pada 2015-2016 lalu.
Adapun, mengutip laporan keuangan perseroan, sepanjang 2019 ELSA telah membukukan pendapatan usaha konsolidasi sebesar Rp8,4 triliun, naik 27 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar Rp6,6 triliun.
Pendapatan usaha konsolidasi itu dikontribusikan melalui segmen jasa distribusi dan logistik energi sebesar 49 persen, jasa hulu migas 46 persen, dan jasa penunjang 5 persen. Adapun, jasa hulu migas mencatatkan pertumbuhan signifikan sebesar 45 persen, yaitu sebesar Rp2,6 triliun pada 2018, naik menjadi Rp3,8 triliun pada 2019.
Untuk laba bersih konsolidasi, ELSA berhasil meraih sebesar Rp356 miliar, tumbuh 29 persen dibandingkan capaian tahun sebelumnya sebesar Rp276 miliar. Kontribusi laba bersih pun telah didominasi oleh segmen jasa distribusi dan logistik energi.
Di sisi lain, kondisi pasar yang masih cenderung kurang kondusif ini juga telah membuat perseroan menyesuaikan rencana peluncuran obligasi yang semula akan diterbitkan tahun ini untuk menopang ekspansi ELSA.
“Sementara tetap jalan, tetapi penerbitan tentunya bergantung kondisi makro saat ini,” papar Wahyu.
π
JAKARTA okezone -
PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) membukukan
pendapatan sebesar USD3,84 miliar atau Rp54,4 triliun sepanjang 2019. Pendapatan tersebut diperoleh terutama dari hasil
penjualan gas sebesar USD2.973,9 juta,
penjualan minyak dan gas sebesar USD374,35 juta,
transmisi gas sebesar USD245,7 juta dan pendapatan
usaha lainnya sebesar USD254,7 juta.
Selama periode 12 bulan di 2019, PGN mencatatkan laba operasi sebesar USD546,33 juta dan laba bersih yang diatribusikan ke entitas induk sebesar USD67,58 juta. EBITDA perseroan 2019 mencapai USD 1,04 miliar.
Sementara itu, PGN berhasil mempertahankan total penyaluran gas bumi sebesar 3.036 BBTUD dengan rinciannya, volume distribusi sebesar 990 BBTUD yang mengalami pertumbuhan 3% dibanding tahun sebelumnya. Pertumbuhan volume distribusi dikontribusikan oleh peningkatan konsumsi gas dari sektor kelistrikan dan sektor industri kimia. Volume transmisi gas bumi tahun 2019 tercatat sebesar 2.046 BBTUD.
Sekretaris Perusahaan PGN Rachmat Hutama menjelaskan, sebagai subholding gas, selama 2019 berhasil menambah infrastruktur gas bumi sepanjang 253 km , sehingga total jaringan pipa yang telah dibangun dan dikelola perseroan mencapai 10.169 km. Hal ini mencerminkan bahwa lebih dari 98 persen jaringan pipa gas bumi di Indonesia di usahakan oleh PGN.
"Sebagai perusahaan negara, komitmen kami adalah menyebarluaskan pemanfaatan gas bumi ke berbagai wilayah di Indonesia. Dalam situasi ekonomi yang sangat dinamis sepanjang 2019, PGN tetap menjalankan komitmennya itu dan membuka segmen-segmen pelanggan baru di daerah," jelas Rachmat, dalam keterangannya, Minggu (22/3/2020).
Pada 2019, PGN melayani lebih dari 397.400 pelanggan dari berbagai segmen seperti kelistrikan, pupuk, industri, UMKM, transportasi, hingga rumah tangga. Untuk meningkatkan dan mengoptimalkan layanan kepada pelanggan, PGN telah mengembangkan layanan PGN 360 Degree Integrated Solution.
π
Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan, PT Indika Energy Tbk., melalui anak perusahaannya PT Indika Mineral Investindo meningkatkan porsi kepemilikan saham di Nusantara Resource Limited, pengelola tambang Awak Mas, Sulawesi Selatan.
Managing Director dan CEO Indika Energy Azis Armand perseroan telah meneken perjanjian penyertaan saham dan perjanjian opsi dengan Nusantara Resources dan PT Masmindo Dwi Area senilai US$40 juta.
“Kami berinvestasi di sektor emas karena prospeknya yang baik di masa depan,” ujar Azis seperti dikutip dari keterangan resmi yang diterima Bisnis, Selasa (25/2/2020).
Perjanjian penyertaan saham tersebut merupakan kelanjutan dari rencana perseroan sejak tahun lalu. Dalam perjanjian itu, penyertaan modal dilakukan dalam dua tahap.
Pertama, perseroan akan melakukan penyertaan modal sebesar 25 persen saham di Masmindo dengan nilai penyertaan sebesar US$15 juta. Tahap ini akan terlaksana apabila mendapat persetujuan dari pemegang saham Nusantara Resources, perusahaan tercatat di Bursa Australia.
RUPS Nusantara Resources dijadwalkan berlangsung pada April 2020. Aksi korporasi itu juga baru bisa terlaksana bila mendapat persetujuan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kedua, Indika memiliki hak untuk melakukan penyertaan 15 persen saham tambahan di Masmindo senilai US$25 juta. Penyertaan tahap kedua itupun hanya dapat dilaksanakan apabila mendapat persetujuan dari RUPS Nusantara, Kementerian ESDM, dan persetujuan untuk menambang dari Masmindo.
Lewat dua tahap tersebut, Indika akan menjadi pemilik mayoritas Masmindo dengan jumlah kepemilikan sebesar 52,6 persen, baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun, per Desember 2019 INDY memiliki saham di Nusantara sebesar 21,02 persen.
Selain Perjanjian Penyertaan Saham, Indika Energy juga menandatangani Perjanjian Opsi dengan Nusantara sehubungan dengan usulan pemberian 10 juta opsi oleh Nusantara kepada Indika Energy yang dapat dieksekusi hingga 1 Desember 2022 dengan harga AUS$0,61 per saham.
Perusahaan bersandi saham INDY itu juga telah memiliki opsi sejumlah 16.693.711 saham yang dapat dieksekusi hingga 30 November 2020 dengan harga AUS$0,35 per saham.
Untuk diketahui, Nusantara Resources merupakan pemilik 100 persen saham pertambangan Awak Mas yang terletak di Sulawesi Selatan. Proyek Awak Emas itu memiliki perkiraan cadangan ore sebesar 1,1 juta ounce dan sumber daya sebesar 2 juta ounce. Investasi untuk menggarap tambang ini diperkirakan mencapai US$150-200 juta.
Menurut Aziz, tahapan definitive feasibility study (DFS) tambang Awak Mas sudah dilakukan pada akhir tahun 2018. Studi itu memberikan konfirmasi terkait prospek tambang, masa pemanfaatan, dan biaya penambangan.
"Saat ini Proyek Awak Mas dalam tahap studi lanjutan untuk optimasi tambang dan persiapan pembangunan proyek,” jelas Azis.
π
Britama.com – Elnusa Tbk (
ELSA) membukukan pertumbuhan
pendapatan tahun 2019 sebesar 26,58% YoY menjadi Rp8,38 triliun.
Peningkatan pendapatan tersebut ditopang diversifikasi portofolio ditengah penurunan harga minyak global dan peralihan blok terminasi ke Pertamina.
Penurunan harga minyak tersebut mengakibatkan adanya permintaan diskon besar pada harga jasa migas ELSA sementara ketika harga minyak global kembali naik tidak langsung meningkatkan harga jasa migas ELSA melainkan lmenggairahkan aktivitas eksplorasi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).
Dengan peralihan blok terminasi ke Pertamina dan gairah aktivitas eksplorasi migas memberi peluang positif bagi ELSA. Tercatat tiap segmen bisnis ELSA berhasil mencetak kinerja positif pada tahun 2019 lalu sehingga menopang pendapatan secara keseluruhan.
- Kinerja jasa penunjang migas naik 55% menjadi Rp442 miliar,
- jasa hulu migas naik 45% menjadi sebesar Rp3,8 triliun, dan
- jasa distribusi dan logistik energi naik 12% menjadi sebesar Rp4,1 triliun.
Sementara marjin laba bersih ELSA tercatat naik menjadi 4,3% dari tahun sebelumnya sebesar 4,2%. Untuk itu perseroan membukukan laba bersih tahun 2019 sebesar Rp356,47 miliar atau naik 29,01% YoY.
π
JAKARTA, investor.id – PT Elnusa Tbk (
ELSA) menganggarkan belanja modal (
capital expenditure/capex) sebesar Rp 1,4 triliun pada 2020.
Capex tersebut lebih tinggi dibandingkan 2019 yang mencapai Rp 1 triliun.
Direktur Keuangan Elnusa Hery Setiawan menjelaskan, capex tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai proyek. Salah satunya adalah fabrikasi hydraulic workover unit untuk jasa kerja ulang sumur dan pembangunan infrastruktur bisnis hilir Pertamina.
"Elnusa sedang menjajaki beberapa model sumber pendanaan untuk belanja modal ini, sumber pendanaannya akan berasal dari internal maupun eksternal," jelas dia dalam keterangan tertulis yang diterima Investor Daily, Selasa (18/2).
Sementara itu, pada 2019, perseroan menganggarkan capex sebesar Rp 1 triliun. Dari nilai tersebut, perseroan berhasil menyerap capex sebesar Rp 700 miliar. Capex tersebut digunakan untuk investasi ocean bottom nodes untuk survei seismik laut dan akuisisi depot LPG Amurang di Sulawesi Utara.
Belanja modal tersebut, lanjut Hery, juga bertujuan untuk mendukung pendapatan usaha pada 2020 yang ditargetkan mencapai Rp 9,1 triliun, meningkat di atas 8% dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara, laba bersih diharapkan tercapai di atas Rp 400 miliar. "Melihat prospek bisnis ke depan, kami optimis bisa mencapai target kinerja tahun 2020 ini," ujar dia.
Pada 2019, perseroan berhasil membukukan pendapatan usaha sebesar Rp 8,4 triliun atau bertumbuh 27%. Nilai tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 6,6 triliun.
Pendapatan usaha ini dikontribusi oleh segmen jasa distribusi & logistik energi sebesar 49%, jasa hulu migas sebesar 46% dan jasa penunjang 5%. Selain itu, jasa hulu migas juga mencatatkan pertumbuhan sebesar 45% menjadi Rp 3,8 triliun dari sebelumnya yang mencapai Rp 2,6 triliun pada 2018.
Sedangkan laba konsolidasi tercatat sebesar Rp 356 miliar. Nilai tersebut bertumbuh 29% dibandingkan perolehan pada 2018 yang mencapai Rp 276 miliar. Kontribusi laba bersih ini didominasi oleh segmen jasa distribusi dan logistik energi.
Hery menjelaskan, kinerja keuangan tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya adalah penurunan harga minyak dunia dan peralihan blok terminasi ke Pertamina. Dia mengungkapkan, penurunan harga minyak menyebabkan permintaan diskon besar harga jasa migas Elnusa. Sebaliknya, peningkatan harga minyak tidak secara langsung meningkatkan harga jasa migas Elnusa, namun menggairahkan aktivitas eksplorasi migas.
"Berbagai peluang positif ini kami raih melalui strategi diversifikasi portofolio dan kompetensi jasa migas yang lengkap, hulu hingga ke hilir, kami memastikan untuk terus bertumbuh," kata dia.
Hery melanjutkan, rasio profitabilitas masih perlu beradaptasi terhadap berbagai faktor eksternal. Margin laba kotor konsolidasi tercapai 10,3% dan margin laba operasi menjadi 6,3%. Sementara margin laba bersih tercatat naik menjadi 4,3% dari sebelumnya 4,2% (yoy).
"Walaupun margin laba bersih belum ideal. Pertumbuhan pendapatan usaha maupun laba bersih konsolidasi Elnusa sangat signifikan. Berbekal rencana capex 2020, kami meyakini akan tumbuh lebih tinggi lagi," ujar Hery.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten batubara terus memperluas pasar ekspor, salah satunya PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) yang tengah melihat potensi untuk menambah porsi penjualan ke pasar India.
Direktur dan Sekretaris Dileep Srivastava Bumi Resources mengatakan BUMI memperluas pasokan batubara ke India. “Ada dua pasar tambahan Filipina dan Vietnam,” katanya, Selasa (26/11).
Selain BUMI, perusahaan penambangan batubara milik negara PT Bukit Asam Tbk (
PTBA) juga berhasil mendekap kontrak penjualan batubara ke Taiwan. PTBA bakal mengekspor batubara kalori tinggi sebanyak 2 juta ton atau senilai kurang lebih Rp 2 triliun untuk 2020 mendatang.
Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, upaya perusahaan batubara untuk memperluas pasar ekspor bisa menjadi strategi di saat China mengurangi impor, meski hal ini tak begitu signifikan terhadap kinerja keuangan perusahaan penambangan batubara.
Ia bilang, perusahaan penambangan batubara bisa melakukan divesifikasi bisnis sebagai salah satu strategi di tengah penurunan harga batubara.
Dengan kondisi perlambatan ekonomi saat ini, ia memproyeksi tren penurunan untuk emiten batubara bakal berlanjut hingga awal tahun mendatang. “Secara valuasi dibanding tahun lalu sekarang jauh lebih murah,” katanya Selasa (26/11).
Menurutnya, emiten batubara masih menarik untuk investasi jangka panjang atau paling tidak selama lima tahun. Ia melihat salah satu saham batubara yang masih menarik yakni PTBA lantaran secara kinerja juga masih menghasilkan laba.
Sementara untuk investasi jangka pendek, ia menyarankan investor untuk menghindari lebih dulu emiten penambangan batubara lantaran masih sulit untuk naik kembali. Ia merekomendasikan investor untuk membeli saham PTBA dengan target harga Rp 3.000 per saham.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lo Kheng Hong, investor ternama di tanah air kembali menambah kepemilikan di PT Petrosea Tbk (
PTRO).
Aksi beli yang dilakukan Lo Kheng Hong tak urung ikut mendongkrak harga saham PTRO.
Data PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI), per 4 November 2019 kepemilikan Lo Kheng Hong di PTRO bertambah 2.019.200 saham dibanding posisi per 1 November 2019.
Secara keseluruhan Lo Kheng Hong kini memiliki 140.488.600 saham PTRO.
Porsi kepemilikannya di anak usaha PT Indika Energy Tbk (
INDY) itu bertambah menjadi 13,93%.
Sebagai perbandingan, per 31 Oktober 2019 merujuk laporan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), Lo Kheng Hong memiliki 137.842.000 saham, setara 13,667% modal ditempatkan dan disetor PTRO.
Artinya, pada rentang 1 November 2019 hingga 4 November 2019 Lo Kheng Hong sudah membeli 2.646.600 saham PTRO.
Data perdagangan harian PTRO menunjukkan, tidak ada transaksi di pasar negosiasi pada rentang waktu tersebut.
Sementara di pasar reguler total saham PTRO yang diperdagangkan pada 1 hingga 4 November 2019 sebanyak 2.994.900 saham.
Pertengahan Oktober
Dus, bisa disimpulkan, sebagian besar saham tersebut merupakan transaksi yang dilakukan Lo Kheng Hong.
Sementara itu harga rata-rata PTRO di 1-4 November adalah Rp 1.480 per saham.
Jika menggunakan patokan ini, investasi yang digelontorkan Lo Kheng Hong untuk membeli 2.646.600 saham PTRO adalah sekitar Rp 3,92 miliar.
Sebagai catatan, pada 31 Oktober 2019 harga PTRO ditutup di Rp 1.475 per saham.
Hingga 7 November 2019 pukul 09.30 WIB, harga PTRO sudah berada di Rp 1.595 per saham.
Namun sejatinya saham PTRO sudah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan sejak pertengahan Oktober 2019.
Pada 15 Oktober 2019 harga sahamnya ada di Rp 1.340 per saham dan sejak saat itu mulai menapaki jalur mendaki.
BEI baru mempublikasikan laporan keuangan Petrosea yang terbaru pada 31 Oktober 2019.
Hasilnya, per 30 September 2019 total pendapatannya tumbuh 16,12% secara year-on-year (yoy).
Sementara laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk melejit 15,81% yoy menjadi US$ 20,58 juta.
π
Bisnis.com, JAKARTA — PT Indika Energy Tbk. masih optimistis produksi pada akhir tahun mencapai target 34 juta ton meskipun dibayangi pelemahan berkelanjutan harga batu bara acuan (HBA) sepanjang tahun berjalan.
Kinerja produksi batu bara emiten berkode INDY itu dalam 9 bulan tahun ini mencapai 26 juta ton atau sebesar 76,4% dari yang ditargetkan sebesar 34 juta ton. Target tersebut tidak beranjak dari capaian tahun lalu.
Managing Director and Chief Executive Officer (CEO) INDY Azis Armand mengatakan produksi batu bara dalam sembilan bulan pertama ini masih sesuai dengan rencana kerja perusahaan.
"Antara realisasi tahun lalu dengan target produksi batu bara tahun ini tak berubah. Realisasi produksi batu bara sembilan bulan ini sudah sesuai dengan rencana," ujarnya dalam paparan kinerja kuartal III, Kamis (31/10/2019).
Lebih lanjut lagi, dia menuturkan kondisi batu bara di tahun ini cukup menantang bila dibandingkan dengan tahun lalu. Terlebih, permintaan batu bara cenderung flat.
Produksi batu bara domestik di Indonesia cenderung meningkat karena udara di Pulau Kalimantan sangat kering. Selain itu, produksi batu bara di negara lain seperti Australia, India, China, dan Afrika Selatan cukup baik.
Oleh karena itu, terjadi peningkakan suplai batu bara di pasar tahun ini yang berdampak pada harga batu bara global mengalami tekanan. Di Indonesia, permintaan relatif stabil.
Meskipun realisasi produksi batu bara sesuai dengan yang direncanakan, namun hal ini belum dapat meningkatkan kinerja keuangan perusahaan yang berkode emiten INDY ini. Pasalnya, terdapat tekanan pada harga jual batu bara.
"Biaya produksi sesuai rencana perkiraan setahun, ada sedikit peningkatan dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Ada beberapa faktor seperti minyak naik, stripping ratio meningkat menjadi 6,4 kali pada 9 bulan tahun ini dari sebelumnya yang 6,2 kali sehingga berdampak ke biaya produksi. Jadi kinerja keuangan mengalami penurunan," ucapnya.
PT Kideco Jaya Agung yang merupakan anak usaha dari INDY yang bergerak di sektor produsen batu bara menjadi kontributor terbesar dalam penurunan pendapatan sebesar 15,2% menjadi US$1.194,3 juta di sembilan bulan tahun ini dari periode yang sama tahun lalu senilai US$1.408,7 juta.
Adapun harga jual batu bara rerata Kideco dalam sembilan bulan tahun ini sekitar US$45,7 per ton dari periode yang sama tahun lalu yang mencapai US$54 per ton.
"Memang harga jual batu bara di luar kontrol. Kami terus lakukan perbaikan dan potensi efisiensi tetapi tidak bisa langsung terdampak, dampaknya bisa muncul akhir di tahun ini atau tahun 2020. Meski ada tekanan harga besar tetapi ada peningkatan kinerja," katanya.
Menurutnya, aksi China yang meningkatkan kuota impor batu bara sepanjang tahun ini di atas 10% memang berdampak pada peningkatan positif pada harga batu bara yang naik sebesar US$2 hingga US$3 per ton.
π
PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM)
Kisah serupa dialami saham Antam (ANTM). Ketika bursa tutup warung menjelang petang, saham ANTM sedang berada di harga Rp 1.170 per saham.
Dibandingkan dengan harga sebelumnya (Rp 1.070), berarti harga saham ANTM naik 9,35%. Pada awal perdagangan, saham ANTM dibuka di atas harga penutupan sebelumnya, tepatnya Rp 1.120 per saham.
Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 1.175 dan harga terendah Rp 1.115, saham ANTM ditutup naik Rp 100 dalam sehari.
Harga permintaan (bid) tertinggi ANTM ketika penutupan Rp 1.165 per saham. Di lain sisi, harga penawaran (offer) terendah di Rp 1.170 per saham.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham ANTM mencapai Rp 436,80 miliar. Adapun total volume saham yang ditransaksikan mencapai 3.809.235 lot.
PT Vale Indonesia (INCO)
Saham tambang nikel Vale juga ditutup menghijau. Ketika bursa menutup hari perdagangan, saham INCO berada di harga Rp 3.970 per saham.
Dibandingkan dengan harga sebelumnya (Rp 3.530), berarti harga saham INCO naik 12,46%. Pada awal perdagangan, saham INCO dibuka di atas harga penutupan sebelumnya, tepatnya Rp 3.800 per saham.
Sempat menyentuh harga tertinggi Rp 4.320 dan harga terendah Rp 3.800, saham INCO ditutup naik Rp 440 dalam sehari.
Pada saat penutupan, harga permintaan (bid) tertinggi Rp 3.970 per saham. Di lain sisi, harga penawaran (offer) terendah di Rp 3.980 per saham.
Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total nilai transaksi saham INCO mencapai Rp 673,60 miliar. Adapun total volume saham yang ditransaksikan mencapai 1.661.185 lot.
π
Bisnis.com, JAKARTA— PT
Elnusa Tbk. melakukan ekspansi ke bisnis berbasis aset dengan melakukan pembelian depot
liquified petroleum gas di Sulawesi Utara pada 2019.
Head of Corporate Communications Elnusa Wahyu Irfan mengungkapkan pembelian dan revitalisasi depot liquified petroleum gas (LPG) di Sulawesi Utara merupakan realisasi penjajakan bisnis baru. Langkah itu merupakan bagian strategi pengembangan segmen bisnis distribusi dan logistik energi.
Wahyu menuturkan sebelumnya emiten berkode saham ELSA itu lebih banyak menggenjot kinerja dengan jasa distribusi dan logistik energi. Layanan yang diberikan antara lain transportasi bahan bakar minyak [bbm] dan pengelolaan depot.
“Sekarang kami tidak hanya melakukan jasa pengelolaan depot melainkan membeli, merevitalisasi, serta mengelola depot LPG sendiri di Sulawesi Utara,” ujarnya kepada Bisnis.com, Kamis (11/7).
Dia tidak menyebut secara detail berapa dana yang digunakan untuk melakukan pembelian depot LPG di Sulawesi Utara. Akan tetapi, pihaknya menggambarkan dana yang dikeluarkan lebih dari separuh realisasi belanja modal sampai dengan Mei 2019.
Pada Januari 2019—Mei 2019, entitas anak PT Pertamina (Persero) itu mengucurkan belanja modal Rp400 miliar. Selain pembelian depot, perseroan juga berinvestasi dengan investasi peralatan kerja di jasa hulu migas.
Dengan realisasi itu, ELSA telah merealisasikan 40% target belanja modal tahun ini. Total dana yang dialokasikan senilai Rp1 triliun.
Wahyu mengungkapkan perseroan masih mengincar tambahan depot baik bbm maupun LPG. Menurutnya, saat ini masih dalam proses penjajakan.
Dia mengatakan kontribusi pendapatan dari investasi depot akan mulai dirasakan pada akhir 2019. Pasalnya, masih ada proses revitalisasi yang harus dilakukan.
“Pada 2020, kami berharap investasi ini berbuah manis,” jelasnya.
Di sisi lain, Wahyu membeberkan segmen jasa hulu migas menunjukkan perbaikan kinerja. Hal itu sejalan kontribusi pendapatan pada Mei 2019 sudah lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Dari sisi bisnis jasa survei seismik per Mei 2019, ELSA telah mendapatkan 6 pekerjaan. Salah satunya Survei Seismik Marine 2D di Vietnam dengan Elsa Regent.
“Untuk tahun ini kami yakin bahwa pertumbuhan ELSA semakin baik,” paparnya.
Sebelumnya, Direktur Utama Elnusa Elizar Parlindungan Hasibuan mengatakan perseroan memiliki sejumlah rencana bisnis pada 2019. Menurutnya, ELSA memiliki rencana di sisi upstream, midstream, serta downstream.
Elizar mengatakan perseroan akan memperkuat lini bisnis upstream. Hal itu sejalan dengan meningkatknya kegiatan di bidang minyak dan gas (migas).
Pada 2019, dia menyebut perseroan mengalokasikan belanja modal Rp1 triliun. Nilai itu naik 66,66% dari Rp600 miliar pada 2018.
Dari alokasi belanja modal tahun ini, lanjutnya, kurang lebih sekitar 50% akan dialokasikan untuk lini upstream. Salah satu rencana perseroan yakni pengembangan teknologi baru.
“Tentunya jasa [migas] akan meningkat, jadi banyak investasi yang akan dilakukan tahun ini,” jelasnya.
π
JAKARTA okezone- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkap cadangan
tambang hingga beberapa tahun ke depan. Hal tersebut disampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII dengan Kementerian ESDM hari ini.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Bambang Gatot mengatakan, cadangan komoditas tembaga sebanyak 2,76 miliar ton. Sementara, produksi per tahun pada tahun 2018 sebesar 70 juta ton untuk bijih dan 3 juta ton konsentrat
Dengan cadangan sebesar itu, produksi bijih bisa untuk 39 tahun. Sementara, kapasitas input eksisting tahun 2019 sebesar 2,4 juta ton.
"Kapasitas input 2,4 juta ton, outputnya 300 ribu katoda tembaga. Katoda kebutuhan dalam negeri berdasarkan RIPIN yang dikeluarkan Perindustrian 2 juta ton, katoda tembaga masih kurang. Riilnya 218 ribu kebutuhan sekarang, 2 juta rencana, dengan kondisi riil 218 ribu kita masih positif 69 ribu," ujarnya di Gedung DPR-RI, Jakarta, Senin (8/7/2019).
Sementara itu, cadangan komoditas nikel mencapai 3,57 miliar ton dengan produksi tambang per tahun 17 juta ton bijih. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 184 tahun.
Sementara itu untuk, besi cadangan mencapai 3 miliar ton dengan produksi bijih besi dan pasir besi 3,9 juta ton per tahun, dan konsentrat besi 3,1 juta on. Umur cadangan berdasarkan produksi bijih 769 tahun. Kapasitas output untuk bijih besi 1,3 juta ton dan pasir besi 65,6 ribu ton.
"Besi ada 3 miliar, dan ini masih umurnya panjang karena smelter besi banyak yang kurang. Kalau dilihat kebutuhan dan tersedianya besi riil itu 7 juta, sehingga kita minus, kurang dari kebutuhannya," jelasnya.
Berikut data cadangan tambang Indonesia:
1. Tembaga
Cadangan 2,76 miliar ton
Umur cadangan 39 tahun
2. Nikel
Cadangan 3,57 miliar ton
Umur cadangan 184 tahun
3. Besi
Cadangan 3 miliar ton
Umur cadangan 769 tahun
4. Bauksit
Cadangan 2,4 miliar ton
Umur cadangan 422 tahun
5. Emas
Cadangan 1.132 Au
Umur cadangan 28 tahun
6. Perak
Cadangan 171.499 ton Ag
Umur cadangan 1.143 tahun
7. Timah
Cadangan 1,5 juta ton Sn
Umur cadangan 21 tahun.
(fbn)
π
Liputan6.com, Jakarta - Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) bertahan di zona hijau sepanjang perdagangan saham Selasa pekan ini.
Pada penutupan perdagangan saham, Selasa (25/6/2019),
IHSG naik 31,98 poin atau 0,51 persen ke posisi 6.320,44. Indeks saham LQ45 juga menguat 0,59 persen ke posisi 1.003,92. Seluruh indeks saham acuan kompak menghijau.
Sebanyak 219 saham menguat sehingga mengangkat IHSG ke zona hijau. 174 saham melemah dan 157 saham diam di tempat. Pada Selasa pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.327,98 dan terendah 6.308.
Total frekuensi perdagangan saham 479.028 kali dengan volume perdagangan 14,6 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 7,8 triliun. Investor asing beli saham Rp 441,85 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.125.
Sebagian besar sektor saham menghijau yang dipimpin penguatan oleh sektor saham tambang naik 5,12 persen. Disusul sektor saham industri dasar menanjak 1,14 persen dan sektor saham pertanian mendaki 0,84 persen. Sementara itu, sektor saham aneka industri dan konstruksi masing-masing turun 0,08 persen dan 0,36 persen.
Saham-saham yang kompak menguat antara lain saham INDY mendaki 25,47 persen ke posisi Rp 1.675 per saham, saham SMBR mendaki 24,57 persen ke posisi Rp 1.090 per saham, dan saham ALKA naik 21,67 persen ke posisi Rp 438 per saham.
Sedangkan saham-saham yang melemah antara lain saham YPAS turun 24,79 persen ke posisi Rp 352 per saham, saham HDFA tergelincir 19,05 persen ke posisi Rp 136 per saham, dan saham YULE susut 11,05 persen ke posisi Rp 161 per saham.
Bursa saham Asia sebagian besar melemah. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 1,15 persne, indeks saham Korea Selatan Kospi tergelincir 0,22 persen.
Selain itu, indeks
saham Jepang Nikkei merosot 0,43 persen, indeks saham Shanghai turun 0,87 persen, indeks saham Singapura susut 0,19 persen dan indeks saham Taiwan melemah 0,67 persen. Sementara itu, indeks saham Thailand naik 0,29 persen.
π
Bisnis.com, JAKARTA—PT
Perusahaan Gas Negara Tbk. tertarik mendapatkan pasokan gas dari Blok Sakakemang apabila blok tersebut nantinya sudah mulai berproduksi.
Direktur Utama PGN Gigih Prakoso mengatakan sudah berkomunikasi dengan SKK Migas untuk ikut mendukung pengembangan di Blok Sakakemang. Jika nantinya berproduksi, PGN akan senang hati mendapat pasokan gas dari wilayah kerja tersebut.
“Memberikan alternatif pasokan, selama ini datang dari Blok Corridor. [ConocoPhillips]. Ke depan kalau ada penurunan produksi dapat digantikan daru Sakakemang,” katanya.
Februari lalu, Repsol bersama Petronas dan MOECO seketika mencuri perhatian serta membuat sektor minyak dan gas nasional lebih bergairah. Repsol dan kolega telah membuat sejarah dengan menemukan potensi cadangan gas terbesar di Tanah Air dalam 18 tahun terakhir. Tidak sampai di situ, perusahaan migas asal Spanyol ini pun, mengklaim bahwa penemuan kali ini menjadi satu dari sepuluh penemuan terbesar dalam satu tahun terakhir.
Sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X), Sumatra Selatan, yang ditajak pada 20 Agustus 2018 telah memberikan estimasi awal setidaknya 2 TCF dari sumber daya yang dapat dipulihkan. Adapun lokasi sumur berada sekitar 60 Km dari lapangan gas Suban.
Atas temuan tersebut, Repsol dan Pemerintah berkomitmen melakukan produksi pertama minyak dan gas bumi (first oil) dari Blok Sakakemang dalam tiga tahun mendatang.
Sementara itu, Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengaku diuntungkan dengan keberadaan jaringan pipa gas di Sumatra Selatan, dan faktor pendukung lainnya.
"Ada pemikiran discovery itu sampai produksi sampai puluhan tahun, kami lagi coba agar dari discovery sampai produksi gas itu 3 tahun. Terus terang kami beruntung di Sumatra Selatan," katanya, Selasa.
Selain terkait pembangunan fasilitas pendukung, aspek pembeli gas juga telah dikalkulasi. Menurutnya, pencarian pembeli dan proses perjanjian jual beli gas (PJBG) tidak memakan waktu lama. Pasalnya, konsumen di industri pupuk ataupun penyaluran gas ke kilang Pertamina, masih terbuka lebar.
"Saat ini memang dipasok oleh ConocoPhillips [Blok Corridor], namun kami liat masih ada potensi termasuk konsumen industri di Jawa Barat, karena sudah ada pipa dari Sumatra ke Jawa," tambahnya.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Indika Energy Tbk (
INDY) menyetujui pembagian dividen sebesar US$ 60 juta untuk tahun buku 2018. Ini merupakan total dividen tahun lalu. Pada tahun 2018 lalu INDY sudah membagikan dividen interim sebesar US$ 20 juta.
Dividen final tunai sisanya sebesar US$ 40 juta akan dibagikan pada 29 Mei 2019.
Direktur INDY, Aziz Armand mengatakan, besaran dividen tersebut setara dengan 74,9% dari laba bersih INDY sebesar US$ 80,1 juta. Adapun dividen per saham INDY menjadi sebesar US$ 0,007677 per saham.
“Dividen tahun buku 2018 total sebesar US$ 60 juta. Namun sebelumnya sudah dibagikan lebih awal dalam bentuk dividen interim sebesar US$ 20 juta,” ujar Aziz saat RUPST INDY, Kamis (25/4).
Sekadar informasi, pada tahun 2018 lalu INDY berhasil mencetak laba bersih hingga US$ 80,1 juta. Perolehan laba tersebut harus turun signifikan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar US$ 335,4 juta.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) resmi membagikan dividen final untuk tahun buku 2019 sebesar Rp 1,38 triliun. Adapun nilai tersebut setara dengan 31,79% dari laba bersih PGN di tahun 2018.
Direktur Utama PGAS, Gigih Prakoso mengatakan, berdasarkan hasil rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST), diputuskan untuk membagikan dividen sebesar Rp 1,38 triliun. “Ini setara dengan Rp 56,99 per saham. Naik 80% dari tahun sebelumnya,” ujar Gigih saat konferensi pers RUPST PGAS, Jumat (26/4).
Asal tahu saja, pada tahun 2018 lalu, PGAS mencatatkan laba bersih sebesar Rp 4,34 triliun atau tumbuh 54,89% secara year on year (yoy) dari tahun sebelumnya. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, dividen per saham naik menjadi Rp 56,99 per saham dari tahun sebelumnya sebesar Rp 31,61 per saham. Selain itu, dengan asumsi harga saham PGAS saat ini di level Rp 1.560 per saham, maka dividend yield PGAS menjadi 3,65%.
Di luar pembahasan penggunaan laba bersih, pada RUPST kali ini, PGAS mengangkat direktur tambahan baru yang akan memimpin direktorat strategis dan pengembangan bisnis. Menurut Gigih, ini merupakan aktivasi kembali posisi direktur yang sebelumnya sudah pernah ada pada medio 2016 sampai 2017.
“Syahrial Mukhtar akan mengisi posisi direktur strategi dan pengembangan bisnis. Sebelumnya bapak Syahrial Mukhtar di Pertamina,” ujar Gigih.
π
JAKARTA okezone - PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) berhasil mempertahankan kinerja positif pada tahun lalu, baik dari sisi finansial maupun operasional. Tahun lalu, PGN mencatatkan kinerja konsolidasi yang positif. Dari sisi pendapatan mencapai USD3,87 miliar, dengan EBITDA sebesar USD1,20 miliar. Total aset yang dikelola PGN mencapai USD7,94 miliar.
Dari kinerja konsolidasi secara operasional, pada sisi hulu PGN menorehkan catatan lifting minyak dan gas bumi sebesar 39.213 BOEPD, sedangkan pengelolaan bisnis hilir meliputi niaga gas sebesar 962 BBTUD, transmisi gas sebanyak 2.101 MMSCFD, dan bisnis hilir lainnya 210 BBTUD.
Pada 2018, PGN secara konsolidasi menghasilkan laba operasi USD645 juta, meningkat dibandingkan tahun 2017 sebesar USD515 juta. Hasil positif itu didorong peningkatan dari sisi pendapatan sebesar USD3,8 miliar, melonjak dari posisi USD3,5 miliar pada periode sebelumnya. Alhasil, posisi keuangan PGN pun kian kuat.
Adapun laba bersih menembus angka USD305 juta, naik signifikan dibandingkan tahun 2017 sebesar USD197 juta. Kinerja keuangan inipun diganjar penilaian yang stabil oleh berbagai lembaga pemeringkat utang.
Direktur Utama PGN, Gigih Prakoso, mengatakan secara keseluruhan, kondisi keuangan PGN masih stabil, tidak seburuk periode sebelumnya. Kinerja keuangan yang menghijau itu ditopang geliat operasional. PGN selama tahun lalu, berhasil meningkatkan volume distribusi gas, dari posisi 894 BBTUD, naik 8% menjadi 962 BBTUD pada 2018.
Sedangkan untuk transmisi gas, PGN mencetak volume sebesar 2.101 MMSCFD, lebih besar dibandingkan 2.078 MMSCFD volume transmisi gas pada 2017.Hal inipun menggambarkan pertumbuhan signifikan sisi operasional PGN, mengingat pada periode 2016-2017, kenaikan kinerja operasional sangat tipis.
"Peningkatan operasi bisnis tersebut, tak lepas dari ekspansi pelayanan yang digarap PGN. Hingga tahun lalu, tercatat jumlah pelanggan distribusi gas mencapai 325.914, naik dari posisi 299.766 pada 2017. Terlebih lagi adanya lompatan kenaikan jumlah pelanggan sejak 2014 yang hanya sebesar 96.049.Kondisi yang kian berkembang itu, mendorong PGN untuk melakukan beragam inovasi," ujarnya dalam RUPST, Jumat (26/4/2019).
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan ini, pemegang saham juga menyepakati pergantian pengurus perusahaan. Pergantian terjadi pada susunan Direksi dan Komisaris. Baca: PGN Bagikan Dividen Rp1,38 Triliun
Rapat memutuskan menambah 1 Direksi dan mengganti 1 Komisaris, serta menambah 1 Komisaris. Adapun Pertamina selaku pemegang surat kuasa dari Kementerian BUMN atas PT PGN Tbk mengusulkan pergantian Komisaris atas nama Hambra menjadi Lucky Alfirman, dan menambah Mas’ud Khamid dalam jajaran Dewan Komisaris PGN.
Sementara itu, jajaran Direksi PGN saat ini dilengkapi dengan masuknya Syahrial Mukhtar menjadi Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis. Berikut susunan Direksi dan Komisaris PGN:
Jajaran Direksi:
Direktur Utama : Gigih Prakoso
Direktur Infrastruktur dan Teknologi: Dilo Seno Widagdo
Direktur Komersial: Danny Praditya
Direktur Keuangan: Said Reza Pahlevy
Direktur SDM dan Umum: Desima Equalita Siahaan
Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis: Syahrial Mukhtar
Jajaran Komisaris:
Komisaris Utama: IGN Wiratmaja Puja
Komisaris: Lucky Alfirman
Komisaris: Mohamad Ikhsan
Komisaris Independen: Paiman Rahardjo
Komisaris Independen: Kiswodarmawan
Komisaris: Mas'ud Khamid
(ven)
π
JAKARTA okezone-
PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk terus berusaha meningkatkan pembangunan jaringan gas (jargas) rumah tangga. Ditargetkan pada 2020, ada sekitar 1,2 juta jaring gas rumah tangga yang tersambung.
Direktur Utama PGN Gigih Prakos mengatakan, wacana pembangunan tersebut tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Dalam Ruen, ditargetkan jaringan gas mencapai 4,7 juta sambungan.
"RUEN 4,7 jaringan gas dicapai 5 tahun ke depan sampai 2024. Saat ini sedang siapkan proposal bagaimana capai target itu," ujarnya dalam konferensi pers RUPST di Hotel Four Seasons, Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Menurut Gigih, nantinya jaringan gas ini juga diharpkan bisa digunakan secara komersial juga. Artinya, perseroan akan mencoba membangun jargas ini untuk keperluan rumah tangga dan juga industri.
Sesuai klasterisasi, konsumen jaringan gas dibagi menjadi beberapa segmen. Yakni konsumen rumah tangga (RT) dan pelanggan kecil (PK). Untuk rumah tangga dibagi menjadi RT-1 yang terdiri dari rumah susun, rumah sederhana dan rumah sangat sederhana dan RT-2 yang terdiri dari rumah mewah, rumah menengah ke atasm dan apartemen.
Sementara untuk pelanggan kecil yakni PK-1 yang terdiri dari puskesmas, RS pemerintah, dan panti asuhan sedangkan PK-2 yakni hotel, restoran dan perkantoran.
Menurut Gigih, penambahan jargas harus diikuti dengan penambahan lapangan migas yang dikelola. Saat ini terdapat cadangan migas baru di Blok Migas Saka Kemang yang sangat potensial.
"Tentunya ingin kembangkan jargas lebih kepada bisnis yang komersial. Jadi ada strata yang kita kembangkan. Lebih komersil gimana dan tetap bisa layani konsumen-konsumen jargas yang perlu dibantu secara tarif harga spesial," kata Gigih.
Menurut Gigih, pembangunan jargas baru ini juga bertujuan untuk mengurangi penggunaan gas elpiji. Apalagi penggunaan jaringan gas ini jauh lebih murah ongkosnya dan tidak membebani impor negara.
“Kita akan fokus pengembangan jargas terutama untuk mendorong subtisusi penggunaan gas elpiji yang saat ini besaran subsidinya sudah luar biasa. Selain gas bumi, kita juga sudah punya produk baru berupa gas cair (LNG) yang saat ini sudah kita coba di wilayah Jawa Timur,” jelasnya.
Sementara itu, Direktur Infrastruktur dan Teknologi Dilo Seno Widagdo mengatakan, penambahan jargas sebanyak 1,2 juta sambungan dalam dua tahun tentunya membutuhkan penambahan capital expenditure (capex) atau belanja modal. Diperkirakan, kebutuhan modal untuk 1,2 juta sambungan jargas sekitar Rp12 triliun.
“Kita harus siapkan capex ini tapi tentunya kita harus melakukan pertemuan dahulu sehingga mungkin kita tidak sendiri, tapi bersama para pemangku kepentingan lain untuk sama-sama membangun jargas,” ucap Dilo.
Dana sebesar itu nantinya selain memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),pihaknya juga akan mencari skema pembiayaan lainnya. Seperti dengan melakukan kerjasama dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan usaha (KPBU).
“Memang saat ini kita lagi tahap pembicaraan secara keseluruhan,” ucapnya.
(fbn)
π
JAKARTA okezone - PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk memastikan PT Saka Energi Indonesia masih menjadi anak usahanya. Meskipun memang PT Pertamina (Persero) sudah melakukan uji tuntas atau due diligence terhadap PT Saka Energi Indonesia.
Direktur Utama PT PGN Tbk Gigih Prakoso mengatakan, due diligence memang sudah dilakukan oleh Pertamina pada beberapa saat yang lalu. Namun, untuk transaksi belum ada pembahasan yang detail.
"Due diligence memang dilakukan oleh Pertamina ini sudah selesai pada 2018 kemarin. Mengenai transaksi tapi belum dibahas detail," ujarnya dalam acara konferensi pers di Hotel Four Season, Jakarta, Jumat (26/4/2019).
Belum ada pembahasan mengenai transaksi ini membuat Saka Energi Indonesia masih menjadi anak usaha PGN. Sampai saat ini pengembangan bisnis dari Saka Energi masih menjadi fokus PGN.
"PGN masih komit untuk kembangkan Saka Energi, terutama tingkatkan kinerja keuangan," ucapnya.
Keputusan emiten berkode PGAS ini untuk melepas Saka Energi sesuai dengan pembentukan sub holding gas. Dalam sub holding gas, bisnis PGN hanya yang terkait hilir gas.
Maka itu, Saka Energi yang merupakan anak usaha PGAS di bidang hulu migas, akan dijual ke Pertamina.
Sebelumnya, PGAS telah menuntaskan akuisisi 51% saham anak usaha PT Pertamina, Pertamina Gas (Pertagas). Nilai akuisisinya mencapai Rp 20,18 triliun atau setara dengan USD1,39 miliar
(fbn)
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikkan harga minyak mentah dunia dinilai akan berdampak positif terhadap kinerja emiten-emiten di sektor pertambangan minyak di awal tahun ini. Lantas, sentimen ini menimbulkan stimulus terhadap harapan kinerja emiten-emiten yang lebih baik.
Sebagai informasi, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) di New York Mercantile Exchange berada di level US$ 63,89 per barel pada perdagangan Jumat (12/4) lalu. Angka ini tumbuh 40% year to date (ytd) dari penutupan perdagangan tahun lalu yakni US$ 45,41 per barel.
Setali tiga uang, dalam periode yang sama tren kenaikan juga terjadi pada minyak jenis Brent di ICE Futures yang pada Jumat lalu bertengger di level US$ 71,55 per barel. Posisi ini tumbuh 32,9% di level US$ 53,80 per barel.
Vice President Research Depertment Indosurya Bersinar Sekuritas William Surya Wijaya mengatakan dalam sektor minyak, masalah supply dan demand sangat memengaruhi fundamental.
Penyebab apresiasi harga minyak awal tahun ini utamanya dari langkah Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan non-OPEC tahun ini menargetkan memangkas produksi minyak sebanyak 1,2 juta barel per hari.
Namun, Analis BCA Sekuritas Willy Susanto mengatakan dengan ekspektasi permintaan minyak yang lebih lambat pada 2019, diperburuk oleh banyak minyak pasokan dari negara-negara non-OPEC khususnya Amerika Serikat (AS) kemungkinan harga minyak tahun ini lebih rendah dari tahun 2018.
Dalam proyeksi Energy Information Administration (EIA) AS, pasokan minyak dunia akan terus bertambah. Terakhir EIA melaporkan saat ini AS memiliki cadangan minyak sebesar tujuh juta barel.
Hasil tersebut rupanya lebih tinggi dari perkiraan pasar di level 2,6 juta barel. Laporan bulanan EIA ini, tetap mempertahankan perkiraan pertumbuhan minyak global 2019 di angka 1,4 juta barel per hari.
Analis PT Sinarmas Sekuritas Richard Suherman menilai rasa takut akan pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat bisa mengurangi pertumbuhan sektor ini.
Belum lagi, sentimen datang dari Libya yang menciptakan ketidakpastian di pasar minyak terkait kondisi geopolitik di sana. Pada awal bulan ini seorang pemimpin di Libya melakukan serangan untuk mengambil alih ibukota Tripoli.
Sehingga ini mengancam koreksi 1,3 juta barel per hari produksi minyak Libya. Ditambah sanksi AS terhadap Iran dan Venezuela ayang membuat negara tersebut masih bisa mengekspor minyaknya.
William menilai permintaan minyak dapat terkoreksi karena munculnya energi terbarukan yang dapat menjadi subtitusi minyak. “Sekarang mobil baterai dan listrik bertebaran kebutuhan rumah tangga kebanyakan sudah pagai gas,” kata William kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4).
William menuturkan emiten yang berkaitan dengan komoditas minyak tahun ini masih banyak tantangan, bahkan potensi tertekan lebih besar.
Willy meramal kinerja MEDC akan menjadi emiten yang unggul di sektor ini. Dalam risetnya 25 Januari mengatakan masih bisa cemerlang dengan pendapatan sampai dengan akhir tahun sebesar US$ 1,278 miliar. Angka ini tumbuh 3,48% dari pendapatan MEDC pada tahun lalu US$ 1,235 miliar.
Di sisi lain untuk laba bersih diramal sebesar US$ 82 miliar, tumbuh 41,3% dari pencapaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 58 miliar.
Selain itu, ini disokong oleh kabar baik dari Ophir Energy Plc, perusahaan yang terdaftar di bursa saham London akhirnya setuju diakuisisi perusahaan minyak dan gas asal Indonesia, PT Medco Energi Internasional Tbk senilai GBP 408,4 juta atau setara US$ 539 juta.
π§
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa perusahaan tercatat sudah mulai melebarkan sayap ke bisnis pertambangan emas. Beberapa perusahaan yang sudah serius menggarap kilauan emas ini adalah PT United Tractors Tbk (
UNTR), PT Indika Energy Tbk (
INDY) dan PT Medco Energi Internasional Tbk (
MEDC).
Teranyar adalah UNTR dan INDY yang baru mengakuisisi tambang emas pada tahun 2018 lalu. melalui PT Danusa Tambang Nusantara, UNTR resmi menjadi pemegang saham PT Agincourt Resources, pemilik tambang emas Martabe di Sumatra Utara. Nilai transaksi dari akuisisi ini mencapai US$ 917,9 juta.
Selain itu, INDY juga telah mengakuisisi 19,9% saham perusahaan tambang asal Australia, Nusantara Resources pada akhir tahun 2018. Indika melakukan penyertaan sebesar 33,4 juta saham Nusantara di harga A$ 0,23 per saham. Nilai transaksi penyertaan saham melalui aksi private placement itu mencapai A$ 7,78 juta.
Sebelumnya pun, MEDC juga telah mengakuisisi tambang emas Newmont sebesar Rp 33,8 triliun pada November 2016 lalu.
Sara Loebis, Sekretaris Perusahaan UNTR mengatakan, pihaknya masih optimistis lini bisnis emas UNTR melalui anak usaha, PT Danusa Tambang Nusantara (DTN) mampu memproduksi emas 350.000 oz pada tahun 2019. Hingga Februari 2019 lalu saja, produksi emas UNTR sudah mencapai 61.000 oz atau sekitar 17,43% dari target produksi.
“Untuk kontribusi kepada UNTR tergantung harga emas nanti. Sampai saat ini target masih sama dengan belum ada revisi,” ujar Sara kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4).
Asal tahu saja, UNTR menganggarkan US$ 50 juta untuk operasional tambang emas ini. Untuk bulan Desember 2018 lalu, produksi emas mencapai 35.000 oz. Sebagai gambaran, berdasarkan laporan keuangan UNTR di tahun 2018 lalu, PT Agincourt Resources yang sahamnya dimiliki 95% oleh Danusa Tambang, meraih laba tahun berjalan sebesar Rp 276,5 miliar.
Dalam lima tahun ke depan, INDY berharap bisa mengantongi 25% pendapatan dari bisnis non-batubara yang di dalamnya ada kontribusi tambang emas. Saat ini baru 20%.
Cadangan tambang emas perusahaan Nusantara Resources mencapai 1,2 juta oz emas. INDY berharap, tambang ini dapat mulai berproduksi tahun 2021 dengan target produksi 100.000 oz emas per tahun.
Melihat kondisi tersebut, Analis Jasa Utama Capital Sekuritas, Chris Apriliony mengatakan, strategi emiten tersebut untuk melakukan diversifikasi kepada lini bisnis emas sudah tepat. Terlebih melihat tren kenaikan harga emas yang sudah terlihat di tahun 2019.
“Ditengah harga komoditas yang belum stabil, diversifikasi ke bisnis lain yang lebih prospek tahun ini,” ujar Chris kepada Kontan.co.id, Jumat (12/4). Menurutnya, ini bisa jadi solusi menghadapi gejolak harga komoditas. Sekadar informasi, harga emas untuk pengiriman Juni 2019 di Commodity Exchange bertahan di level di US$ 1.301,90 per dollar AS, naik 0,5% sepekan terakhir.
Lebih lanjut, menurut Chris, melihat harga emas terlihat naik seiring dengan ketidakpastian ekonomi dunia. Ditambah lagi, India juga akan melangsungkan pemilu. Biasanya menjelang pemilu, India membeli stok emas. “Belakangan juga dikabarkan China menambah persediaan emasnya, hal ini positif untuk emas karena dari sisi permintaan meningkat,” ujar Chris.
Di kondisi ini, pihaknya masih merekomendasikan UNTR untuk buy on weakness di level Rp 22.000 dengan target harga mencapai Rp 30.000 per saham. Dia merekomendasikan INDY buy on weakness di level 1.500 dengan target harga Rp 2.100 per saham. Sedangkan, untuk MEDC buy di area Rp 750 sampai Rp 830 dengan target harga Rp 1.000 sampai Rp 1.200 per saham.
π
Bisnis.com, JAKARTA — Emiten entitas anak PT Pertamina (Persero), PT Elnusa Tbk., membagikan dividen senilai Rp69 miliar atau setara dengan
25% dari laba bersih senilai Rp276,31 miliar periode 2018.
Keputusan pembagian dividen itu dihasilkan dalam rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) kinerja 2018 yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/4/2019). Dengan demikian, emiten bersandi saham ELSA itu membagikan Rp9,465 per saham.
Seperti diketahui, Elnusa melaporkan pendapatan usaha Rp6,6 triliun pada 2018. Realisasi tersebut naik 34,69% dari Rp4,9 triliun pada 2017.
Dari situ, laba bersih ELSA tumbuh 11,74% secara tahunan pada 2018. Jumlah yang dibukukan naik dari Rp247,14 miliar pada 2017 menjadi Rp276,31 miliar.
Pada tahun lalu, ELSA membagikan dividen senilai Rp37 miliar atau setara 15% dari laba bersih periode 2017. Para pemegang saham mendapatkan dividen Rp5,08 per lembar untuk kinerja perseroan pada 2017.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fluktuasi harga batubara membuat PT Indika Energy Tbk bergegas untuk mengungkit diversifikasi bisnis. Tak ingin menggantung bisnis di batubara semata, emiten dengan kode saham
INDY, anggota indeks
Kompas100 ini, bakal merentangkan rencana diversifikasi bisnis yang sudah dalam rencana perusahaan.
Targetnya, dalam lima tahun ke depan, INDY bisa mengantongi 25% pendapatan dari bisnis non batubara, dari saat ini baru 20%. Managing Director and Chief Executive Officer (CEO) PT Indika Energy Tbk Azis Armand menyebut, sejumlah strategi telah dan sedang dijalankan Indika untuk menggaruk pendapatan non batubara.
Pertama, diversifikasi bisnis dengan masuk ke Pembangkit Tenaga Listrik Uap (PLTU) Cirebon unit II lewat anak usaha, PT Cirebon Electric Power. “Saat ini dalam tahap financial closed,” ujar Azis kepada media, Senin (8/4).
Targetnya, PLTU ekspasnsi II berkapasitas 1.000 megawatt ini akan selesai tahun 2022 mendatang dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh Tanjung Jati A ini dengan harga 5,5 sen dollar per kWh.
Kedua, membangun tangki penampung minyak alias fuel storage. Pembangunan tangki dengan kapasitas 100 juta liter ini akan memakan investasi sebesar US$ 108 juta. “Financial close (dengan kreditur) sudah terjadi akhir 2018 lalu, tepatnya 31 Desember,” ujar Azis.
Tepat pada 31 Desember 2018, Indika Energy meneken kesepakatan fasilitas pinjaman sebesar US$ 75 juta dengan PT Bank Mandiri Tbk, MUFG Bank, LTd, ICICI Bank Limited untuk pembangunan tangki penampungan minyak tersebut.
Fasilitas penampung minyak yang berlokasi di Kariangau, Kalimantan Timur akan digunakan oleh PT ExxonMobil Lubricant Indonesia, dengan kontrak 20 tahun serta opsi perpanjangan 10 tahun. Targetnya, tangki I ini akan rampung dibangun kuartal II 2020.
“Harapan kami, ke depan, ini akan menjadi pendapatan recurring bagi perusahaan karena ini sektor yang lebih stabil,” ujar dia. Makanya, Indika tak menutup kemungkinan untuk membangun atau memperbesar kapasitas tangki ke depan jika ada kontrak dengan perusahaan migas lainnya.
Ketiga, masuk sektor tambang lain. Catatan Kontan.co.id, lewat mekanisme private placement, Indika mengakuisisi 19,9% saham perusahaan tambang asal Australia, Nusantara Resources pada akhir tahun 2018.
Cadangan tambang emas perusahaan ini mencapai 1,2 juta ounce emas. Mulai berproduksi tahun 2021, tambang emas ini ditargetkan mampu produksi 100.000 ounce emas setahun. Jika target itu tercapai, ini artinya, Indika punya waktu 10 tahun ini untuk mengeduk emas dari ladang Awak Emas, bersama Nusantara Resources.
Produksi tetap, penjualan kuartal I lebih mini
Dari tiga diversifikasi bisnis yang tengah berjalan, Indika nampaknya baru akan mengeduk tambahan pendapatan mulai tahun 2020. Meski begitu, Indika berharap kinerja tahun ini bakal bertumbuh lebih baik.
Indikasinya, sampai kuartal I 2019, produksi batubara perusahaan ini masih sesuai target yakni 9 juta ton per kuartal. Meski begitu, penjualan batubara pada kuartal I di bawah periode yang sama 2018. “Kuartal 1 2018, ada carry over dari tahun sebelumnya,” jelas Azis. Ini mengakibatkan penjualan pada kuartal 1 2019 nampak lebih rendah.
Tak menyebut angka, Azis menyebut, produksi batubara tahun ini akan kurang lebih sama dengan sepanjang tahun 2018 yakni 34juta -36 juta ton. Fluktuasi harga batubara yang berubah sangat cepat terus menjadi pantuan perusahaan. “Yang jelas, kami akan terus lihat apa yang harus dilakukan perusahaan di tahun ini untuk antisipasi segala kemungkinan, termasuk melihat efisiensi yang bisa kami lakukan,” imbuh Chief Financial Officer (CFO) Indika Energy Retina Rosabai.
Seraya terus mencermati fluktuasi harga batubara, Indika saat ini masih menggunakan rujukan harga Newcastle sebesar US$ 85 per metrik ton dalam proyeksi kinerjanya. Adapun perbandingan antara volume masa batuan yang dibongkar dengan batubara diambil alias stripping 6,3 kali.
Meski harga dalam tren menurun, Retina menyebut, ekspansi tetap dilakukan Indika sepanjang tahun ini. Tahun ini, perusahaan ini mengalokasikan belanja modal sebesar US$ 315 juta, nyaris dua kali lipat dibanding 2018 yang mencapai US$ 162,8 juta.
Lebih detail, perincian belanja modal antara lain: untuk Indika Resources US$ 12,1 juta, Kideco US$ 7,7 juta, Petrosea US$ 177,2 juta, MBSS US$ 11,7 juta, Tripatra US$ 10 juta, hingga untuk proyek fuel storage US$ 94,6 juta. “Petrosea terbesar karena ada pergantian alat lama dengan alat yang baru,” ujar Retina kepada Kontan.co.id.
π
Merdeka.com - PT P
erusahaan Gas Negara Tbk atau PGN melalui anak usaha PT PGN LNG Indonesia (PLI) bekerjasama dengan PT Pelindo III (Persero) mengembangkan Terminal LNG Teluk Lamong, Jawa Timur.
Pembangunan Terminal LNG Jawa Timur ditargetkan akan beroperasi pada kuartal IV-2019. Setelah perampungan, PLI selaku anak usaha PGN, siap mengoperasikan terminal itu untuk melayani kebutuhan energi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan sekitarnya.
Dalam proses pembangunan Terminal LNG dan seluruh fasilitasnya, PT Pelindo Energi Logistik beserta PLI menggarap pengerjaan. Kerja sama inipun sejalan dengan optimalisasi sinergi antar perusahaan pelat merah.
Terminal LNG Teluk Lamong pun menjadi obyek vital bagi pembangunan ekonomi dan mobilitas transportasi di Pulau Jawa.
Pada fase pertama, Terminal LNG Jawa Timur akan memiliki kapasitas regasifikasi sebesar 30 BBTUD, yang nantinya akan dikembangkan sesuai dengan pertumbuhan kebutuhan energi di Jawa Timur dan sekitarnya.
Sejalan dengan maksud, maka Terminal LNG juga menjadi solusi untuk menyediakan tambahan pasokan gas hasil regasifikasi LNG untuk pelanggan PGN group yang telah menerima penyaluran gas melalui jaringan pipa, Terminal LNG Jawa Timur, baik pelanggan industri, ritel, maupun kelistrikan, khususnya untuk wilayah-wilayah yang tidak dapat dijangkau dengan jaringan pipa PGN.
Selain itu, Terminal LNG Jawa Timur pada pengembangannya juga diharapkan dapat menyediakan fasilitas pengisian LNG dengan moda LNG trucking yang memanfaatkan ISO tank, dengan kapasitas pengisian 10 BBTUD. Pengembangan fasilitas dengan moda LNG trucking tersebut diharapkan dapat memberikan solusi energi dan membuka pasar-pasar ritel baru di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan juga Jawa Barat.
Selanjutnya, dengan moda LNG trucking, kerja sama ini juga akan mengusahakan pemanfaatan pasokan LNG untuk kapal-kapal yang berbahan bakar berbasis LNG (truck to ship LNG bunkering) di terminal-terminal milik Pelindo III.
Pemanfaatan itu membantu pemerintah memenuhi regulasi dari International Maritime Organization (IMO), yang berlaku mulai 1 Januari 2020, untuk menurunkan kadar Sulphur dari fuel menjadi maksimum 0,5 persen (dari limit eksisting 3,5 persen) untuk kepentingan lingkungan, dengan mengurangi emisi berbahaya dari kapal-kapal.
Dari sisi PGN, sebagaimana dikatakan Direktur Utama Gigih Prakoso, poin penting pembangunan infrastruktur LNG di Teluk Lamong yaitu penguatan sistem distribusi dan regasifikasi LNG. Hal ini, tambahnya, kian mengokohkan layanan terintegrasi dari PGN.
"Dengan tersedianya tambahan pasokan gas yang dimaksud, PGN dapat meningkatkan ketahanan dan keberlangsungan pasokan gas untuk sistem distribusi Jawa Timur dengan sasaran industri, ritel, dan kelistrikan. Saat ini pasokan gas untuk sistem distribusi Jawa Timur hanya mengandalkan sumur-sumur gas berdasarkan Kontrak Kerja Sama minyak dan gas bumi yang berada di sekitar Jawa Timur," tutup Gigih. [idr]
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bumi Resources Tbk (
BUMI, anggota indeks
Kompas100 ini) telah merilis kinerja 2018. Terlepas dari masalah pembukuan, kinerja perusahaan terbilang membaik.
Pendapatan BUMI melesat lebih dari 6.000%. "Ini karena berlakunya PSAK 66," ujar Direktur BUMI Dileep Srivastava kepada Kontan.co.id, Kamis (28/3).
Standar akuntansi tersebut membuat kinerja keuangan PT Arutmin Indonesia dan ekuitas PT Kaltim Prima Coal (KPC) terkonsolidasi ke keuangan BUMI sejak awal 2018.
Kepemilikan BUMI di dua entitas usaha tersebut masing-masing 90% dan 51% baik secara langsung maupun tidak langsung.
Adapun total pendapatan Arutmin dan KPC tahun lalu turun 2% menjadi US$ 4,92 miliar. Ini karena turunnya penjualan batubara Arutmin dan KPC sebesar 4% masing-masing menjadi 25,5 juta ton dan 55,2 juta ton.
Beruntung, rata-rata harga jual atau average selling price (ASP) meningkat seiring masih tingginya permintaan. ASP Arutmin dan KPC jika ditotal naik 2% menjadi US$ 59,2 per ton.
Pada saat yang bersamaan, cash cost keduanya jika dikonsolidasikan naik 11% di tengah rata-rata harga minyak dunia sekitar US$ 71 per barel tahun lalu. Sehingga, BUMI mencatat laba bersih US$ 220,97 juta tahun lalu.
Angka tersebut memang turun dibanding 2017. Namun, laba bersih itu memasukkan faktor laba dari tax amnesti dan revaluasi aset Arutmin.
Jika kedua faktor ini dipisahkan, BUMI sejatinya memiliki laba inti US$ 128 juta, naik 7% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. "Sehingga, BUMI sebenarnya mencatat kenaikan kinerja," kata Dileep.
π
Bisnis.com, JAKARTA—PT Saratoga Investama Sedaya Tbk. menutup tahun 2018 dengan mencatatkan rugi bersih senilai Rp6,2 triliun, berbalik dibandingkan 2017 yang masih berhasil mencatatkan laba Rp3,3 triliun.
Perusahaan investasi milik Sandiaga Uno ini membukukan kerugian akibat turunnya harga saham sejumlah anak usaha yang dimiliki langsung oleh emiten dengan kode saham SRTG ini. Anak usaha tersebut yakni PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG).
Oleh karena kerugian disebabkan oleh penurunan harga saham, maka kerugian yang diderita SRTG ini belum terealisasi.
Di sisi lain, perseroan membukukan pendapatan yang terealisasi sebesar lebih dari Rp1,1 triliun sepanjang 2018. Sebesar Rp900 miliar di antaranya berasal dari pendapatan dividen yang dikantongi perseroan dari pembayaran dividen anak usaha. Selain itu, perseroan juga mendapatkan keuntungan dari hasil inevestasi lainnya.
Kinerja laba SRTG yang kurang memuaskan disebabkan beragam faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga, melemahnya mata uang dan harga komoditas yang fluktuatif yang menyebabkan tekanan pada IHSG. Alhasil, tekanan ini menciptakan dampak buruk untuk kinerja harga saham dari portofolio investasi.
Total aset SRTG sebesar Rp20,1 triliun yang diatribusikan kepada perusahaan investasi yang fokus pada tiga sektor utama, yaitu sumber daya alam, infrastruktur dan konsumen barang dan jasa.
Michael Soeryadjaya, Presiden Direktur SRTG, menjelaskan bahwa kinerja perusahaan pada tahun 2018 menggambarkan strategi investasi yang dilakukan oleh Saratoga mampu menghasilkan hasil investasi yang optimal.
Secara fundamental, perusahaan-perusahaan investasi Saratoga juga tumbuh secara positif dan terus meningkatkan nilai tambah perusahaan melalui strategi pertumbuhan organik dan non organik.
"Kami bangga dengan kinerja perusahaan investasi kami di tengah tantangan bisnis yang sangat dinamis pada tahun 2018. Disiplin dan kehati-hatian dari tim investasi kami merupakan kunci keberhasilan Saratoga dalam mencapai pengembalian investasi yang optimal," katanya dalam keterangan pers, Selasa (26/3/2019).
Michael mengatakan, pendapatan dividen yang tinggi menunjukkan kinerja operasional dan bisnis yang kuat dari perusahaan investasi. Dirinya mengaku bangga dengan hasil yang diperoleh SRTG, tidak saja karena pertumbuhan pendapatan dividen yang konsisten, tetapi juga diversifikasi perusahaan investasi yang berkontribusi pada dividen.
Menurutnya, rugi investasi dari penurunan harga saham merupakan kondisi normal, sebab pasar selalu melalui berbagai tahap volatilitas. Sebagai investor jangka panjang, SRTG tetap percaya diri pada prospek perusahaan investasi dan percaya bahwa harga saham pada akhirnya akan mampu menyamai fundamental perusahaan.
π’
Bisnis.com, JAKARTA — Penjualan komoditas emas masih menjadi kontributor terbesar untuk penjualan bersih PT Aneka Tambang Tbk. sepanjang 2018. Adapun, penjualan emas perseroan tersebut merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah.
Senior Vice President Corporate Secretary Aneka Tambang Aprilandi Hidayat Setia menjelaskan bahwa nilai penjualan bersih perseroan Rp25,24 triliun pada 2018. Dari situ, komoditas emas merupakan komponen terbesar pendapatan dengan Rp16,69 triliun atau 66% dari total penjualan bersih.
Adapun, penjualan bersih itu tercatat naik 126% secara tahunan. Total penjualan emas senilai Rp7,37 triliun pada 2017.
Posisi kontributor terbesar kedua ditempati oleh produk feronikel dengan Rp4,66 triliun. Nilai itu setara 18% dari total penjualan bersih 2018.
“Aneka Tambang mencatatkan pencapaian penjualan tertinggi sepanjang sejarah. Pada 2018, volume penjualan emas mencapai 27.894 kilogram atau naik 111% dari 13.202 kilogram pada 2017,” katanya siaran pers, Senin (11/3/2019).
Aprilandi mengatakan pertumbuhan penjualan sejalan dengan strategi pengembangan pasar emas baik di dalam maupun luar negeri. Selain itu, dilakukan inovasi terhadap produk logam mulia Aneka Tambang.
Seperti diketahui, emiten berkode saham
ANTM itu mengamankan
laba bersih Rp874,42 miliar pada akhir 2018. Pencapaian tersebut naik 540,60% dari Rp136,50 miliar pada 2017.
JAKARTA - PT Aneka Tambang (Antam) Tbk mencetak laba bersih sebesar Rp874,42 miliar pada 2018. Pencapaian tersebut meningkat 541% dibandingkan capaian laba bersih pada 2017 sebesar Rp136,50 miliar.
Sementara itu, penjualan bersih Antam sepanjang 2018 mencapai Rp25,24 triliun, meningkat 99% dibandingkan penjualan bersih tahun 2017 yang sebesar Rp12,65 triliun.
"Komponen terbesar pendapatan perusahaan berasal dari komoditas emas 66% menjadi Rp16,69 triliun dari total penjualan bersih," dalam laporan keuangan perseroan yang diterima SINDOnews, Selasa (12/3/2019).
Kinerja keuangan Antam yang solid juga terefleksikan dari pertumbuhan Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) 2018 yang tercatat Rp3,33 triliun atau tumbuh 51% dibandingkan dengan capaian EBITDA 2017 sebesar Rp2,21 triliun.
Pertumbuhan kinerja keuangan Antam tahun 2018 yang solid didukung kenaikan kinerja produksi dan penjualan. Pada 2018, Antam mencatatkan capaian produksi, penjualan feronikel dan penjualan emas tertinggi sepanjang sejarah perusahaan.
Sepanjang tahun 2018, nilai penjualan bersih Antam mencapai Rp25,24 triliun, dengan komoditas emas merupakan komponen terbesar pendapatan perusahaan. Enas berkontribusi Rp16,69 triliun atau 66% dari total penjualan bersih 2018.
Masih di 2018, Antam mencatatkan volume produksi feronikel sebesar 24.868 ton nikel dalam feronikel (TNi), naik 14% dari capaian 2017 sebesar 21.762 TNi dan penjualan feronikel mencapai 24.135 TNi, tumbuh 10% dibandingkan 2017 sebesar 21.878 TNi.
Peningkatan volume produksi dan penjualan feronikel sejalan dengan tercapainya stabilitas operasi produksi pabrik feronikel Antam di Pomalaa, yang saat ini memiliki kapasitas produksi terpasang hingga 27.000 TNi per tahun.
Penjualan feronikel pada 2018 merupakan kontributor terbesar kedua dari total penjualan bersih Antam, dengan kontribusi sebesar Rp4,66 triliun atau 18% dari total penjualan bersih 2018.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana beberapa emiten pertambangan untuk melakukan hilirisasi industri dinilai memiliki prospek positif bagi kinerja emiten di jangka panjang. Adapun beberapa emiten yang diketahui bakal melakukan hilirisasi yakni PT Bukit Asam Tbk (
PTBA), PT Aneka Tambang Tbk (
ANTM) dan PT Bumi Resources Tbk (
BUMI).
Analis BCA Sekuritas Achmad Yaki menilai, upaya hilirisasi untuk jangka panjang bisa membawa dampak positif bagi kinerja emiten di jangka panjang. Hanya saja, untuk mencapai tahap hilirisasi tersebut masih membutuhkan waktu yang cukup panjang menurutnya.
"Yang marak saat ini kan hilirisasi gasifikasi batubara, cuman kita belum tahu detailnya seperti apa baik dari pemerintah maupun manajemen perusahaan," kata Yaki kepada Kontan.co.id, Jumat (8/3).
Menurutnya, manajemen PTBA sudah beberapa tahun terakhir telah mencanangkan untuk melakukan hilirisasi, khususnya gasifikasi batubara. Hanya saja, upaya tersebut tentunya membutuhkan dana yang besar dan moment yang tepat.
Apalagi, Yaki menilai langkah hilirisasi masih terkendala oleh proses Research and development (R&D) dan kebutuhan dana yang besar.
"Tentunya, manajemen butuh capital expenditure (capex) yang besar juga. Dengan harga coal yang saat ini cenderung masih di bawah, takutnya mereka akan agak kerepotan," ungkapnya.
Dengan begitu, kondisi tersebut juga akan mempengaruhi kinerja emiten ke depan, termasuk setoran dividen mereka ke pemerintah. Sehingga, Yaki menilai rencana hilirisasi perlu dipikirkan secara matang oleh perusahaan, "mungkin faktor R&D dan sebagainya masih banyak dipertimbangkan," jelasnya.
Namun, untuk jangka panjang Yaki menilai langkah hilirisasi akan berdampak positif bagi kinerja emiten. Apalagi, jika berkaca dari berbagai produk turunan CPO cenderung memiliki nilai atau harga yang lebih tinggi.
Sehingga, proses hilirisasi akan semakin menguntungkan jika dilakukan dengan sesama Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan memiliki petunjuk teknis (juknis) maupun petunjuk pelaksana (juklak) yang jelas dari Pemerintah.
Sebagai gambaran, PTBA sudah melakukan pencanangan proyek hilirisasi gasifikasi batubara menjadi DME yang bisa dijadikan pengganti LPG, begitu juga dengan ANTM yang bakal bekerja sama dengan induk usahanya Inalum untuk produksi alumina. Sedangkan BUMI, masih melakukan kajian terkait rencana gasifikasi batubara menjadi metanol hingga menjadi fuel diesel.
π
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Kinerja emiten batubara, PT Adaro Energy Tbk mencatat kenaikan pendapatan. Hanya saja, laba bersih yang diperoleh harus turun sepanjang tahun 2018. Analis melihat hal ini wajar ditengah kenaikan beban pokok pendapatan.
Jika mengutip laporan keuangan PT Adaro Energy tahun 2018, emiten batubara ini mencatat kenaikan pendapatan sebesar 11,04% menjadi US$ 3,62 miliar. Tetapi, kenaikan pendapatan ini tak diiringi peningkatan laba bersih. Laba bersihnya tercatat turun 13,57% dari US$ 483,30 juta menjadi US$ 417,72 juta.
Sementara Arandi Ariantara, analis Samuel Sekuritas mencatat kinerja ADRO sepanjang tahun 2018 dibawah estimasinya. Arandi perkirakan laba bersih turun 14% tahun lalu. Hal ini karena besarnya kenaikan beban pokok pendapatan 14% sementara pendapatan diperkirakan hanya tumbuh 11% (year on year).
Sebagai informasi, beban pokok pendapatan naik karena kenaikan nisbah kupas, volume, harga bahan bakar minyak (BBM) maupun pembayaran royalti kepada pemerintah seiring kenaikan harga jual rata-rata. Dari sisi konsumsi BBM misalnya, naik 15% secara tahunan, sementara biaya BBM meningkat 40% akibat naiknya aktivitas operasional dan harga BBM global.
“Jadi sangat wajar jika laba operasional kuartal empat terjun 57% (QoQ) dan laba operasional sepanjang tahun 2018 turun 6%,” sebut Arandi kepada KONTAN, Rabu (6/3).
Sementara analis Kresna Sekuritas, Robertus Hardy menilai kinerja ADRO relatif positif tahun 2018. Sebelumnya, Robert memproyeksi pendapatan akan naik 11% dan laba turun 14%. “Kerugian atas turunnya nilai aset inventaris batubara dan suku cadangnya jadi faktor laba bersih tergerus. Nilainya lebih dari US$ 12 juta. Namun, volume penjualan batubara secara tahunan naik 5% sebesar 54,39 juta ton,” tandas Robert.
Robert pun melihat dibanding kompetitornya, kinerja ADRO masih tergolong positif sepanjang tahun 2018. Karena masih mampu membukukan pendapatan di tengah pelemahan harga batubara dunia.
π
JAKARTA -
PT Adaro energy Tbk (ADRO) mencatatkan penurunan kinerja keuangan pada periode 2018. Hal ini terlihat dari pendapatan dan laba yang terkoreksi.
Laporan keuangan perseroan yang disetorkan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (5/3/2019), laba yang dapat didistribusikan kepada entitas induk tercatat USD417,72 juta pada periode 2018. Angka ini turun 13,7% dari periode yang sama tahun sebelumnya USD465,29 juta.
Padahal, penjualan dan pendapatan usaha emiten tambang ini tercatat USD3,6 miliar sepanjang 2018, naik 11% dibandingkan periode 2017 yang sebesar USD3,26 miliar.
Laba bruto yang dicatatkan perusahaan yang dipimpin Boy Garibaldi Thohir ini pun naik menjadi USD1,21 miliar dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar USD1,14 miliar.
Walau begitu, ada beberapa pos yang menekan keuangan perseroan. Antara lain beban penjualan yang naik menjadi USD45,6 juta dari sebelumnya USD37,5 juta.
Beban keuangan juga naik menjadi USD65 juta dari sebelumnya yang sebesar USD52,99 juta. Rugi kurs yang dicatatkan perseroan juga naik menjadi USD6,6 juta dari sebelumnya yang hanya USD1,38 juta.
Pada 2018, perseroan juga mencatatkan rugi atas entitas ventura bersama yang dicatat menggunakan metode ekuitas sebesar USD29,4 juta. Padahal, pada periode sebelumnya tercatat laba dari pos tersebut sebesar USD11,97 juta.
Beban lainnya yang harus ditanggung perseroan juga membengkak menjadi USD117,66 juta dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar USD4,64 juta. (fbn)
(wdi)
π
TEMPO.CO,
Jakarta - PT
Adaro Energy Tbk (IDX: ADRO) menerbitkan laporan keuangan konsolidasi 2018 atau fiscal year 18 (FY18). Presiden Direktur dan Chief Executive Officer Adaro Energy Garibaldi Thohir mengatakan, sepanjang 2018, Adaro telah mencapai target operasional dan target keuangan.
Dalam laporan yang dibagikan kepada media pada Senin, 4 Maret 2019, produsen batu bara itu mampu mempertahankan kinerja keuangan yang solid di tengah tantangan pasar pada akhir 2018 lalu. "Kami berhasil mencapai target dengan terus berfokus pada keunggulan dan efisiensi operasional,” ucapnya dalam keterangan pers yang disiarkan kepada wartawan, Senin petang.
Adaro mencatat laba inti pada 2018 naik 13 persen dibandingkan 2017, sehingga nilainya menjadi US$ 728 juta. Pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi atau EBITDA operasional juga diklaim naik 7 persen year on yeas menjadi US$ 1.408. Sedangkan marjin EBITDA operasional bertahan pada level 39 persen.
Adaro mengklaim angka laporan keuangannya tahun ini melampaui target EBITDA operasional 2018 yang ditetapkan pada kisaran US$ 1,1 – 1,3 miliar. Sementara itu, perusahan batu bara tersebut juga menyumbangkan US$ 721 juta dengan rincian pembayaran royalty sebesar US$ 378 juta dan pajak penghasilan badanUS$ 343 juta.
Garibaldi mengklaim perusahaannya mengalami pertumbuhan produksi. Adaro saat ini telah menyusun strategi untuk pertumbuhan bisnis perusahaan jangka panjang. Salah satunya dengan mengakuisisi Kestrel.
Upaya akuisisi terhadap Kestrel, menurut Garibaldi, bakal meningkatkan portofolio produk dan membuka peluang bagi Grup Adaro. Karena itu, pihaknya berkomitmen menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan dan memperkuat komitmen terhadap negara. Caranya, kata dia, melalui peningkatan kontribusi dalam bentuk royalti, pajak, serta pemberdayaan masyarakat.
Garibaldi mengimbuhkan, skema “grant match” yang digunakan Adaro dalam pemberian bantuan di bawah program CSR juga menekankan komitmen perusahaan batu bara ini menjadi korporasi yang bertanggung jawab. "Kami menyadari karakteristik pasar batu bara yang siklikal, waspada terhadap tantangan yang ada di pasar dan memperhitungkan hal-hal ini dalam menetapkan panduan 2019,” ujarnya.
Saat ini, posisi likuiditas Adaro melebihi US$ 1,2 miliar. Adapun rasio utang bersih terhadap ekuitas dan rasio ekuitas terhadap EBITDA operasional 12 bulan terakhir masing-masing tercatat sebesar 0,10 x dan 0,29 x.
π
Bisnis.com, JAKARTA — PT Elnusa Tbk. mencatatkan pertumbuhan laba bersih 11,74% secara tahunan pada 2018 lewat sejumlah strategi yang telah diimplementasikan perseroan.
Melalui siaran pers, Selasa (19/2/2019), Elnusa melaporkan pendapatan usaha Rp6,6 triliun pada 2018. Realisasi tersebut naik 34,69% dari Rp4,9 triliun pada 2017.
Sementara itu, laba bersih yang dikantongi emiten bersandi ELSA itu tercatat mengalami pertumbuhan 11,74% secara tahunan. Jumlah yang dibukukan naik dari Rp247 miliar pada 2017 menjadi Rp276 miliar.
Direktur Utama Elnusa Tolingul Anwar mengklaim strategi menggenjot jasa hulu migas berbasis non aset serta distribusi dan logistik energi mengerek pendapatan usaha perseroan. Dari situ, perseroan mampu mengamankan pertumbuhan sekitar 33% secara tahunan pada 2018.
Tolingul mengatakan peningkatan kinerja jasa hulu migas berbasis non aset dilakukan dengan memenangkan peluang-peluang bisnis engineering, procurement, construction – operation dan maintenance (EPC-OM) dengan kontrak bersifat multiyears.
Selanjutnya, peningkatan volume throughput terjadi di jasa distribusi dan logistik energi melalui unit usaha seperti jasa transportasi BBM, perdagangan BBM industri marine maupun manajemen depo.
“Secara komposisi pendapatan, jasa hulu migas memberikan kontribusi sebesar 40% dan jasa distribusi logistik energi sebesar 56%, sedangkan sisanya sebesar 4% disumbangkan oleh jasa penunjang. Kami meyakini bahwa hasil ini tergolong wajar ditengah kondisi industri migas saat ini karena mulai membaiknya harga minyak tidak serta merta menaikkan harga jasa hulu migas,” ujarnya, Selasa (19/2/2019).
Dia optimistis kinerja ELSA akan lebih baik lagi pada tahun mendatang. Hal ini ditopang dengan perolehan kontrak multiyears yang telah diterima di bisnis non aset, jasa distribusi dan logistik energi, serta nilai tambah total solution services yang diberikan untuk jasa klien.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Pemeringkat Moody's memangkas peringkat utang PT Bumi Resources Tbk (
BUMI) ke level
negatif atau
B3. Revisi peringkat utang tersebut turun dari sebelumnya yang ditetapkan stabil.
Moody's mengambil langkah tersebut mengacu pada utang obligasi Seri A perusahaan batubara ini. Sedangkan untuk Seri B yang akan jatuh tempo pada 2022 Moody's memberikan peringkat Caa1.
"Prospek peringkat negatif mencerminkan ekspektasi kami terhadap
pembayaran pokok utang BUMI yang menunjukkan tren lebih rendah dari harapan," kata Analis Moody's Maisam Hasnain dalam pernyataan resminya di Singapura, Selasa (19/2).
Sebelumnya, Moody's berharap
BUMI bisa membayar beban pokok untuk utang obligasi Seri A dan fasilitas Tranche A sekitar US$ 300 hingga US$ 500 juta di akhir 2019. Mengingat,
BUMI telah menyelesaikan tahap restrukturisasi pada Desember 2017.
Namun, saat ini
Moody's memperkirakan
BUMI akan
kesulitan membayar sekitar US$ 220 juta, mengingat
harga batubara saat ini bergerak di bawah proyeksi volume penjualan, tantangan belanja modal dan batasan harga domestik.
Peringkat negatif akan terus menghantui
BUMI selama emiten tersebut belum mampu meningkatkan kasnya, mengurangi piutang dalam negeri. Bahkan, emiten yang menguasai 90% tambang Arutmin Indonesia diharapkan bisa mulai membayar dividen Juli 2019.
Sementara itu, saldo utang perusahaan itu diperkirakan masih akan meningkat, seiring laju pembayaran pokok utang Tranche A yang melambat. Sedangkan untuk total pembayaran bunga tunai 2019 diperkirakan berkisar US$ 30 hingga US$ 35 juta, ditambah risiko pembayaran pajak di awal lebih dari 51% untuk anak perusahaan di Kalimantan Timur (Kaltim).
Ditambah lagi, pada 31 Januari 2019
BUMI umumkan pembayaran pajak penghasilan KPC sebesar US$ 42 juta dan sekitar US$ 212 juta pada April 2019. Meskipun begitu,
BUMI mengklaim bahwa mereka memiliki
kas yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembayaran utangnya hingga akhir Maret 2019.
Karena itu, Moody's
berpotensi mengembalikan peringkat BUMI ke level stabil jika perusahaan itu mampu mengurangi utang Seri A hingga US$ 300- US$ 400 juta di akhir 2019.
BUMI juga harus bisa menghasilkan uang untuk membayar utang tetap, tidak kesulitan atau menunda pembayaran utang KPC dalam beberapa bulan mendatang.
BUMI juga perlu menghindari risiko gagal memperpanjang lisensi penambangan di KPC dan Arutmin, serta menghindari penyimpangan kepatuhan terhadap ketentuan perjanjian manajemen keuangan.
π
Jakarta, Beritasatu.com - PT
Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menandatangani Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dengan Santos Pty Ltd yang mengelola lapangan Meliwis (Madura Offshore). Tambahan pasokan ini akan semakin memperkuat suplai gas PGN untuk pelanggan dan masyarakat, khususnya di wilayah Jawa Timur.
Direktur Komersial PGN Danny Praditya mengatakan PJBG bersama Santos akan memperkuat dan memperluas cakupan layanan gas PGN, terutama untuk wilayah Jawa Timur, yang merupakan salah satu pusat industri dengan populasi rumah tangga yang padat. Oleh karena itu, kehadiran PGN akan menjadi penting dan vital dalam memenuhi kebutuhan energi di wilayah tersebut.
Sumber penyediaan gas dalam PJBG ini berasal dari Wilayah Kerja Penjual dari Lapangan Meliwis. Jumlah kontrak harian sejumlah 20,3 BBTUD dengan periode kontrak sejak tahun 2020 sampai dengan Agustus 2023. Adapun penyaluran gas akan menggunakan East Java Gas Pipeline dan merupakan sinergi Sub Holding Gas dengan Pertagas.
“Dengan kata lain, stabilitas harga dan pasokan akan sangat membantu PGN merealisasikan cita-cita ketahanan energi nasional demi memajukan perekonomian rakyat,” kata Danny dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (19/2).
Selaku Sub Holding Gas, kata Danny, PGN senantiasa berupaya bekerja ekstra agar kinerja finansial terjaga, sehingga masyarakat bisa menikmati energi baik yang efisien dan ramah lingkungan. Selama periode Januari-Oktober 2018, PGN telah menyalurkan gas bumi sebesar 828,98 juta kaki kubik per hari (MMscfd) dengan rinciannya, sepanjang Kuartal III-2018 volume gas distribusi sebesar 800,10 MMscfd dan volume transmisi gas bumi sebesar 28,88 MMscfd.
PGN yang kini berada dalam naungan Holding BUMN Migas, akan bersama-sama dengan PT Pertamina (Persero) selaku induk Holding BUMN Migas serta Pertagas sebagai anak usaha PGN, untuk melakukan perbaikan serta memperkuat jaringan bisnis. Hingga kuartal III-2018, infrastruktur pipa gas PGN bertambah sepanjang lebih dari 35,75 km dan saat ini mencapai lebih dari 7.516,70 km atau setara dengan 80 persen dari jaringan pipa gas bumi hilir nasional.
Dari infrastruktur tersebut, PGN telah menyalurkan gas bumi ke 1.739 pelanggan industri manufaktur dan pembangkit listrik, 1.984 pelanggan komersial (hotel, restoran, rumah sakit) dan Usaha Kecil Menengah (UKM), serta 177.710 pelanggan rumah tangga yang dibangun dengan investasi PGN.
Pelanggan Gas Bumi PGN tersebar di berbagai wilayah mulai dari Sumatera Utara, Kepulauan Riau, Riau, Sumatera Selatan, Lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Utara dan Sorong, Papua Barat.
“Dengan catatan-catatan tersebut, sekiranya PGN masih memerlukan bantuan dan kerjasama semua pihak. Termasuk, kali ini yang diharapkan datang dari Santos Pty Ltd,” ujar Danny.
π
JAKARTA – PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN mendapatkan mandat pemerintah untuk mempercepat pembangunan jaringan gas (jargas) di dalam negeri.
Targetnya hingga 2025, PGN akan menyelesaikan 4,7 juta sambungan jargas di seluruh wilayah di Indonesia dengan investasi Rp12,5 triliun.
“Total capex (capital expenditure atau belanja modal) diperkirakan mencapai Rp12,5 triliun. Ini hampir 5 juta sambungan,” ujar Direktur Utama PGN Gigih Prakoso, di Kementerian BUMN, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, skema pendanaan jargas tersebut akan dilaksanakan melalui dana internal, kerja sama bisnis (business to business), dan partnership.
Selain itu, PGN juga ditugaskan pemerin tah menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara untuk tahun ini, kata dia, PGN akan membangun jargas sebanyak 800.000 sambungan.
Pihaknya menyebut pembangunan jargas tahun ini membutuhkan investasi sekitar Rp200-Rp300 miliar. “Untuk 70.000 sambungan menggunakan dana APBN, sedangkan untuk selebihnya menggunakan dana dari kita,” ungkap Gigih.
Dia menyebut lokasi pembangunan jargas tahun ini akan tersebar di kabupaten/kota besar di Indonesia.
Menurut dia, daerah yang sudah ada pipa eksisting atau sumber gas akan lebih cepat dibangun. Penugasan pembangunan jargas tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Gas Bumi untuk Rumah Tangga dan Pelanggan Kecil.
Perpres tersebut telah diterbitkan Presiden Joko Widodo pada 23 Januari 2019 lalu. Pembangunan jargas bertujuan menekan impor elpiji. Gigih mengatakan terbitnya beleid tersebut akan berdampak positif bagi realisasi rencana jangka panjang PGN.
Pasalnya, PGN bertanggung jawab men ciptakan keadilan dan pemerataan akses masyarakat terhadap energi baik. Pihaknya menilai semakin banyaknya masyarakat yang terlayani PGN maka akan meningkatkan manfaat ekonomi nasional.
Sementara untuk pasokan gas akan disediakan oleh pemerintah melalui Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas).
“Untuk harga jual juga telah ditetapkan oleh BPH Migas dan sudah disesuaikan tingkat kewajarannya supaya terjangkau masyarakat,” kata dia.
Pada kesempatan berbeda, Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan percepatan pembangunan jargas diperlukan untuk mengurangi impor minyak dan gas bumi.
“Jargas kami dorong agar masyarakat jauh lebih hemat dibandingkan menggunakan elpiji. Selain impor harga elpiji juga lebih mahal,” ujar dia.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan menyebut impor elpiji mencapai 4,5- 4,7 juta ton.
Padahal potensi gas di Indonesia melimpah cukup mencukupi kebutuhan di dalam negeri. Meski begitu, minimnya infrastruktur menyulitkan distri busi gas. “Sebab itu, perlunya percepatan infrastruktur supaya dapat diserap di dalam negeri,” katanya. (Nanang Wijayanto)
(dni)
π
ID: Saptari menyampaikan, jika menggunakan asumsi harga rata-rata batu bara sekitar US$ 57 per ton berarti Bumi Resources berpotensi meraih total pendapatan sebesar US$ 5,8 miliar pada 2019. Sementara itu pada 2018, perseroan membukukan total pendapatan sekitar US$ 5,3 miliar.
“Itu pendapatan perseroan dari bisnis baturara,” jelas dia.
Seiring dengan upaya menuntaskan pembayaran utang yang telah direstrukturisasi, Bumi Resources belum dalam posisi dapat membayar dividen kepada pemegang saham. Pasalnya, menurut Saptari, pihaknya memiliki perjanjian bahwa baru dapat berpotensi membayar dividen setelah melunasi 80% utang kepada kreditor.
“Kami belum bisa membayar dividen. Sebab, sesuai perjanjian dengan kreditor, dividen baru dibayar jika pembayaran utang sudah mencapai 80%,” papar dia. (rap)
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah tercatat makin percaya diri berada di bawah Rp 14.000 per dollar Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data RTI, sejak awal tahun atau
year to date (ytd) rupiah menguat 3,56% ytd ke level
Rp 13.955 per dollar AS.
Kondisi ini tentunya memberikan angin segar kepada Grup Bakrie. Sebagaimana diketahui, emiten-emiten grup ini mempunyai portofolio utang dalam bentuk dollar AS yang cukup banyak. Sebut saja PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI).
Pada kuartal III-2018, BNBR memiliki utang dalam bentuk dollar AS sebesar US$ 530 juta. Angka ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2017 sebesar US$ 636 juta. Di sisi lain, pada periode yang sama, kerugian dari selisih kurs meningkat menjadi Rp 784,35 miliar dari tahun sebelumnya sebesar Rp 22,81 miliar. Membengkaknya rugi kurs dikarenakan pelemahan rupiah yang terjadi pada 2018.
Sebelumnya, BUMI juga hendak melakukan penyelesaian utang senilai US$ 1,6 miliar dengan skema pencicilan tranche yang dilakukan secara bertahap. Berbeda dengan BNBR, BUMI justru lebih kuat terhadap terpaan nilai tukar. Pada kuartal-III 2018 lalu saja, BUMI justru mendapatkan laba dari selisih kurs sebesar US$ 3,19 juta.
Direktur PT Bumi Resources Tbk Dileep Srivastava mengatakan secara umum BUMI tertolong dari natural lindung nilai (hedging) akibat naik turunnya nilai tukar rupiah.
“Pendapatan kami dalam bentuk dollar AS. Dan, 90% pengeluaran juga dalam bentuk dollar AS. Jadi dampak fluktuatif nilai tukar tidak akan berdampak besar,” ujar Dileep kepada Kontan.co.id, Selasa (5/2).
Menurutnya saat ini kondisi rupiah sudah baik dan stabil. Diikuti dengan harga batubara berkalori tinggi yang juga stabil. Namun menurutnya, masih terlalu awal untuk melihat kondisi ke depan akan seperti apa. Pihaknya masih optimistis pendapatan BUMI tahun 2019 akan naik 5% dibanding tahun lalu.
Muhammad Nafan Aji, Analis Binaartha Sekuritas mengatakan, penguatan rupiah akan berdampak positif dalam jangka panjang. Terutama bagi emiten yang memiliki utang yang cukup besar dalam bentuk dollar AS.
“Ini akan jadi sentimen positif. Beban dalam bentuk dollar AS akan lebih ringan,” ujar Nafan.
Menurutnya, emiten akan bisa lebih efisien di kondisi saat ini. Beban dan pengeluaran yang harusnya timbul akibat dari pelemahan nilai tukar rupiah akan turun.
π
mirae: PT Adaro Energy Tbk Tbk (
ADRO) tengah menjajaki berbagai bentuk hilirisasi batubara, termasuk diantaranya adalah melalui proses gasifikasi yang menghasilkan Dimethyl Eter (DME). DME yang diproses dari batubara peringkat rendah atau
low rank coal itu nantinya bisa digunakan sebagai alternatif pengganti
liquified processed gas (LPG) sebagai bahan bakar.
“Berdasarkan pantauan kami teknologi hilirisasi batubara terus berkembang, kami sedang mempelajari teknologi tersebut dari sisi effectiveness dan competitiveness-nya,” kata Corporate Communication Adaro Energy Febriati Nadira kepada Kontan.co.id Kamis (17/1).
Terkait dengan hilirisasi batubara melalui proses gasifikasi, sebelumnya Presiden Direktur Adaro Energy Garibaldi Thohir sempat menyatakan, Adaro telah melakukan studi sejak empat tahun lalu mengenai hal tersebut. Studi tersebut juga melibatkan perusahaan asal China Xen Hua Energy.
Namun, gasifikasi tersebut belum bisa dilakukan dengan segera karena terkendala pasar yang belum terbentuk dan skala keekonomian. Oleh karena itu saat ini Adaro Energy melalui anak usahanya PT Adaro Power lebih tertarik merampungkan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) ketimbang melakukan proses gasifikasi.
“Kalori batubara thermal Adaro Energy adalah “low to mid” di kisaran 4.000 kcal-5.000 kcal per kg dan memang lebih banyak digunakan untuk pembangkit listrik,” ungkap Nadira.
Sejauh ini emiten pertambangan batubara ini telah mewujudkan hilirisasi melalui pembangunan PLTU mulut tambang. Hilirisasi melalui PLTU mulut tambang pertama kali dikembangkan Adaro Energy pada tahun 2008 melalui pembangunan PLTU di Tanjung, Kalimantan Selatan melalui PT Makmur Sejahtera Wisesa. PLTU berkapasitas 2x30 MW tersebut digunakan untuk suplai listrik di area pertambangan Adaro Energy.
Sedangkan untuk proyek lain di luar PLTU mulut tambang, saat ini Adaro Power tengah menyelesaikan proyek PLTU Tanjung Power di Tabalong, Kalimantan Selatan yang berkapasitas 2x100 dan akan segera beroperasi pada tahun ini. Selain itu, ada pula PLTU Batang dengan kapasitas 2x1000 MW yang rencananya akan mulai beroperasi pada tahun 2020.
Asal tahu saja, wacana hilirisasi batubara melalui proses gasifikasi kembali mencuat setelah PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menandatangani kesepakatan dengan PT Pertamina dan Air Products and Chemical Inc terkait kerjasama hilirisasi batubara menjadi DME melalui teknologi gasifikasi.
Rencananya, ketiga perusahaan tersebut akan membuat perusahaan patungan atau joint venture company sebelum nantinya memulai pembangunan pabrik di area pertambangan batubara Bukit Asam di Peranap, Riau. Pabrik tersebut diharapkan dapat beroperasi dua tahun mendatang dan mampu memproduksi 400.000 ton DME per tahun.
Hilirisasi batubara melalui proses gasifikasi ini mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah. Seperti yang diungkapkan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno bahwa gasifikasi punya peran penting dalam rangka pengurangan impor LPG dan produksi clean energy di Tanah Air. Asal tahu saja, 73% dari seluruh kebutuhan LPG dalam negeri masih dipenuhi melalui impor.
Selain itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya juga menyatakan akan memberikan insentif bagi pengusaha batubara yang melakukan hilirisasi melalui proses gasifikasi. Rencananya bentuk insentif yang disiapkan berupa bebas pajak (tax holiday).
π³
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham produsen nikel yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) sukses menghijau sepanjang 2019. Sayangnya, momentum tersebut diperkirakan hanya bersifat sementara.
Mengutip Bloomberg, harga nikel kontrak tiga bulanan di London Metal Exchange (LME), Rabu (16/1) menyentuh level US$ 11.750 per ton atau naik 2,45%. Bahkan dalam sepekan harga nikel melonjak 4,38%.
Sedangkan untuk saham INCO tercatat sudah mengat 11,66% sepanjang 2019, diikuti dengan penguatan saham ANTM sebanyak 10,46%. Dengan begitu, saham INCO ditutup pada harga Rp 3.640 dan ANTM ditutup di harga Rp 845.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto mengatakan, secara umum kenaikan harga nikel akan mendorong saham kedua emiten tersebut menguat. Hanya saja, menurutnya sentimen penguatan harga tersebut berlaku sementara, dan cenderung technical rebound.
Apalagi, saham saham tambang dinilai masih memiliki tren negatif. Pergerakan saham saham tersebut, sesekali akan menguat karena adanya berita baru, maupun penguatan harga komoditas.
"Jadi, kalau tahun ini saya kira outlooknya masih negatif. Hanya saja, masih tetap bisa ditransaksikan untuk jangka pendek atau trading," kata William kepada Kontan, Kamis (17/1).
Bagi investor yang ingin memanfaatkan momentum kenaikan harga nikel tersebut, bisa trading dan membeli saat harga berada di level terendah atau buy on weaknes. Dengan syarat, investor perlu terus mengikuti perkembangan harga komoditas. "Target harganya, untuk ANTM Rp 900 dan INCO Rp 3.800," tandasnya.
π
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (
PGAS) telah resmi mengakuisisi mayoritas saham PT Pertamina Gas (Pertagas). Di atas kertas, rampungnya proses akuisisi ini bisa mendorong kinerja dan mempermudah bisnis emiten pelat merah tersebut.
Sekadar mengingatkan, PGAS telah tuntas mengambil alih 51% saham Pertagas beserta seluruh usahanya yang meliputi PT Pertagas Niaga, PT Perta Arun Gas, PT Perta Daya Gas, PT Perta Samtan Gas, PT Perta Kalimantan Gas.
Nilai akuisisi tersebut mencapai Rp 20,18 triliun untuk 2,59 juta saham dari Pertagas. Semula, nilai akuisisi saham Pertagas tercatat Rp 16,60 triliun untuk 2,59 juta saham. Pada awalnya, PGAS dikabarkan hanya akan mengintegrasikan Pertagas dan PT Pertagas Niaga saja.
Analis Trimegah Sekuritas, Sandro Sirait menilai, akuisisi yang dilakukan oleh PGAS jelas akan mendatangkan banyak manfaat bagi emiten tersebut. Ia bilang, pangsa pasar PGAS dalam industri distribusi gas dipastikan bertambah ke level sekitar 96% berkat akuisisi tersebut.
Sebelumnya, PGAS menguasai 75% pangsa pasar distribusi gas secara nasional. “Posisi PGAS sebagai pemimpin pasar industri gas di Indonesia akan semakin kuat,” ujarnya ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (14/1).
Lebih lanjut, akuisisi Pertagas bisa berpengaruh langsung terhadap kinerja keuangan PGAS dalam waktu dekat.
Ia mengestimasikan, pendapatan PGAS di tahun 2018 bisa mencapai US$ 3,22 miliar alias naik 8,41% secara year on year (yoy) dari posisi di tahun 2017 sebesar US$ 2,97 miliar. Beranjak ke tahun 2019, pendapatan emiten ini diperkirakan melonjak lagi hingga 30,12% (yoy) menjadi US$ 4,19 miliar.
Keyakinan serupa ditunjukkan oleh Arandi Ariantara, Analis Samuel Sekuritas. PT Pertagas Niaga berkontribusi sebesar 73% dari seluruh laba bersih tahunan Pertagas pada 2017 lalu. PGAS pun nantinya akan merasakan kenaikan laba bersih secara signifikan.
Dampak positif lainnya yang akan diperoleh PGAS adalah kemudahan dalam menjalankan aktivitas bisnis, seperti pembangunan jaringan pipa gas. “Bersatunya PGAS dan Pertagas membuat bisnis distribusi gas tidak lagi saling tumpang tindih,” kata dia, hari ini.
Seperti yang diketahui, PGAS bakal membangun sekaligus mengintegrasikan jaringan pipa gas milik Pertagas di Pulau Jawa dan Sumatra.
Untuk Pulau Jawa, manajemen PGAS disebut akan menuntaskan integrasi jaringan gas dari Purwakarta hingga Cirebon pada tahun ini. Sedangkan di Pulau Sumatra, emiten ini fokus untuk menyelesaikan integrasi jaringan pipa gas di Palembang. Tak ketinggalan, proyek pipa gas di kawasan Riau juga tengah dikerjakan oleh PGAS.
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan berpendapat, efisiensi bisnis menjadi dampak yang paling signifikan dari keberhasilan PGAS dalam mengakuisisi saham mayoritas Pertagas. Dalam hal ini, PGAS bisa memanfaatkan aset atau fasilitas milik Pertagas dalam kegiatan pengelolaan hilir gas bumi. “Bukan tidak mungkin harga gas juga menjadi lebih kompetitif bagi konsumen,” tambahnya.
PGAS pun masih direkomendasikan beli oleh Alfred dengan target Rp 2.815 per saham. Arandi dan Sandro juga merekomendasikan beli saham PGAS dengan target masing-masing di level Rp 2.600 per saham dan Rp 3.000 per saham. Hari ini, harga saham PGAS berada di Rp 2.300 per saham.
πΌ
JAKARTA, KOMPAS.com - Produsen dan eksportir batu bara PT Adaro Energy Tbk melakukan kesepakatan yakni mengkonversi transaksi bisnis mereka dari dollar AS ke rupiah. Hal ini dilakukan untuk membantu meningkatkan cadangan devisa dan meminimalisir rupiah yang terus melemah akhir-akhir ini. Ini merupkan bentuk inisiatif dari Adaro, karena selama ini para eksportir rata-rata bertransaksi menggunakan dollar AS. "Saya lihat Adaro Group melakukan transaksi pembayaran menggunakan dollar AS dalam jumlah yang cukup besar. Selama ini dengan Pertamina kami sudah melakukannya dalam bentuk rupiah. Sekarang kami mengajak PT Bumi Makmur Mandiri Utama dan PT Sapta Indra Sejati agar transaksi pembayaran bisa dalam bentuk rupiah," ucap Presiden Direktur Adaro Garibaldi Thohir di Kementerian Keuangan, Rabu (3/10/2018). Dia menambahkan, saat ini pembayaran dalam dollar AS Adaro ke mitra-mitranya cukup besar yakni sekitar 1,7 miliar dolar AS atau setara Rp 25 triliun. "Nilainya cukup signifikan kurang lebih setahun kita melakukan pembayaran kepada mitra-mitra utama kami sebesar 1,7 miliar dollar AS. Dan itu kalau kita convert ke rupiah sebesar Rp 25 triliun," ujar pria yang akrab disapa Boy Thohir. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyambut gembira dengan inisiatif yang dilakukan PT Adaro dan sejumlah pelaku eksportir lainnya. Langkah tersebut membantu meringankan kerja Bank Indonesia (BI) dalam menjaga nilai tukar rupiah. "Sebetulnya ini bukan kongsi baru, BI sudah melakukan suatu koalisi mandatori semua transaksi dalam negeri seharusnya memang telah menggunakan mata uang rupiah," katanya. Namun, Menkeu tidak melarang para pelaku eksportir untuk menggunakan transaksi penggunaan mata uang AS dalam kegiatannya yang memang membutuhkan penggunaan dollar AS. "Beberapa eksportir kita memang masih akan membutuhkan dolar yang diterimanya untuk kebutuhan kewajiban-kewajiban mereka. Itu tetap kita hormati secara penuh, karena BI juga penting untuk menjaga confidence. Namun, banyak transaksi yang disampaikan Boy Thohir adalah menggambarkan transaksi yang murni antar pelaku di Indonesia," paparnya. Oleh karena itu, dengan melakukan konversi ke rupiah secara konsisten sesuai peraturan BI maka diharapkan akan terjadi suatu keseimbangan pasokan dollar AS di Indonesia.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Adaro Konversi Transaksi Bisnis dari Dollar AS ke Rupiah", https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/03/144206026/adaro-konversi-transaksi-bisnis-dari-dollar-as-ke-rupiah.
Penulis : Putri Syifa Nurfadilah
Editor : Bambang Priyo Jatmiko
Comments
Post a Comment